Balada 3 Penjual Mi Aceh di Medan, Terjerat Hukum Setelah Berduel dengan Preman Bertato

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Staf Ahli Anggota DPD RI, H Sudirman (Haji Uma), Muhammad Daud MSi (kiri) membezuk tiga penjual mi Aceh yang ditahan di Polrestabes Medan, Senin (3/2)

MUJUR tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Peribahasa itu sepertinya pantas dialamatkan kepada tiga penjual mi Aceh yang berduel dengan preman bertato, di Delicios Cafe-Mie Aceh Pasar Baru, Kelurahan Titirantai, Medan Baru, Sumatera Utara, Rabu (29/1).

Ketiga penjual mi Aceh ini telah ditetapkan sebagai tersangka atas kasus tewasnya preman bertato yang juga seorang mandor angkot, Abadi Bangun. Padahal dari cerita banyak saksi, ketiga orang ini awalnya berusaha membela dan menyelematkan diri mereka dari ancaman sang preman yang beringas saat meminta paksa sebungkus nasi goreng.

Ketiga penjual mi Aceh itu adalah Mahyudi (38) yang juga sebagai pemilik kafe dan dua karyawannya, Mursalin (32) dan Agussalim (32). Kini, ketiganya mendekam di balik jeruji besi Polrestabes Medan, Sumatera Utara setelah dijerat pasal 338 junto 351 ayat 3, tentang penganiayaan yang menyebabkan hilangnya nyawa orang lain.

Pengacara H Syarwani SH dari Law Office Syarwani SH & Associates akan mendampingi ketiga penjual mi Aceh ini untuk mendapatkan keadilan hukum.

“Peristiwa pidana ini harus dilihat secara utuh jangan parsial, harus komprehensif. Harus dilihat niat jahat itu awalnya dilakukan oleh siapa, dan ini fakta semua orang di situ malam itu tahu, niat jahat awalnya dari Abadi Bangun,” kata Syarwani dalam sebuah rekaman video yang dikirim Staf Ahli Anggota DPD RI, H Sudirman (Haji Uma), Muhammad Daud MSi, kepada Serambi Senin (3/2).

Kemarin, Haji Uma mengutus staf ahlinya, Muhammad Daud untuk membezuk Mahyudi, Mursalin, dan Agussalim yang kini ditahan di Polrestabes Medan, serta bertemu pengacara mereka, H Syarwani SH.

Dalam video yang direkam oleh Muhammad Daud itu, Syarwani menceritakan, malam itu Abadi Bangun datang ke kafe Mahyudi lalu meminta nasi secara paksa dan tidak membayar. Agussalim yang bertugas menjawab akan melapor dulu pada Mahyudi selaku bos kafe tersebut.

“Lalu dia marah dan memecahkan steling rak. Abadi lalu pergi dan ternyata dia balik lagi membawa parang dan menyerang,” katanya.

Di sini lah mulai ada perlawanan dari Mahyudi selaku pemilik kafe yang bertanggung jawab mengamankan suasana di kafenya itu. Mahyudi dengan sigap menangkis parang yang dihujam ke ke dirinya.

Dia berhasil, namun jempolnya luka sobek karena menangkis parang Abadi Bangun.

Setelah itu, terjadi perkelahian, Mahyudi yang harus terus membela diri tetiba mengambil kayu dan memukul Abadi Bangun lalu jatuh tersungkur.

“Karena dilihat ada balok, Mahyudi mengambil  untuk menyelematkan diri karena terancam jiwanya akan dibunuh. Lalu dipukulnya, kena leher dan Abadi terjatuh,” kata Syarwani.

Abadi belum menyerah, dia kembali bangun untuk menyerang. Seketika, Mursalin dan Agussalim pun bertindak, mereka berusaha merebut parang dan saat itu Mursalin secara reflek menendang bahu dan leher Abadi Bangun, untuk melindungi diri dan pengunjung dari Abadi Bangun yang cukup beringas.

“Saat itu ada massa juga di situ. Jadi semuanya dilakukan oleh mereka karena ingin membela diri. Makanya peristiwa ini harus dilihat secara utuh, kita lihat nanti saat gelar perkara,” ujar Syarwani.

Menurutnya, tak cocok polisi menjerat mereka dengan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, pasal 351 tentang penganiayaan, dan pasal 170 tengan pengeroyokan.

Halaman
12

Berita Terkini