Berita Abdya

Sopir Labi-labi di Abdya Semakin Tergusur dan Protes Kehadiran Bus Sekolah di Luar Peruntukannya

Penulis: Zainun Yusuf
Editor: Mursal Ismail
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Beberapa angkutan labi-labi mangkal di pangkalan lokasi Jalan Pasar Lama Kota Blangpidie, Abdya, Kamis (30/1/2020). Keberadaan angkutan umum itu semakin tergusur, sehingga hanya bertahan beberapa unit lagi.

Beberapa unit labi-labi yang masih beroperasi sekarang ini hanya bisa mengharapkan penumpang siswa dengan tarif Rp 2.000 per siswa.

Laporan Zainun Yusuf| Aceh Barat Daya

SERAMBINEWS.COM,BLANGPIDIE - Labi-labi merupakan kendaraan angkutan umum sangat dekat dengan masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah. 

Perjalanan antardesa dan kecamatan, masyarakat senantiasa menggunakan jasa angkutan labi-labi.

Tidak heran kalau sebagian besar warga sangat mengenali sopir labi-labi yang menjadi langganannya.

Tetapi itu dulu. Beberapa tahun belakangan, keberadaan angkutan labi-labi melayani jasa angkutan umum di Kabupaten Aceh Barat Daya (Abdya), semakin tergusur.

Di Kota ‘dagang’ Blangpidie, ibu kota Kabupaten Abdya, terdapat dua pangkalan angkutan labi-labi yang sangat dikenali warga.

Dua Pemain Satoe Atjeh Perkuat Tim Liga Pro, Ini Profil Atletnya

Di Jalan Pasar Lama, tempat mangkal labi-labi melayani trayek angkutan Blangpidie-Babahrot (PP).

Sedangkan di Jalan Muslimin, tempat kumpul labi-labi melayani trayek angkutan umum Blangpidie-Manggeng (PP).

Sampai era tahun 2000-an, di Pangkalan Jalan Pasar Lama setiap hari mangkal sekitar 40 sampai 50 unit labi-labi melayani jasa angkutan umum, trayek Kota Blangpidie-Babahrot.

Sedangkan di Pangkalan Jalan Muslimin, setiap hari beroperasi  tidak kurang 50 mobil labi-labi melayani angkutan umum trayek Kota Blangpidie-Manggeng (PP). 

Setelah konflik melanda Aceh atau sekitar tahun 2005 ke atas, minat masyarakat menggunakan jasa angkutan labi-labi secara berangsur-ansur menurun.

Hingga sekarang tahun 2020, keberadaan labi-labi yang pernah merajai jalan raya di Asbdya sepertinya semakin tergusur.

Preman Bertato Tewas Duel dengan Karyawan Warung Mie Aceh, Minta Nasi Goreng Ancam Pakai Parang

Itupun kalau tidak mau disebut telah mati suri.

Kalau pun ada, hanya beberapa unit labi-labi mangkal di pangkalan sejak pagi sampai siang menunggu sewa atau penumpang.  

“Sampai tahun 2005, labi-labi yang beroperasi tiap hari berkisar 40 sampai 50 unit.

Sekarang tinggal 15 unit, dan yang rutin beroperasi sebanyak 8 unit,” kata Sinong, Ketua Labi-labi Trayek Kota Blangpidie-Babahrot kepada Serambinews.com, Kamis (30/1/2020).

Pemandangan semakin terpinggirkan angkutan labi-labi juga terlihat untuk trayek Kota Blangpidie-Manggeng.

Dulu, setiap hari beroperasi tidak kurang 50 unit. Sekarang, menurut keterangan tinggal belasan unit saja.

Beli Sabu Untuk Diberikan ke Orang Lain, Warga Darul Imarah Diringkus Polisi

Sebagian besar pemilik labi-labi memilih tidak beroperasi lagi dikarenakan pendapatan diperoleh semakin menurun.

Kemudian labi-labi dirombak menjadi mobil pikap melayani angkutan barang antardesa.

Didampingi beberapa sopir labi-labi lainnya, Sinong mengatakan, pendapatan dari usaha angkutan labi-labi  tidak bisa lagi diandalkan.

“Sebelumnya, termasuk ketika masa konflik melanda, kami bisa membawa pulang penghasilan Rp 200 sampai Rp 250 ribu per hari.

Sekarang,  hanya berkisar Rp 50 atau Rp 60 ribu setelah isi minyak,” katanya.

“Kalaulah ada pekerjaan lain, kamipun sudah mundur dari pekerjaan ini,” tambah Siman, sopir labi-labi asal Blang Dalam, Babahrot.

Malahan, sopir yang lain mengaku masih tetap bertahan karena saat pagi tiba, tidak tahu apa yang bisa dikerjakan selain sebagai sopir labi-labi.

Urbane Indonesia Benahi Kualasimpang, Biro Arsitektur Didirikan Ridwan Kamil Ini Sudah Mulai Bekerja

Protes bus sekolah di luar peruntukan        

Lalu, kenapa keberadaan labi-labi sebagai angkutan warga semakin tergusur.

“Sebagian besar warga telah memiliki sepeda motor (sepmor). Malah, satu rumah tangga punya dua unit sepmor,” kata Sinong.

Beberapa unit labi-labi yang masih beroperasi sekarang ini hanya bisa mengharapkan  penumpang siswa dengan tarif Rp 2.000 per siswa.

Namun, peluang tersebut ditikung oleh bus sekolah yang keberadaannya semakin banyak di setiap kecamatan.

Bahkan, ada beberapa kecamatan ditempatkan lebih dari satu unit bus sekolah. 

“Bus sekolah dikutip tarif Rp 1.000 per siswa,” katanya.        

Beberapa sopir labi-labi mengaku lapangan kerja mereka menjadi tergusur akibat banyak beroperasi bus sekolah.

Edi Suhendri Dipecat Karena Kasus Mesum, Ketua Panwaslu Subulusalam kini Dijabat Syahrianto Lembong

Betapa tidak, bukan saja antar jemput anak sekolah (siswa), bus badan sedang ini juga melayani jasa angkutan kegiatan kumpulan masyarakat desa dan sekolah.

Seperti melayani kelompok warga mengantar tanda atau mengantar sirih lamaran proses perkawinan dan kegiatan perkumpulan lain di masyarakat.

Kemudian, bus sekolah juga melayani jasa angkutan kegiatan wisata siswa jarak dekat (mengunjungi  lokasi wisata dalam kawasan Kabupaten Abdya).

 “Setahu kami bus sekolah hanya diperuntukkan untuk antar jemput siswa.

Kenapa digunakan untuk jasa angkutan yang lain, termasuk kegiatan warga pada malam hari,” kata sopir labi-labi asal Krueng Batee, Kuala Batee.

DPR RI Putuskan Biaya Haji 2020 Tidak Naik, Tetap Rp 35.235.602

Bahkan para sopir labi-labi mengaku tidak keberataan jika angkutan siswa oleh bus sekolah tidak dikenakan tarif (gratis), seperti beberapa daerah lain, asalkan bus  sekolah tersebut  fokus antar jemput siswa saja.

Terkait hal ini, para sopir labi-labi yang masih bertahan sekarang ini mengharapkan Dinas Perhubungan Abdya menertibkan operasioanal bus sekolah yang ditempatkan di titik kecamatan.

Harapan ini, karena dalam rapat-rapat yang diadakan, sejumlah sopir labi-labi secara terbuka mengemukakan keluhan  awak labi-labi, namun sama sekali tidak mendapat respon hingga sekarang.

Kesulitan ekonomi yang dihadapi saat ini, Pemkab Abdya juga diminta mengalokasikan bantuan pinjaman modal usaha bagi para sopir labi-labi. (*)

     

Berita Terkini