SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Aceh, mengungkap data bahwa peredaran narkoba jenis sabu-sabu di Aceh sudah semakin membahayakan.
Data BNNP Aceh menyebut, saat ini Aceh menjadi jalur masuk sabu melalui 129 pintu. Kebanyakan di antaranya tersebar di sepanjang pantai timur Aceh.
Ironisnya lagi, tingkat pecandu sabu di Aceh juga menyentuh level pelajar, dengan tingkat peredaran sudah ke pelosok perkampungan.
Dalam kunjungan silaturrahminya ke Serambi Indonesia, Kepala BNNP Aceh, Brigjen Faisal Abdul Naser mengaku pihaknya butuh peran masyarakat agar mampu menekan permasalahan ini.
Salah satu upaya yang bisa dilakukan yakni melalui peran aktif keluarga dalam menjaga pergaulan maupun aktivitas anak-anaknya.
Ancam Tembak Bandar Sabu
Peredaran narkoba di Aceh sudah memasuki pelosok pedesaan. Bahkan 1 dari 100 pelajar di Aceh terlibat sabu-sabu.
Bandar sabu yang bergelimang uang malah mulai meminjamkan uangnya kepada khalayak untuk menghindari penumpukan uang di rekening agar tidak mencurigakan.
Cara ini mereka tempuh sebagai strategi pencucian uang (money laundering).
Untuk mengantisipasi semua itu supaya tidak semakin parah kondisinya, pihak Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Aceh akan mengambil tindakan tegas tanpa kompromi.
Salah satu tindakan tegas itu adalah jika seorang bandar tertangkap tangan dan memiliki barang bukti, berupaya lari atau malah melawan petugas, maka bandar sabu tersebut langsung saja ditembak di tempat.
Baca: BNN Deteksi 129 Jalur Tikus Pasokan Sabu di Aceh, Membentang di Pantai Timur
Baca: Bandar Sabu Didominasi Anak Muda, di Rekening Saldonya Ratusan Juta, Ini Ancaman Kepala BNNP
Penegasan itu disampaikan Kepala BNNP Aceh, Brigjen Pol Drs Faisal Abdul Naser MH saat bersilaturahmi ke Kantor Harian Serambi Indonesia, Senin (14/1) pagi.
Dalam kunjungan itu, Brigjen Faisal yang didampingi sejumlah stafnya membahas mengenai peredaran sabu yang terjadi di Aceh saat ini.
Dari pihak Serambi hadir antara lain Pimpinan Perusahaan Mohd Din, Redaktur Pelaksana Yarmen Dinamika, Sekretaris Redaksi Bukhari M Ali, Manajer Promosi M Jakfar, Manajer Iklan Teguh Patria, dan Manajer Percetakan Komersial, Firdaus.
Faisal menjelaskan, pihaknya tidak akan pernah kompromi dengan komplotan bandar sabu, jika memang ada barang bukti saat ditangkap, maka ia akan memerintahkan anggotanya untuk menembak bandar tersebut.
Apalagi kalau bandar tersebut berupaya lari atau melawan petugas saat disergap.
“Saya kalau yang namanya bandar itu tidak ada kompromi lagi, kalau ada barang buktinya saat ditangkap, saya perintahkan tembak,” ujar Faisal.
Menurut Faisal, lemah atau longggarnya hukuman yang diberikan terhadap pelaku kasus narkoba ini menimbulkan keinginan orang lain yang melihatnya untuk terlibat juga dalam bisnis haram yang menggiurkan tersebut.
Kondisi seperti itu, sangat dominan terjadi di Bireuen, karena dari beberapa orang yang ditangkap BNN sebagian berasal dari daerah tersebut.
Anehnya, setelah divonis bersalah dan baru beberapa tahun menjalani hukuman sudah ada yang bisa sering-sering pulang kampung.
Selain itu, selama ini banyak warga Aceh yang ditangkap di luar daerah, misalnya di Jambi, Batam, dan Lampung, kembali dipulangkan ke Aceh untuk menjalani sisa hukumannya.
Dekat dengan keluarganya.
“Kondisi ini tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku bahkan calon pelaku,” kata Faisal yang prihatin atas kondisi penegakan hukum yang seperti ini, namun hal itu berada di luar kewenangannya.
Baca: Seorang Kapolres Positif Zat Bahan Narkoba Seteleh Tes Urine Mendadak, Begini Komentar Kapolda
Menurut Faisal, sebagian tahanan narkoba yang ada di Aceh merupakan hasil penangkapan di luar Aceh.
Selain itu, 2/3 dari napi narkoba di Tanjung Gusta, Medan, adalah orang Aceh.
“Ini mengindikasikan sangat banyak warga kita yang terlibat narkoba,” kata Faisal sembari menyebutkan bahwa saat ini sekitar 4.500 napi dan tahanan di Aceh itu terlibat kasus narkoba.
Fakta lainnya yang diungkapkan Faisal adalah bahwa hampir semua bandar sabu yang ditangkap pihaknya merupakan anak muda.
Rata-rata mereka belajar memasok dan mengedarkan sabu ke Aceh itu di luar negeri.
Sehingga jalur pemasokan sabu yang mereka lalui saat ini memang jalur peredaran narkoba internasional.
Para pelaku tersebut juga sudah sangat menguasai teknologi dan sistem penyimpanan uang yang aman.
“Mereka yang datang dan mengedarkan sabu di sini (Aceh), itu sudah terdidik dan tidak terlihat,” ujarnya.
Apalagi, berdasarkan penelusuran BNN bahwa bandar membeli sabu di luar negeri dengan kisaran harga sekitar Rp 300 juta hingga Rp 600 juta, maka sesampai di Aceh mereka bisa jual dengan harga mencapai Rp 1,5 miliar.
Sehingga, lanjut Faisal, para anak muda yang menjadi bandar sabu ini memang kaya raya dan memiliki sejumlah mobil mewah.
“Rata-rata anak muda yang ditangkap ini saldo rekeningnya di atas 300 juta rupiah. Gaya hidupnya mewah, sering pesiar ke luar negeri. Bagi yang sudah menikah, istrinya pun ikut menikmati hasil bisnis haramnya itu,” ungkap Faisal.
Baca: Kecelakaan di Suak Puntong Murni Pengaruh Narkoba
Ia jelaskan, kondisi geografis yang garis pantainya sangata panjang membuat Aceh sebagai salah satu daerah yang sangat gampang dimasukkan narkoba.
Apalagi berada di jalur internasional dan berdekatan dengan berbagai negara.
Ditambah lagi tidak ada tempat yang dijaga khusus dan tidak ada alat canggih untuk mendeteksi transaksi dari jalur laut.
Ia sebutkan, di Aceh kini terdapat 129 jalur tikus sebagai jalur masuknya narkoba.
Sebagian besar jalur tikus itu berada di pantai utara dan timur Aceh, terutama di Aceh Tamiang dan Aceh Timur.
Salah satu faktor lancarnya jalur tikus karena saat ini pelaku sudah merasakan keuntungan besar dari bisnis haram tersebut, ditambah lagi masyarakat sekitar jalur pasokan narkoba itu pun apatis.
“Di beberapa tempat malah ada masyarakat yang melindungi bandar sabu. Tapi saya juga sudah kampanye di beberapa tempat dan pesantren agar mereka tidak menerima sumbangan dalam bentuk apa pun dari pengedar atau bandar narkoba,” kata Faisal.
Menurutnya, metode pemasokan narkoba ke Aceh juga selalu dalam jumlah besar, tidak ada dalam jumlah 1-2 kilogram.
Biasanya barang tersebut merupakan titipan beberapa orang bandar yang dipasok dalam satu kali pengiriman dalam jumlah besar.
Bahkan terkadang melibatkan perempuan.
Peredarannya juga sudah memasuki hingga ke kampung-kampung.
Biasanya bandar menyasar pemuda di kampung dengan paket hemat (pahe) dan terkadang targetnya para petani yang biasanya memakai sabu di sawah atau ladang, sehingga sulit terdeteksi.
Baca: Pengungkapan Teh Ilegal di Seruway Diawali Informasi Adanya Penyelundupan Narkoba
Namun, saat ini BNN terus melakukan upaya menggagalkan pasokan sabu dan menangkap para bandar.
Upaya ini gencar dilakukan di Banda Aceh sehingga ruang gerak pengedar sabu di kota ini semakin sempit.
Tapi sebagian mereka bergerilya di Bireuen, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang, bahkan ke Medan.
BNNP Aceh juga melakukan pemberdayaan masyarakat dan pembinaan terhadap generasi muda.
Soalnya, berdasarkan hasil penelitian Puslitkes Universitas Indonesia, 1 dari 100 pelajar Aceh sudah terlibat sabu.
“Kalau kita tak perangi narkoba, tahun depan rasio pelajar yang terlibat narkoba bisa lebih tinggi,” ujarnya.
Ia juga menyebutkan bahwa Aceh kini berada di peringkat tujuh nasional peredaran dan konsumsi sabu-sabu.
Sebelum Brigjen Faisal Abdul Naser bertugas di BNNP Aceh, provinsi ini malah berada di peringkat kelima nasional.
“Target saya tahun depan bisa turun di bawah peringkat sepuluh,” katanya.
Ia optimis pemberantasan narkoba di Aceh akan berhasil karena warga Aceh memiliki benteng agama yang kuat untuk menangkal godaan narkoba, di samping BNNP Aceh menerapkan aspek kearifan lokal untuk menyadarkan para narkobais.
“Sudah 321 orang mantan pengguna narkoba yang berhasil kita bina,” kata Faisal yang sebelumnya bertugas di Polda Sumut dan Polda Aceh.
Di pengujung kunjungannya ke Serambi Indonesia kemarin, Faisal menyerahkan sebuah buku tentang Indonesia Darurat Narkoba dan plakat BNNP Aceh yang diterima Pimpinan Perusahaan Harian Serambi Indonesia, Mohd Din.