Laporan Khalidin | Subulussalam
SERAMBINEWS.COM, SUBULUSSALAM - Perkebunan selama ini menjadi andalan terbesar Kota Subulussalam. Selain memiliki lahan yang luas, sebagian besar penduduk Subulussalam merupakan petani tradisonal.
Salah satu komoditas perkebunan yang menjadi primadona bagi masyarakat di sana adalah kelapa sawit selain karet atau sedikit sektor pertanian.
Berdasarkan catatan Serambi, sejak era 2000-an hingga sekarang, kelapa sawit menjadi komoditas yang terus digeluti masyarakat meskipun belakangan para petani kerap dicekcoki naik turunnya harga Tandan Buah Segar (TBS).
Pada dekade terakhir ini, kelapa sawit secara perlahan terus menjadi tanaman pavorit petani bahkan para pemodal di Kota Sada Kata itu.
Tak ayal, di lapangan pengembangan perkebunan kelapasawit ini dapat ditemui di hampir seluruh penjuru daerah hasil pemekaran dari Aceh Singkil tersebut. Kondisi ini memicu para petani setempat ikut beralih kepada usaha lain yang dianggap lebih menguntungkan yakni kelapa sawit karena tergiur dengan hasilnya.
Tak hanya itu, para pejabat dan orang-orang berduit di Subulussalam juga terus berpacu membuka perkebunan kelapa sawit termasuk pemodal luar daerah seperti Sumatera Utara.
Bahkan, kini dapat dikatakan, pendapatan utama masyarakat di Subulussalam dari perkebunan kelapa sawit.
Seiring dengan itu, pemerintah turut memberi andil untuk mempromosikan pembangunan perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu upaya peningkatan ekonomi masyarakat, tahun anggaran 2008-2009 hingga 2017 lalu, melalui dana APBA, Otsus bahkan APBK setempat.
Dari alokasi dana tersebut, pemerintah mengalokasikan dana untuk pengembangan perkebunan rakyat berupa kelapa sawit seluas ribuan hektare.
Umar, salah seorang petani kepada Serambi Minggu (1/9) mengatakan besarnya potensi perkebunan kelapa sawit di Kota Subulussalam.
Kilauan investasi perkebunan di Subulussalam menurut Umar selaras dengan potensi sumber daya alam yang ada di daerah tersebut. Selain lahan yang luas dengan potensi sumber daya alam seperti curah hujan, sinar matahari dan topografi sangat mendukung tumbuhnya tanaman perkebunan seperti kelapa sawit.
Sunguh pun demikian lanjut Umar, sebagian besar warga Subulussalam merupakan petani turun temurun dengan pola tanam yang masih sangat tradisional, sehingga pertumbuhan ekonomi rakyatnya juga bejalan lamban.
Untuk memacu ekonomi rakyat melalui perkebunan, Umar meminta pemerintah setempat agar mengupayakan pola revitalisasi perkebunan rakyatnya.
Upaya yang bisa dilakukan pemerintah Kota Subulussalam saat ini dengan mendorong agar kelapa sawit menjadi komoditas rakyat bukan perusahaan dengan memperluas kesempatan kepemilikan kebun oleh masyarakat lokal.
Baca: Tak Ada Jembatan, Petani Subulussalam Angkut Kelapa Sawit dengan Perahu
Baca: Ketua Apkasindo Subulussalam: Harga TBS Sawit Harusnya Bisa di Atas Rp 1.180 Per Kg
Baca: BKSDA Subulusalam Evakuasi Orangutan Sumatera dari Perkebunan Kelapa Sawit
Pembukaan kebun diupayakan mandiri oleh petani melalui lembaga berbadan hukum seperti koperasi yang dikelola petani dengan bantuan pembiayaan dari perbankan atau lembaga keuangan lainnya dengan jaminan pemerintah.
Yang tak kalah pentingnya, membantu kemandirian petani dalam proses pengolahan dan pemasaran sehingga tidak selalu dimonopoli oleh pengusaha.
Persoalan yang terjadi dalam tiga tahun terakhir ini menyangkut kondisi harga TBS yang merosot tajam.
Bahkan, sebulan lalu harga TBS di Subulussalam nyaris mencapai titik nadir. Sehingga timbul kekuatiran jika komoditas kelapa sawit tak lagi dapat diandalkan untuk penopang perekonomian masyarakat.
Hal ini melihat harganya yang saban tahun terjadi naik turun secara drastis.
Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Kota Subulussalam versi Munas Jakarta, Subangun Berutu mengatakan harapan tetap ada seiring gencarna pemerintah malakukan inovasi dan meyakinkan pasar global.
Selain itu adanya pemakaian CPO untukk dalam negeri bio fuel 20% (B20) yang kini sudah berjalan. Kemudian kata Subangun optimism lain yakni program B30 untuk maksimal tahun 2020.
Kendati demikian, Subangun berharap sepatutnya pemerintah untuk meningkatkan penyerapan dalam negeri sebagai ketahanan ekonomi, menghemat import BBM fosil.
Yang terjadi saat ini, lanjut Subangun kekhawatiran petani sehingga pemerintah wajib menjaga pasar, dan ada keberpihakan langsung.
Ini bisa ditunjukan dengan pembentukan lembaga BPDKS yang dapat dirasakan langsung manfaatnya masyarakat, baik itu dibidang pendidikan, pelatihan, rehabilitasi dan replanting kebun kelapa sawit petani.
”Dan pengusaha PMKS juga bersentuhan langsung dengan petani harus transparan terhadap harga beli TBS yang telah ditetapkan pemerintah,” ujar Subangun.
Baca: Pizza Tektek Pelleng, Oleh-oleh Ala Penang Premier BUMDes Penanggalan Subulussalam
Baca: Kontroversi Hari Jadi Subulussalam, Ini Bukti Dokumentasi Surat Mantan Gubernur Prof Ali Hasyimi
Baca: Menjajal Arung Jeram Lae Kombih, Obyek Wisata Alam di Subulussalam
Ditambahkan, selama ini petani swadaya/mandiri banyak dirugikan dari harga beli TBS rendah, padahal petani mandiri, sudah jauh hari berbenah dengan menggunakan benih bersertifikat, lahan yang tidak tumpang tindih leglitasnya sudah berupa SHM, untuk mendorong program ISPO (sawit ramah lingkungan dan berkelanjutan).
“Intinya, jika pemerintah harus tampil di depan guna menstabilkan pasar sawit sehingga menjadi andalan ekonomi masyarakat,” pungkas Subangun
Para petani sawit juga berharap dukungan pemerintah terutama dalam hal kesediaan pupuk dan permodalan.
Selama ini, petani mengaku kesulitan untuk mengurus kelapa sawit secara maksimal atau peremajaan bagi tanaman usia 25 tahun lebih yang akan direplanting.
Lantaran itu, petani berharap agar adanya upaya pemerintah memberi akses modal khusus untuk peremajaan kebun kelapa sawit masyarakat di Subulussalam.
“Yang paling kami butuhkan masalah biaya peremajaan kelapa sawit, kabarnya ada program pemerintah bagi tanamankelapa sawit usia 25 ke atas atau yang harus direplanting tapi kami masyarakat petani tidak paham cara dan di mana mendapatkannya,” tambah Subangun.
Karena itu, petani meminta pemerintah untuk memberikan modal bagi petani secara khusus serta biaya replanting atau peremajaan.
Petani juga butuh modal. Pemerintah diminta memberi bantuan modal petani dan menggerakkan sektor terkait untuk mendorong tumbuhnya industri pertanian.
Petani sawit juga meminta pemerintah agar memprogramkan kredit untuk mengembangkan pertanian dan perkebunan dengan bunga ringan dari perbankan.(*)