BANDA ACEH - Badan Kepegawaian Negara (BKN) menerbitkan Surat Edaran (SE) Nomor 15/SE/VI/2020 Tentang Sistem Kerja Pegawai Dalam Tatanan Normal Baru di Lingkungan Badan Kepegawaian Negara. SE tersebut sebagai panduan pegawai untuk beradaptasi dengan tatanan normal baru.
SE Kepala BKN itu diterbitkan dalam rangka menindaklanjuti Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19 dan SE Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 58 Tahun 2020 tentang Sistem Kerja Pegawai Aparatur Sipil Negara dalam Tatanan Normal Baru.
“SE ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi setiap unit kerja untuk dapat mengidentifikasi jenis pekerjaan mana yang dapat dilakukan di rumah dan di kantor. Hal ini tentu berkaitan dengan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik yang terus berjalan di BKN,” ungkap Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama BKN, Paryono, dalam rilisnya yang diterima Serambi, Minggu (07/06/2020).
Paryono melanjutkan, SE itu juga memberikan panduan bagi pegawai dalam menjalankan pelayanan publik, penetapan komposisi kehadiran pegawai, penilaian kinerja, dan disiplin pegawai dalam penyelenggaraan kegiatan pada tatanan normal baru di lingkungan BKN.
Melalui SE tersebut, seluruh pimpinan masing-masing unit setingkat Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama diminta untuk menetapkan keterwakilan (jumlah dan nama pegawai) setiap bulan dan sistem kerja unit dibuat dengan menggunakan format sebagaimana tertuang dalam SE.
Selanjutnya mengenai sistem kerja pegawai dalam tatanan normal baru, ditetapkan keterwakilan pegawai setiap unit kerja yang bekerja di kantor dengan jumlah paling sedikit 10 persen dan paling banyak 50 persen. Sementara pegawai yang bekerja di rumah dengan jumlah paling sedikit 50 persen dan paling banyak 90 persen.
“Bagi pegawai yang bekerja di rumah, diwajibkan hadir ke kantor apabila diperlukan dan melakukan pelaporan hasil kerja setiap harinya. Selain itu juga terdapat larangan bepergian ke luar daerah bagi pegawai yang bekerja di rumah,” imbuh Paryono.
Untuk Kantor Regional (Kanreg) atau rumah pegawai yang wilayahnya masih menetapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) maupun Pembatasan Sosial Berskala Lokal (PSBL), maka keterwakilan di kantor dan di rumah adalah 10 persen dan 90 persen. Keterwakilan pegawai ini ujarnya, harus mempertimbangan, antara lain: domisili, usia, riwayat kesehatan, penggunaan transportasi kerja, jenis pekerjaan, kompetensi, kedisiplinan dan ketersediaan sarana kerja.
Di bagian lain, kata Paryono, untuk Pejabat Pimpinan Tinggi Madya dan Pratama di lingkungan BKN Pusat, wajib tetap masuk kantor dan beraktivitas seperti biasa. Sementara di lingkungan Kanreg, kewajiban tersebut ada pada Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama dan Administrator.
“Dalam hal ini, pimpinan unit kerja juga diminta untuk melakukan pengawasan terhadap keberadaan pegawai dalam melaksanakan pekerjaan dan kondisi kesehatan pegawai di lingkungan kerjanya. Setiap pengawasan, hasil pengawasan dan rekapitulasi pengawasan dilaksanakan sesuai dengan SE terlampir,” jelasnya.
Selanjutnya, bagi pegawai yang melakukan pekerjaan di kantor maupun di rumah, wajib melaporkan hasil pekerjaan kepada atasan melalui aplikasi e-Kinerja.
Kepala Biro Humas, Hukum dan Kerja Sama BKN, Paryono, dalam rilisnya yang diterima Serambi, Minggu (07/06/2020), juga menyampaikan bahwa untuk mengurangi risiko penularan Covid-19, jam kerja efektif pegawai yang bekerja di kantor dibatasi selama lima jam kerja.
Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 1 Tahun 2020 tentang Analisa Jabatan dan Analisis Beban Kerja, dengan waktu presensi masuk paling lama pada pukul 10.00 dan waktu presensi pulang paling lama pukul 18.00.
“Bagi pegawai yang bekerja di rumah tetap menggunakan ketentuan jam kerja normal yakni 7,5 jam,” sebut Paryono.
Presensi pegawai dilakukan secara manual, yang format dan mekanisme pelaporan rekapitulasi pemantauan keberadaan dan kondisi pegawai juga digunakan sebagai bukti kehadiran sampai dengan adanya pemberitahuan tentang perubahan mekanisme pengawasan.