SERAMBINEWS.COM - Media Korea Selatan (Korsel), Munhwa Broadcasting Corporation (MBC) pada Rabu (6/5/2020) memberitakan praktek eksploitasi terhadap sejumlah anak buah kapal (ABK) Indonesia yang bekerja di sebuah kapal ikan milik Cina.
Stasiun televisi tersebut bahkan menyebut bahwa kondisi lingkungan kerja para WNI di atas kapal bak perbudakan.
Dalam cuplikan pemberitaan MBC, sejumlah ABK mengaku harus bekerja hingga 30 jam berdiri atau selama seharian lebih untuk menangkap ikan.
Terlebih, waktu istirahat yang diberikan pun sangat minim.
Mereka mengaku hanya diberikan waktu istirahat setiap 6 jam sekali, tepatnya saat jam istirahat.
Dengan jam kerja yang tak manusiawi dan berisiko tinggi, mengapa para ABK tergiur bekerja di atas kapal Cina?
Ternyata, gaji tinggi dan minimnya pekerjaan di dalam negeri yang mendorong orang mendaftar sebagai ABK di kapal-kapal ikan asing.
• MUI Tanyakan Ketegasan Pemerintah Soal Pengendalian Covid-19, Begini Respons Muhadjir Effendy
• Hari Ini 32 Tahun Lalu, Aceh Kehilangan Sosok H Dimurthala, Totalitas untuk Persiraja
• Kawanan Pencuri di Makasaar Bernasib Nahas Usai Bobol Rumah Pasien Virus Corona
Kapal-kapal ikan yang paling sering menampung ABK Indonesia umumnya berasal dari Taiwan, Cina, dan Korea Selatan.
Risiko bekerja di kapal-kapal asing sebenarnya telah menjadi rahasia umum di daerah yang menjadi kantong-kantong ABK yang merantau ke luar negeri seperti pesisir Pantura Jawa Tengah.
Siaran MBC, ABK Indonesia Dieksploitasi Berat di Kapal China. (MBC/ppomppu.co.kr) (MBC/ppomppu.co.kr)
Cerita perlakuan buruk juga sudah sering didengar dari mereka yang pernah bekerja di kapal asing.
Dikutip dari Kompas.com, Ketua Umum Serikat Buruh Migran Kabupaten Tegal, Zainudin, mengungkapkan gaji pelaut di kapal ikan asing variatif.
Untuk kapal ikan Cina dan Taiwan, gaji yang ditawarkan umumya minimal 300 dolar AS atau setara Rp 4,47 juta (dalam kurs Rp 14,9 ribu) per bulan.
“Kalau untuk kapal Taiwan dan Cina, gaji ABK rata-rata minimal 300 dolar AS, artinya bisa lebih tinggi tergantung pemilik kapal, bahkan bisa lebih rendah,” ungkap Zainudin dikutip dari Kompas.com, Sabtu (9/5/2020).
“Sebenarnya gajinya besar jika dibandingkan dengan bekerja di kapal ikan lokal,” lanjutnya.