Ia mengklaim bahwa ayahnya suka melakukan kekerasan, bahkan memaksanya untuk ikut berperang di perang saudara di Afganistan.
Di situ, Omar menjadi saksi kekerasan yang tak terperi antara sesama Muslim.
Mereka tak diperbolehkan untuk melakukan aktivitas layaknya anak seumurnya, mereka juga dilarang untuk bermain dengan mainan atau menggunakan teknologi modern.
Laden juga dipercaya memberikan hukuman pada anak-anaknya sejak kecil dengan cara yang sangat ekstrem seperti membawa anaknya ke gurun pasir dan tak memberikan air minum.
Osama juga mendorong anaknya untuk menjadi relawan bom bunuh diri saat sudah dewasa.
Ia ingin mencuci otak anaknya sehingga ideologi ekstremnya bisa terlaksana dengan baik oleh anak-anaknya.
Tak hanya yang lelaki, yang perempuan pun juga menghadapi kehidupan yang keras.
Begitu si anak menginjak masa puber, mereka dinikahkan dengan sekutu mereka.
Beberapa suami mereka dua atau tiga kali lipat lebih tua dari mereka.
Dan tentu saja anak-anak perempuannya tak memiliki pilihan lain.
Perlakuan tersebut akan berlaku seumur hidup mereka.
Baca: Ditangkap di Perairan Laut Aceh, 20 ABK Indonesia Tak Tau Mereka Kerja di Kapal Buronan Interpol
Baca: Serangan Baru Pasukan Suriah Diduga Pakai Gas Racun, 70 Warga Sipil Meninggal Dunia
Sebelum serangan 11 September tersebut, Osama memimpin keluarganya ke pegunungan di Sudan dan memaksa mereka tidur di bebatuan tanpa akses makanan atau minuman.
Ia memberi tahu mereka bahwa perang akan datang dan mereka haus bersiap atas skenario terburuk.