Polemik Bendera Aceh

Surati Mendagri, M@PPA Pertanyakan Pencabutan Qanun Bendera dan Lambang Aceh

Penulis: Yocerizal
Editor: Yocerizal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Koordinator M@PPA, Azwar A Gani, mengantar surat ke Kantor POS Banda Aceh, Senin (19/8/2019). Surat tersebut ditujukan ke Mendagri, mempertanyakan surat keputusan pembatalan beberapa pasal dalam Qanun Bendera dan Lambang Aceh.

Surati Mendagri, M@PPA Pertanyakan Pencabutan Qanun Bendera dan Lambang Aceh

Laporan Yocerizal | Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Masyarakat Pengawal Perdamaian dan Pembangunan Aceh (M@PPA) menyurati Menteri Dalam Negeri (Mendagri).

Surat tertanggal 12 Agustus 2019 itu mempertanyakan Keputusan Mendagri Nomor 188.34-4791 tentang pembatalan beberapa ketentuan dalam Qanun Aceh tentang lambang dan bendera.

"Surat sudah kita kirimkan melalui Kantor Pos tanggal tadi pagi," kata Koordinator M@PPA, Azwar A Gani kepada Serambinews.com, Senin (19/8/2019).

Azwar dalam suratnya menyampaikan bahwa Keputusan Mendagri itu memicu keruciragaan publik Aceh, sebab surat keputusan itu telah diterbitkan sejak tiga tahun lalu.

"Seolah-olah Pemerintah Pusat dalam hal ini Kemendagri sengaja menyembunyikan surat keputusan tersebut dengan maksud dan tujuan yang belum diketahui," tulis Azwar.

Sebut Bintang Bulan Bendera Separatis, Polda Juga Tegaskan Qanun Bendera Sudah Dibatalkan Mendagri

VIDEO - Anggota Dewan Aceh Utara Banyak yang Absen pada Upacara Pengibaran Bendera

Mengenal Azhari Cagee, Komandan Bom yang Dipukul Oknum Aparat saat Demo Bendera Bintang Bulan

Terkait Kericuhan di DPRA, Polisi: Ada Upaya Paksa Menurunkan Merah Putih, Mahasiswa Membantah

Dia melanjutkan, sejak disahkan DPRA tahun 2013 lalu, Qanun aceh tentang Lambang dan Bendera telah menuai polomik selama enam tahun dan terus menjadi alat propaganda para elite politik di Aceh.

Peran opini pro dan kontra di berbagai media yang telah berlangsung sejak lama berpotensi memicu pembelahan sosial di tingkat elite maupun masyarakat.

Hal ini dikhawatirkan dapat menjadi benih konflik sosial antardaerah, mengingat residu konflik Aceh sebelum perdamaian Helsinki belum benar-benar 'sembuh' total.

Apabila tidak ada penyelesaian yang tuntas, pro kontra ini akan terus berlangsung sampai kapanpun dan tentunya hak ini sangat tidak produktif bagi keberlangsungan pembangunan Aceh," beber Azwar A Gani.

Atas dasar itu, M@PPA sebagai salah satu elemen sipil meminta kepada Mendagri untuk menjelaskan kepada publik terkait surat kepudia tusan pembatalan qanun bendera dan lambang Aceh tersebut.

Hal ini, dia katakan, penting bagi publik Aceh untuk mendorong Pemerintah Aceh dan DPRA agar transparan dan terbuka kepada rakyatnya sendiri.

Selain itu juga agar polemik bendera dan lambang Aceh tidak lagi menjadi 'gorengan' para politisi yang tak bertanggung jawab.

Apabila publik Aceh telah mendapatkan informasi yang utuh, tentunya elemen-elemn sipil dapat bersikap tegas dengan cara mendorong DPRA dan Pemerintah Aceh supaya bersikap bijak untuk mengimplementasikan Qanun Bendera dan Lambang Aceh sebagai qanun yang dapat diterima oleh semua kalangan, serta selaras dengan aturan yang ada.

Akui Ada Pemukulan Terhadap Azhari Cagee, Polda Aceh Sampaikan Prihatin

Azhari Cagee Memar di Bahu dan Dada

Tanggapi Kasus Pemukulan Anggota Dewan, M@PPA: Terima Kasih Pak, Anda Masih Profesional

Terkait Kericuhan di DPRA, Polisi: Ada Upaya Paksa Menurunkan Merah Putih, Mahasiswa Membantah

"Besar harapan publik Aceh bahwa bendera dan lambang Aceh dapat diterima oleh seluruh rakyat Aceh segera terwujud. Cukup sudah enam tahun energi publik Aceh terkuras sia-sia untuk satu persoalan qanun saja," demikian Koordinator M@PPA.

Selain kepada Mendagri, pihaknya juga menembuskan surat tersebut ke Menkopolhukam, Dirjen Otonomi Daerah, Gubernur Aceh, dan Pimpinan DPRA.(*)

Berita Terkini