Bolehkah Umat Islam Menolak Jenazah Pasien Covid-19? Begini Penjelasan Ketua HUDA, Tu Sop Jeunieb
Laporan Yocerizal | Banda Aceh
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Penolakan jenazah pasien Covid-19 oleh warga sempat beberapa kali terjadi di Aceh. Pertama pada pasien AI yang meninggal pada 23 Maret 2020 dan Suh yang meninggal 27 Juni 2020.
Ada kekhawatiran jenazah pasien Covid-19 bisa menularkan infeksi. Padahal di dunia ini belum ada yang namanya penularan dari jenazah yang dikebumikan ke orang lain yang masih hidup. Penularan baru bisa terjadi lewat kontak tubuh dengan tubuh jenazah yang baru saja meninggal.
Karena itu, tatalaksana pengurusan jenazah pasien Covid-19 harus dilakukan oleh petugas yang telah ditunjuk, dan harus sesuai dengan protokol yang telah ditetapkan.
Lantas apakah penolakan jenazah pasien Covid-19 itu dibenarkan dalam Islam? Ketua Himpunan Ulama Dayah Aceh (HUDA), Tgk H Muhammad Yusuf A Wahab menegaskan, dalam kondisi apapun, Islam tetap memuliakan jenazah yang tertular Covid-19.
Merujuk kepada hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, ulama yang akrab disapa Tu Sop Jeunieb ini mengatakan, orang yang mengikuti jenazah saat dibawa ke kubur akan mendapat pahala seperti satu gunung Uhud.
“Jika menunggu sampai jenazahnya dikuburkan, maka ia mendapatkan seumpama dua gunung Uhud. Ini sebagai gambaran besarnya pahala mengikuti jenazah ke liang lahad,” kata Tu Sop kepada Serambinews.com, Jumat (3/7/2020).
• Polisi dan Petugas RSUZA Makamkan Jenazah Pasien Covid-19, Sebelumnya Sempat Ada Penolakan
• Berbeda dengan Indonesia, Jenazah Pasien Corona Justru Dimuliakan Dengan Cara ini di Madinah
• Begini Penjelasan Dokter Apakah Jenazah Korban Corona Bisa Menularkan Virus Atau Tidak?
Di sisi lain, Tu Sop menjelaskan, ini juga merupakan sebuah perintah bagi umat muslim untuk melaksanakan kewajibannya saat saudara se-Islam meninggal dunia.
Ini etika hubungan dalam Islam yang merupakan hak bagi orang yang sudah mati. Dalam Islam, antara sesama muslim memiliki hak dan kewajiban. Mulai dari hidup, sakit, sampai mati.
Tajhiz jenazah lanjut Tu Sop, adalah hak bagi orang yang mati, dan kewajiban bagi yang hidup. Semua kewajiban itu wajib dilaksanakan pada yang diwajibkan.
“Salah satu kewajiban adalah mengurus kematiannya, mengkafani, menshalatkan dan menguburkannya,” ujarnya.
“Jika kewajiban ini tidak dilakukan oleh orang yang hidup, maka ia (orang yang mati) dan Allah SWT kelak akan menuntut orang-orang yang masih hidup. Karena haknya orang yang mati ini tidak ditunaikan,” tambah Tu Sop lagi.
Lebih lanjut dia sampaikan, dalam Islam, sesuatu yang telah diperintahkan, baru bisa ditinggalkan apabila ada alasan yang membolehkannya.
• Nekat Ikut Memandikan Jenazah Ibu Mertua yang Positif Corona, Ibu Hamil Tertular Covid-19
• Sabang Haramkan Penolakan Jenazah Covid-19, Tgk Agam Hibahkan Tanah 1,3 Hektare
• Stop Tolak Jenazah Terinfeksi Covid-19, Begini Tata Cara Pengurusannya Sesuai Protokol & Fatwa MUI
Lalu dalam masa wabah virus Corona ini, apakah kewajiban itu akan hilang pada orang-orang yang masih hidup?