BANDA ACEH - Persaingan calon anggota legislatif (caleg) dalam merebut suara pemilih dalam pemilihan umum (Pemilu) 2019 dipastikan cukup ketat, baik antara partai politik maupun sesama caleg yang diusung oleh partai yang sama. Para kontestan juga akan terus melakukan berbagai upaya memperkenalkan diri ke masyarakat, termasuk menggelontorkan biaya besar melakoni kegiatan-kegiatan di masyarakat selama masa kampanye.
Menurut pengamat politik dan pemerintahan di Aceh, Taufiq A Rahim, praktik politik ini cukup berbahaya. Menurutnya, biaya besar yang telah dikeluarkan untuk mencari satu kursi di parlemen akan mempengaruhi kinerja anggota legislatif ke depan. Jika menang, kata Taufiq, maka dipastikan mereka yang telah menghabiskan hartanya selama masa kampanye, akan berusaha keras dan mencari cara agar biaya tersebut kembali.
“Jika menang maka segala pengeluaran dengan biaya politik yang besar tersebut harus diraup kembali dengan cara melakukan apa saja untuk mengembalikan modal yang sudah dikeluarkan.
Minimal sekali harus pulang pokok dan yang jelas harus untung setelah menjadi anggota legislatif,” kata Taufiq A Rahim secara khusus kepada Serambi, kemarin.
Celakanya, kata Taufiq, bagi caleg yang gagal, karena besarnya akomodasi semasa kampanye, kemudian tak terpilih saat kontestasi 17 April mendatang, maka bisa diprediksi akan ada yang stres dan ujung-ujungnya rawan sakit jiwa. “Jika gagal sebagai anggota legislatif, maka rawan sakit jiwa karena modal dan biaya politik yang sudah dikeluarkan. Gejalanya akan cepat emosional, marah, murung, dan diperlukan penanganan serius,” kata Taufiq.
Dia mengamati, saat ini mayoritas caleg sudah memanfaatkan kekayaan serta hartanya untuk membiayai kampanye atau iklan politik. Bahkan, katanya, tak sedikit caleg yang sudah menjual tanah, rumah, kendaraannya, dan juga berutang untuk membiayai aktivitas selama ini. “Hal ini dilakukan semata untuk kampanye serta iklan politik melalui media massa, elektronik, media sosial, baliho, poster, stiker, pertemuan dengan konstituen, dan juga melibatkan tim sukses,” katanya.
Belum lagi, para caleg yang menghalalkan praktik politik uang untuk menang. Bahkan ada yang sudah mengeluarkan miliaran, ratusan dan puluhan juta rupiah. “Semuanya dalam usaha memperoleh kemenangan, kekuasaan, posisi politik sebagai anggota legislatif yang terhormat kedudukannya dalam sosial kemasyarakatan,” ungkap Taufiq.
Fenomena ini, lanjut Taufiq, menjadi kajian ekonomi politik dan bisnis yang tentunya memiliki risiko, baik caleg yang kalah maupun caleg yang menang. Taufiq mengatakan, agar ini menjadi perhatian bahwa marketing politik dan biaya politik yang digunakan menghadapi kontestasi dan persaingan politik Pemilu 2019 harus menjadi pertimbangan masyarakat dalam memilih.
“Ini rawan terhadap para politisi, akan mengalami sakit jiwa bagi yang gagal. Demikian juga secara kejiwaan yang menang akan berusaha memanfaatkan kekuasaan politiknya untuk melakukan manipulasi politik, terutama politik anggaran dari belanja publik untuk memperkaya diri, minimal juga rawan melakukan korupsi uang yang berasal dari rakyat yang dikelola negara,” pungkap Taufiq A Rahim.
Ingar-bingar politik jelang Pemilu 2019 semakin berdampak pada hubungan sosial kemasyarakatan. Masyarakat juga terus mengikuti kehendek para politisi yang sedang memiliki kepentingan politiknya. Pengamat politik dan pemerintahan, Taufiq A Rahim juga mengingatkan agar masyarakat tidak terjebak pada fanatisme dan absolutisme ideologi dan kepentingan politik para politikus.
“Perkembangan politik modern serta kemajuan peradaban saat ini, menggeser aktivitas serta perilaku politik dari para politisi. Partai politik serta para caleg perlu melihat rival politiknya sebagai suatu keniscayaan. Karena itu, diperlukan inovasi serta kreativitas politik yang muncul dari persaingan antarpartai politik dan antarcaleg,” kata Taufiq.
Karenanya, sikap politik atas perbedaan tersebut menjadi penilaian masyarakat. Persaingan untuk memperebutkan kursi, dukungan, dan hati rakyat untuk dipilih dari para kontestan, maka masing-masing berlomba menjadi terbaik di mata rakyat, karena di tangan serta pilihan merekalah yang menentukan kemenangan.
“Untuk kondisi kontemporer saat ini dengan cara memperkenalkan diri melalui pemasaran politik atau marketing politik, dianggap masih damai dan aman, sebagai metode dan cara alternatif agar memenangkan persaingan terhadap rival politik dalam pemilu 2019. Meskipun ada kampanye terbuka juga dilakukan sejak 24 Maret 2019 lalu,” pungkas Taufiq A Rahim.(dan)