Laporan Zainun Yusuf | Aceh Barat Daya
SERAMBINEWS.COM,BLANGPIDIE – Warga Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya) yang menderita gangguan jiwa tahun 2019 terdata mencapai 597 orang tersebar di sembilan kecamatan.
Jumlah itu meningkat 40 orang dibandingkan penderita tahun lalu tercatat 557 orang.
Diantara penderita 597 orang sedang dalam penanganan petugas di puskemas-puskesmas itu, dua penderita diantaranya harus dipasung.
Kedua pasien dalam pasungan tersebut berada di Desa Ie Mameh dan Desa Alue Pisang, Kecamatan Kuala Batee.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Abdya, Safliati SST dihubungi Serambinews.com, Jumat (20/9/2019) menjelaskan, 597 penderita gangguan jiwa itu tersebar di sejumlah kecamatan.
Dirincikan, 304 penderita kategori mandiri, 189 penderita ketegori bantuan, 62 penderita kategori ketergantungan dan 2 penderita harus dipasung atas permintaan mayarakat.
Ada pun yang menjadi faktor penyebab sehingga mengalami gangguan jiwa, menurut Kepala Dinkes Abdya, Safliati, didampingi Staf, Dewi, disebabkan faktor genetik, lingkungan, sosial ekonomi dan narkoba.
Sebanyak 597 penderita ganguan jiwa tersebut sedang dalam penanganan dan dikunjungi (visit) oleh petugas di puskesmas-puskemas setempat.
Penanganan yang dilakukan ketika ditemukan kasus penderita gangguan jiwa, maka Puskesmas lokasi tempat tinggal penderita sakit jiwa merujuk yang bersangkutan ke Rumah Sakit Umum Teungku Peukan (RSU TP) Abdya.
Bila dianggap perlu, dirujuk lagi ke Rumah Jiwa Meulaboh atau Banda Aceh.
Dalam hal ini, kata Safliati sangat diperlukan jaminan anggota keluarga, baik jaminan mengurus peserta BPJS dan kesiapan menerima kembali pasien setelah kondisi jiwanya membaik.
Sejumlah fakta sangat menyesakkan ditemukan di Abdya. Pihak keluarga menolak menerima kembali pasien penyakit jiwa setelah ditangani di rumah sakit jiwa, padahal kondisi jiwanya sudah membaik.
“Ada anak yang menolak menerima ibu yang sebelumnya menderita sakit jiwa, padahal kondisinya sudah membaik. Kami sempat bingung harus diserahkan kemana. Akhirnya, ada keluarga lain berbaik hati menerima ibu tersebut,” kata Dewi, Kasi yang menangani penyakit jiwa masyarakat pada Dinkes Abdya.
Menyangkut masih ada dua penderita gangguan jiwa yang masih dipasung, Kepala Dinkes Abdya, Safliati mengakui masih ada, yaitu satu pasien di Desa Ie Mameh dan satu lagi di Desa Alue Pisang, Kecamatan Kuala Batee.
Diakuinya pula kalau penderita sakit jiwa tidak boleh dipasung, tapi terpaksa dilakukan pihak keluarga atas permintaan masyarakat setempat.
Sebab, bila dilepas, kedua penderita sangat menggangu, malahan meresahkan masyarakat, termasuk pihak keluarga.
“Seperti, salah seorang penderita itu bila dilepas, suka memeluk perempuan, termasuk bidan desa dipeluknya. Masyarakat akhirnya membuat surat permintaan/pernyataan agar yang bersangkutan dipasung. Surat dari masyarakat itu masih ada di puskesmas,” kata Dewi.
Diantara 597 penderita yang ditangani, banyak yang membaik setelah ditangani dokter di Rumah Sakit Jiwa, meskipun harus di bawah pengawasan keluarga agar minum obat secara teratur sehingga tidak kambuh lagi.
Baca: Sejumlah Penderita Gangguan Jiwa Berkeliaran di Kota Blangpidie, Dinas Sosial Siap Antar ke RS
Baca: Penderita Gangguan Jiwa Resahkan Warga Kota Blangpidie Abdya, Sering Bakar Sampah di Depan Toko
Baca: Narkoba Hancurkan Generasi Aceh, Buktinya 2.516 Pemuda di Pidie Alami Gangguan Jiwa
Karenanya, tanggungjawab pihak keluarga sangat diperlukan.
Penderita Gangguan Jiwa di Kota Blangpidie
Menyangkut penanganan beberapa penderita gangguan jiwa yang berkeliaran di Kota Blangpidie, Kepala Dinkes Abdya, Safliati menjelaskan terkendala dihadapi pihak keluarga lepas tanggunjawab.
Selain itu, penderita diduga bukan warga Abdya, melainkan dari luar daerah.
Kesulitan dimaksud adalah menyangkut administrasi karena tidak terdaftarsebagai peserta BPJS, tidak punya KTP dan KK.
Rumah sakit jiwa tidak menampung, bila tidak ada ahli waris karena setelah kondisinya membaik, tidak tahu harus dikembalikan kemana.
Dari sedikitnya tiga penderita gangguan jiwa yang berkeliaran di Kota Blangpidie, satu diantaranya memang dikenali seorang pria bernama Ridwan, asal Lhok Sukoen, Lama Inong, Kuala Batee.
Pria paruh baya ini ‘hobi’ membawa sampah, kemudian dibakar di teras ruko dan jalan dalam Kota Blangpidie pada malam hari.
Tindakan warga kurang waras ini tentu menimbulkan kesesahan warga kota karena berpotensi menimbulkan peristiwa kebakaran.
Safliati, pria tersebut sebenarnya telah diamankan Satpol PP Abdya, Senin malam lalu. Ketika pria itu diamankan juga ada petugas dari Dinas Kesehatan/TPKJM Abdya.
Ridwan selanjutnya diserahkan kepada anggota keluarga di Lhok Sukoen, Kuala Batee.
“Kendala kami, pihak keluarga tak bertanggungjawab. Buktinya, pria tersebut sudah kembali lagi dan berkeliaran di kota Blangpidie,” kata Safliati.
Kemudian ada satu lagi perempuan yang diduga mengalami gangguan jiwa, tapi tidak diketahui berasal dari daerah mana.
“Dari bicaranya yang bisa kita pahami wanita tersebut diduga berasal dari Nagan Raya karena kata yang sering diucapkan ‘alue bilie, alue bilie’,” kata Kadis Kesehatan Abdya.
Sementara dalam penanganan masyarakat yang mengalami gangguan jiwa dengan mengunakan pelayanan BPJS sangat perlu jaminan pihak keluarga.
Karena dirujuk dari Puskesmas ke Rumah Sakit Teungku Peukan Abdya atau ke Rumah Sakit Jiwa di Banda Aceh, maka harus terdaftar sebagai peserta BPJS.
“Untuk didaftar sebagai peserta BPJS maka diperlukan KTP dan Kartu keluarga (KK), sementara warga yang bersangkutan tidak diketahui keluarganya. Kalau pun diketahui asalnya, tapi anggota keluarga tak bertanggungjawag,” papar Safliati.
Akan tetapi menurut Kepala Dinas Kesehatan Abdya, petugas dinas kesehatan dan pihak terkait lainnya pernah membantu mengurus KTP, KK untuk didaftar BPJS salah seorang wanita yang berkeliaran di kota Blangpidie, dan berhasil dibawa ke RS Jiwa.
“Setelah sekitar 3 bulan ditangani di rumah sakit jiwa dan kondisinya membaik. Tapi, entah bagaimana wanita bersangkutan sudah berada lagi di Kota Blangpidie,” kata Safliati. (*)