Seperti terungkap dalam persidangan bahwa kasus tersebut bermula pada hari Jumat, 25 Oktober 2019, sekira pukul 16.00 WIB, terdakwa menjumpai korban yang barus saja selesai mengerjakan tugas kelompok di rumah temannya.
Terdakwa mengajak korban untuk keluar pada malam minggu. Korban menjawab tidak bisa memantikan bisa keluar pada malam minggu karena nenek korban tidak mengizinkan.
Tapi, terdakwa terus memaksa korban (Bunga) berusaha agar bisa keluar pada malam minggu, besoknya. Bila tidak, terdakwa mengancam akan keluar dengan perempuan lain.
Selanjutnya, pada hari Sabtu, tanggal 26 Oktober 2019, terdakwa menghubungi korban (Bunga) melalui media sosial yang isinya mengajak keluar malam. Korban saat itu menjelaskan tidak bebas keluar malam karena ada neneknya.
Terdakwa kembali mengirim pesan kepada korban isinya bahwa terdakwa menunggu Bunga di salah satu salon pukul 19.30 WIB.
Lalu, korban menghampiri terdakwa, kemudian korban dibawa jalan-jalan dengan sepeda motor milik terdakwa.
Saat sepmor melaju arah Cot Manee, Kecamatan Juempa, Bunga bertanya mau jalan ke mana? “Mau ke kampung abang,” jawab terdakwa.
Ketika korban bertanya lagi untuk apa ke kampung, terdakwa malah memperlihat kepalan tangan. Akhirnya, Bunga diam karena takut.
Terdakwa akhirnya membawa korban bersama sepeda motor ke dalam semak-semak lokasi pinggir jalan Desa Asoe Nanggroe, Kecamatan Jeumpa.
Di lokasi sepi dan gelap tersebut terjadi tindak pencabulan terhadap Bunga, meskipun korban telah berupaya melawan untuk melepaskan diri, namun tidak berhasil.
Setelah melakukan perbuatan tersebut, terdakwa mengantarkan korban pulang, namun hanya sampai sebatas depan salah satu salon, lokasi dekat Terminal Blangpidie.
Setelah perbuatan tersebut, terdakwa tidak pernah lagi menjumpai dan menghubungi korban, malah memblokir nomor handphone korban.
Sampai akhirnya, terdakwa berurusan dengan polisi. (*)