Oleh: Fadhil Rahmi*)
KABAR soal meninggalnya Muhammad Zaki, guru asal Aceh di Nabire, Papua, mengusik hati saya sejak Senin (29/6/2020) pagi lalu.
Ada yang menghubungi saya via WhatsApp sehari menjelang almarhum berpulang, tetapi saya baru baca ketika almarhum sudah berpulang. Kecewa rasanya.
Makanya sejak Senin hingga Selasa pagi (30/6/2020), saya menelusuri jejak ibunda almarhum yang kabarnya berada di Banda Aceh.
Malam sebelumnya ada yang memberi kabar, ibu almarhum sudah pulang ke Mane Tunong, Aceh Utara. Ada yang mengatakan masih di Banda Aceh.
• Putra Aceh Menebar Bakti di Belantara Papua
• Cekgu Zaki ‘Pergi’ Sebelum Sempat Bertemu Ibunya
Baru pada Selasa pagi, saya memperoleh informasi bahwa ibu almarhum kini berada di Cot Kruet, Kecamatan Makmur, Kabupaten Bireuen.
Maka saya berangkat ke rumah duka secara mendadak pada Selasa setelah Raker Komite dengan Menteri dan sempat juga saya rapid test di pagi hari.
Baru siangnya, kami berangkat ke Bireuen. Kami tiba di lokasi pukul 17.21 WIB. Entah kenapa, mata saya tiba tiba berair saat melihat ibunda dari almarhum.
Wanita itu bernama Dahniar, 54 tahun. Ia cukup tua untuk wanita tanggung yang kini tinggal sendiri. Wanita itu kini tinggal bersama adik kandungnya, juga sudah berkeluarga di Cot Kruet.
Suami dari ibu Dahniar bernama Zakaria. Ia meninggal sekitar tahun 1992. Kini giliran Muhammad Zaki yang pergi umtuk selamanya.
Menurut ibu Dahniar, almarhum Zaki adalah anak yang berbakti. Ia selalu menyisihkan gajinya dari mengajar di Papua untuk menyewa tempat tinggal bagi dirinya.
Keterangan ini lagi lagi menyentuh hati saya.
• Soal Gaji 13 PNS TNI Polri dan Pensiunan Kemenkeu Minta Maaf, Sebenarnya Kapan Akan Dicairkan?
• Totalitas Rektor UNIBA Solo Lakukan Aksi Damai Bareng Mahasiswa, Lepas Baju dan Mengundurkan Diri
• Aksi Sujud Risma di Hadapan Dokter Viral di Medsos, Warganet Sarankan Wali Kota Surabaya Mundur
Almarhum Zaki mungkin hanya guru biasa. Ia mondok di dayah sekian lama di Gampong Teungoh, Kecamatan Sawang, Aceh Utara dan kemudian melanjutkan kuliah di Al Muslim jurusan FKIP Bahasa Indonesia dan selesai pada 2014 lalu.
Pada tahun 2015 lalu ia berangkat ke Papua sebagai guru terpencil hingga 2018. Dari 2018 hingga 2020, ia berstatus kontrak daerah karena dinilai baik serta akrab dengan warga di sana.
Setidaknya hal ini menurut pengakuan dr Mirza, dokter Aceh yang sejak 2011 juga bertugas di Papua, sama seperti almarhum. Saat saya datang, dr Mirza berada di rumah duka.