Sekelumit Kisah "Kampung Cine" di Takengon

Penulis: Fikar W Eda
Editor: Mursal Ismail
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Salah satu kawasan Desa Hakim Bale Bujang, Takengon. Kawasan ini dulu disebut Kampung Cine. SERAMBINEWS.COM/FIKAR W EDA

Laporan Fikar W Eda | Jakarta

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Di Takengon, Aceh Tengah, terdapat sebuah kampung didiami orang-orang Tionghoa. Masyarakat menyebutnya Kampung Cine.

Kampung itu berada persis di hulu Wih Pesangan, masuk dalam Desa Hakim Bale Buang (HBB). Kampung Cine itu juga pernah populer dengan sebutan Kampung Asia.

Baca: Penjelasan Medis dan Agama Soal Sahur Hanya Minum Air Putih

Bagaimana asal muasal datangnya orang-orang Cina Takengon? "Orang-orang Tionghoa itu sengaja didatangkan dari Ranto Kuala Simpang pada zaman Belanda, untuk berjualan," kata Hamid Hakim dalam suatu diskusi terbatas di Musara Gayo, Jakarta, beberapa waktu lalu.

Hamid Hakim, adalah turunan dari Reje Peparik atau Pengulu Hakim, kerajaan yang memerintah wilayah Hakim Bale Bujang.

Baca: Fahri Hamzah Sebut Prabowo- Sandiaga Menang Mutlak Jika Menggunakan Sistem Amerika

Hamid Hakim saat ini berusia 72 tahun, ayahnya bernama Reje Dulah (Abdullah), dan kakeknya bergelar Reje Peparik bernama Lebe Cut. Hamid Hakim, pensiunan Departemen Pekerjaan Umum dan tinggal di Cinere Jakarta.

Hamid Hakim mengisahkan, ketika Belanda datang ke Takengon pada 1904, minta Reje Peparik atau Lebe Cut membangun beberapa bangunan toko di kota itu. "Reje Peparik adalah seorang arsitek, " kata Hamid tentang keahlian sang kakek atau 'awan' dalam bahasa Gayo.

Di antara bangunan-bangunan yang dikerjakan Reje Peparik, kata Hamid Hakim, termasuk rumah Reje Ilang, kantor-kantor Belanda, dan toko.  "Ada perjanjian membangun kota dengan Belanda," kata Hamid Hakim.

Baca: Di Abdya, Ada KPPS Tertidur di Masjid

Pembangunan Jalan Bireuen-Takengon masa itu juga melibatkan Reje Peparik.

Setelah pembangunan kota rampung, lanjut Hamid Hakim, maka perlu diisi pedagang. Tapi Belanda tidak mau, pedagang yang berjualan di toko-toko Takengon berasal dari Kuala Raja, sebutan Bireuen atau Aceh pesisir.

Reje Paprik kemudian mencari orang Cina yang masa itu banyak bermukim di Ranto Kuala Simpang.

Hamid Hakim masih ingat betul, nama-nama orang Cina yang dibawa ke Takengon untuk berjualan, yaitu Ali Kameng, Apo, Akeng, Akang, Apu, Alok.

Selain berjualan, orang-orang Cina itu juga jadi tukang, dan menetap di daerah yang kemudian dikenal sebagai Kampung Cine tadi.

Baca: Jadwal Semifinal Liga Champions 2018-2019, Barcelona Vs Liverpool dan Tottenham Vs Ajax Amsterdam

"Itu awalnya tanah mililk Abu Gele. Batasnya mulai dari Tengku Hasan Toko Badung sampai Wih Pesangan. Kemudian  semua dijual ke orang Cina tadi, si Apung, dan Aheng," jelas Hamid Hakim.

"Itulah awalnya, hingga orang-orang Tionghoa berada di Takengon," ujarnya.

Turunan dari orang-orang Tionghoa itu masih tetap berada di kota dingin itu. Berasimilasi dengan budaya setempat juga melangsungkan perkawinan. Mereka telah menjadi bagian dari "urang Gayo."

Selain orang Cina, Reje Peparik.juga mendatangkan orang Minang ke Takengon. Tujuannya juga untuk berdagang, membuat kasur, bantal, kuali dan alat-alat rumah tangga lainnya.

Baca: Penjelasan MetroTV terkait Viralnya Grafis Data Quick Count Pilpres Sempat Menangkan Prabowo-Sandi

Generasi Minang pertama didatangkan pada 1921. Mereka dari Padang Panjang. Yang pertama datang adalah bapak dari Angku Saifuddin. Reje Peparik lalu memberi tanah di daerah yang sekarang bernama Tetunjung. "Bahasa Minang, Tunjung artinya berkunjung," jelas Hamid Hakim.

"Tokoh Minang, Pak Kamaruddin (ayahanda dari Abang Djawahir) diangkat jadi saudara satu ibu satu bapak dengan Abang Husin Yuski. Pak Kamaruddin diberikan tanah di Tetunjung. Beliau adalah guru," tambah Hamid Hakim lagi. Sampai sekarang keluarga Minang mendiami daerah Tetunjung tadi.

Baca: Sehari Pascapemilu 2019, Situs Resmi KPU dan Penghitungan Real Count Sempat tak Dapat Diakses

Terakhir, lanjut Hamid Hakim, tahun 1927 kembali didatangkan orang Minang dari Padang Panjang. Komunitas Minang ini diberi nama Pengulu Padang, dan membangun Mersah Padang. Termasuk di dalamnya Toko Tanjung Raya.

Setelah pembangunan kota Takengon selesai, dan mengisi dengan para pedagang orang-orang Cina dan Minang, serta sebahagian pedagang orang Gayo sendiri. Begitlah sekelumit cerita tentang Kampung Cine. (*)

Berita Terkini