DPRA tak Bersuara, Elemen Sipil Sorot Peran Pengawasan Dewan  

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

DPRA Mandul

Koordinator Masyarakat Pengawal Otsus (MPO) Aceh, Syakya Meirizal juga memberikan tanggapannya mengenai lemahnya peran anggota DPRA periode 2019-2024. "Sejauh ini kita melihat DPRA masih mandul dalam menjalankan fungsi-fungsinya sesuai otoritas yang dimiliki," katanya.

Anggota DPRA menurutnya, masih sibuk dengan urusan internal, termasuk disibukkan oleh masalah tata tertib (tatib) yang tak kunjung selesai. Harusnya waktu dua bulan sudah memadai untuk menyelesaikan proses penyusunan Alat Kelengkapan Dewan (AKD). "Sebaiknya DPRA belajar pada teman-teman di DPRK yang bisa menyelesaikan urusan rumah tangganya dalam waktu singkat,” imbuh Syakya.

Melihat perkembangan terakhir, ia pesimis AKD DPRA bisa terbentuk akhir tahun 2019 ini, dan membuat DPRA tidak bisa menjalankan fungsi pengawasan secara maksimal. Kondisi ini, lanjutnya, sangatlah merugikan daerah.

“Bayangkan, pelaksanaan APBA-P 2019 berlangsung tanpa ada pengawasan sama sekali. Sehingga berbagai kebijakan eksekutif yang merugikan rakyat tidak mendapat advokasi sama sekali dari anggota DPRA,” ungkap Syakya.

Wakil Ketua DPRA, Hendra Budian, menanggapi sorotan dari elemen masyarakat sipil terhadap lembaganya yang dinilai lemah. Ia menegaskan bahwa DPRA tidak diam dan terus melakukan pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah Aceh.

"Kita tidak diam. Kita sepakat dengan masukan dari kawan-kawan masyarakat sipil selama ini terhadap kinerja Pemerintah Aceh, tentunya ini menjadi perhatian kami di DPRA," katanya menjawab Serambi, Sabtu (21/12/2019).

Terkait dengan beberapa hal selama ini yang menjadi sorotan publik, seperti rendahnya serapan anggaran, Hendra menyatakan akan melakukan komunikasi dengan pihak eksekutif untuk meminta klarifikasi atas masalah itu. Sementara terkait dengan wacana pembelian pesawat, politikus Partai Golkar ini mengatakan bahwa memang masalah itu masih wacana, tapi pihaknya tetap akan meminta penjelasan secara intensif kepada dinas terkait.

"Karena memang benar, (anggaran pembelian pesawat) itu belum masuk dalam APBA. Karena wacana ini melanjutkan MoU yang digagas oleh Irwandi Yusuf. Kita tetap akan kaji dan meminta klarifikasi yang konkret dari Pemerintah Aceh," ujarnya.

Di samping itu, Wakil Ketua DPRA ini juga berharap agar kritikan yang disampaikan publik selama ini harus menjadi dasar bagi Pemerintah Aceh untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) yang masih lemah.

"Kinerja SKPA harus menjadi PR (pekerjaan rumah) penting di awal tahun 2020 bagi Pemerintah Aceh, jika tidak ingin sorotan serupa terulang lagi di tahun berjalan. Kalau ini, tegas kami minta kepada Plt Gubernur untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja SKPA," pintanya.

Begitu juga kepada Sekda Aceh, Taqwallah yang selama ini sering turun ke daerah. Menurut Hendra Budian, Sekda tidak perlu lagi turun ke kabupaten/kota karena Sekda juga bertanggung jawab melakukan evaluasi kinerja SKPA.

"Karena tingkat keberhasilan Pemerintah Aceh itu ada pada kinerja SKPA. Misalnya, kenapa ada penumpang gelap. Artinya, Plt Gubernur harus berani melakukan evaluasi. Jika ini ada pembiaran, perlu dipertanyakan," ungkap politikus asal Bener Meriah ini.

Karena itu, sambung Hendra, DPRA juga menanti sikap Plt Gubernur Aceh dalam menyikapi sorotan publik terhadap melemahnya kinerja SKPA tahun 2019 agar tidak terulang pada tahun 2020. "Jika terlalu banyak sorotan publik kepada Pemerintah Aceh, ini akan melemahkan proses pembangunan di Aceh," pungkasnya. (dan/mas)

Berita Terkini