Laporan Masrizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Baru-baru ini Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh merilis Aceh masih bertahan sebagai provinsi termiskin di Pulau Sumatera di tengah besarnya anggaran daerah.
Terkait hasil survei ini, sejumlah pihak mengkritik pemerintah atas status tersebut.
Bahkan ada yang menaikan spanduk dengan nada Selamat Datang di Provinsi Termiskin se Sumatera.
Deputi Kepala BI Aceh, Teuku Munandar menyatakan bahwa kemiskinan di Aceh terjadi bukan karena semata-mata salah Plt Gubernur Aceh, Nova Iriansyah.
“Bukan hanya Pak Gubernur, tapi kita semuanya punya andil walaupun persentasinya berbeda-beda, termasuk DPRA,” katanya saat menjadi pembicara pada diskusi publik di salah satu warkop di Banda Aceh, Kamis (23/1/2020).
• Meunasah Rusak Dihantam Banjir, Warga Tangse Pidie, Makan Kenduri Maulid di Tenda
Diskusi itu diprakarsai oleh LSM Institute for Development of Achenes society (IDeAS) dan Masyarakat Peduli Otsus (MPO) Aceh dengan tema APBA 2020 Untuk Siapa?
Selain dari BI Aceh, hadir dalam diskusi itu Ketua DPRA, Dahlan Jamaluddin, Kepala Ombudsman Perwakilan Aceh, Taqwaddin, perwakilan Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh, praktisi hukum, pengamat, beberapa anggota DPRA, dan sejumlah elemen sipil lainnya.
• Survei Ombudsman Aceh, 4 Daerah Masih Berstatus Zona Merah Terkait Kepatuhan Pelayanan Publik
Dalam acara itu, Munandar juga menyebutkan salah faktor Aceh tidak terlepas dari status kemiskinan meskipun anggaran Aceh mencapai Rp 17,2 triliun untuk tahun 2020.
Menurutnya, beberapa provinsi yang APBD-nya kecil seperti Bali dan Kalimantan Selatan (Kalsel) bisa terlepas dari persoalan kemiskinan karena tumbuhnya industri di daerah tersebut.
APBD Bali dan Kalsel, kata Munandar, rata-rata Rp 7 triliun tiap tahun tapi bisa menekan angka kemiskinan.
Artinya, tidak perlu APBD besar untuk membangun ekonomi, tapi cukup dengan hadirnya industri.
“Kalau industri tidak ada bagaimana orang kerja, bagaimana orang memiliki penghasilan untuk hidup. Otomatis pengangguran akan tinggi kalau industri tidak ada," katanya.
"Sumatera penghasil CPO terbesar di Indonesia, tapi berapa banyak pabrik minyak goreng, hanya belasan, selebihnya di Jawa,” ungkap dia lagi.
• Warga Hadang Colt Muatan Arang di Bayeun, Diserahkan ke KPH Wilayah III di Langsa, Begini Kondisinya
Selain membahas masalah kemiskinan ia juga menyebutkan laju pergerakan ekonomi Aceh pada tahun 2019 yaitu pada angka 3,77-4,17 persen dibandingkan tahun 2018 sebesar 4,06.
“Tumbuh tapi lambat,” ujar Deputi Kepala BI Aceh ini di hadapan peserta diskusi yang dimoderatori Koordinator MPO Aceh, Syakya Meirizal dan Koordinator IDeAS, Munzami HS.
Sementara tahun 2020, BI memprediksi pertumbuhan ekonomi Aceh akan naik menjadi 4,83-5,23 persen.
Dasar proyeksi itu dilihat dari meningkatnya produksi batu bara yang berdampak pada nilai ekspor, harga kopi, kenaikan upah minimum provinsi (UMP), dan lain-lain.
• Dampak Wabah Virus Corona, Lion Air Hentikan Penerbangan ke Tiongkok, Dinkes DKI Imbau Warga Waspada
Sementara Abdul Hakim, perwakilan BPS Aceh menyampaikan metode survei yang dilakukan pihaknya terkait kemiskinan Aceh.
Ia mengatakan jumlah penduduk miskin ada penurunan, tapi tidak mengubah posisi Aceh sebagai provisi termiskin di Sumatera seperti tahun-tahun sebelumnya.
“Masalah kemiskinan ini menjadi tanggung jawab kita semua. Kami di BPS memotret apa yang terjadi di lapangan.
Tidak berpihak kemanapun. Kita berharap, dukungan anggaran untuk rakyat bisa mengurangi angka kemiskinan,” ujar Abdul Hakim.(*)
• WNA Amerika Serikat Penyelundup Brownies Ganja ke Indonesia Ditangkap, Temannya DPO