"Saat ini kami tidak menganggap wabah itu berisiko tinggi tetapi kami terus mengamatinya, memantau dengan cermat," kata WHO
SERAMBINEWS.COM – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Selasa (7/7/2020), mengatakan wabah pes atau bubonic plague di Mongolia Dalam, China sedang "dikelola dengan baik".
Selain itu, juga menilai tak berisiko tinggi penyebaran.
Pemerintah Kota Bayannur, Mongolia Dalam, China telah mengeluarkan peringatan pada hari Minggu lalu setelah sebuah rumah sakit melaporkan satu kasus yang diduga sebagai Pes.
Peringatan yang dikeluarkan pada hari Minggu menyusul empat kasus wabah yang dilaporkan pada orang-orang dari Mongolia Dalam di Bulan November lalu.
Laporan itu termasuk dua wabah pneumonia, yang merupakan varian wabah yang lebih mematikan.
"Kami sedang memantau wabah di China, kami menyaksikannya dengan seksama," kata juru bicara WHO, Margaret Harris dalam jumpa pers di Jenewa.
"Saat ini kami tidak menganggap wabah itu berisiko tinggi tetapi kami terus mengamatinya, memantau dengan cermat," tambahnya dikutip dari Reuters, Rabu (8/7/2020).
• Kasus Baru Wabah Pes Muncul di Mongolia, China Naikkan Level Siaga 3 Hingga Akhir Tahun
• Wabah Baru Bubonic Plague Muncul di Mongolia Dalam, China, Dikenal Juga dengan Pes atau Maut Hitam
• WASPADA! WHO Peringatkan Wabah Covid-19 Meningkat dengan Cepat, Kini di Fase Baru & Berbahaya
Wabah Bubonic atau Pes yang dikenal juga sebagai "Black Death" pada abad pertengahan adalah penyakit yang sangat menular dan sering berakibat fatal.
Wabah ini sebagian besar disebarkan oleh tikus atau marmut.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Byannur, Mongolia Dalam, China telah mengeluarkan status siaga III di seluruh kota sebagai upaya pencegahan.
Menurut laporan dari kantor berita Xinhua yang dikutip dari CNN, status level siaga kedua terendah dari IV tingkatan level di China tersebut, akan tetap berlangsung hingga akhir tahun 2020.
Dikutip dari Kompas.com, BBC pada hari Senin (6/7/2020) melaporkan bahwa penyakit ini muncul di sebuah kota wilayah otonomi Mongolia Dalam.
Satu kasus penyakit pes tercatat di Kota Bayannur yang pasiennya adalah seorang gembala.
• Wabah Covid-19 di Dunia Kembali Meningkat Cepat, WHO: Ini Fase Baru dan Berbahaya
• Lagi Tren di Pasaran, Jamur Enoki Justru Jadi Penyebab Wabah Listeria, Sudah Tewaskan 4 Orang
Saat ini, pasien tersebut dalam masa karantina dan kondisinya stabil.
Kasus baru ini awalnya dilaporkan sebagai dugaan wabah pes pada Sabtu (4/7/2020) di sebuah rumah sakit di Urad Middle Banner, Kota Bayannur.
Namun belum diketahui secara pasti bagaimana pasien itu dapat terinfeksi wabah pes.
Otoritas kesehatan Bayannur sekarang mendesak orang untuk mengambil tindakan pencegahan ekstra yang dapat meminimalkan risiko penularan dari manusia ke manusia.
Mereka juga melarang warga untuk melakukan perburuan atau makan hewan yang dapat menyebabkan infeksi.
"Saat ini, ada risiko epidemi wabah manusia menyebar di kota ini. Masyarakat harus meningkatkan kesadaran dan kemampuan perlindungan diri, dan segera melaporkan kondisi kesehatan abnormal," kata otoritas kesehatan setempat, dikutip dari China Daily.
• Apa Itu Wabah Listeria? Ini Gejala dan Cara Pencegahannya
• Perang Dengan Pandemi Covid-19 belum Berakhir, Wabah Ebola Baru Terdeteksi di Kongo
Otoritas Bayannur juga memperingatkan masyarakat untuk melaporkan temuan marmut yang mati atau sakit.
Marmut merupakan sejenis tupai tanah besar yang dimakan di beberapa bagian di negara China dan tetangganya Mongolia.
Secara historis, hewan ini telah menyebabkan munculnya wabah di wilayah tersebut.
Marmut diyakini telah menyebabkan epidemi wabah pneumonia pada tahun 1911 yang menewaskan sekitar 63.000 orang di timur laut China.
Kasus-kasus wabah pes terus dilaporkan selama beberapa waktu ini.
Baru minggu lalu, dua kasus wabah pes dikonfirmasi di Mongolia, yakni dua saudara yang sama-sama memakan daging marmut.
• Covid-19 Belum Usai, Wabah Virus Ebola Muncul Lagi, Menkes Kongo Laporkan 4 Kematian dan Infeksi
• Kasus Langka yang Disebabkan Parasit Cacing Guinea Ditemukan di Vietnam, Para Ilmuan Khawatir
Pada bulan Mei lalu, sepasang suami istri di Mongolia meninggal karena wabah pes setelah memakan ginjal mentah marmut yang dianggap sebagai obat tradisional yang baik untuk kesehatan.
Penyakit pes disebabkan oleh bakteri dan ditularkan melalui gigitan kutu dan hewan yang terinfeksi.
Penyakit ini adalah salah satu infeksi bakteri paling mematikan dalam sejarah manusia.
Wabah pes ini juga sudah menewaskan sekitar 50 juta orang di Eropa selama masa Black Death atau kematian hitam di Abad Pertengahan.
Wabah pes merupakan salah satu dari tiga wabah, menyebabkan kelenjar getah bening membengkak disertai dengan demam, kedinginan, dan batuk.
Dikutip dari CNN, pada pertengahan abad di Eropa telah muncul antibiotik yang dapat mengobati sebagian besar infeksi jika ditangani lebih cepat.
• Virus Jenis Baru Bunny Ebola Telah Menyebar di Seluruh Amerika, Serang Ribuan Kelinci Hingga Mati
• Dokter Amerika Serikat Sebut Virus Corona Mimpi Buruk di Planet Ini Selain Ebola dan HIV
Pengobatan modern saat ini dapat mengobati, tapi belum mampu menghilangkan wabah pes seluruhnya.
Baru-baru ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengkategorikan wabah ini sebagai penyakit yang muncul kembali.
Menurut WHO, di mana saja dari 1.000 hingga 2.000 orang mendapatkan wabah tersebut di setiap tahunnya.
Tetapi jumlah ini merupakan perkiraan sederhana, tanpa memperhitungkan kasus yang tidak dilaporkan.
Tiga negara paling endemik dimana wabah pes secara permanen terus bertahan di dalamnya adalah Republik Demokratik Kongo, Madagaskar, dan Peru.
• Angka Kematian Virus Corona Arab Saudi Tembus 2.017 Orang, Saudi Seleksi 1.000 Jamaah Haji 2020
Saat ini belum ada vaksin yang efektif untuk melawan wabah.
Namun jika infeksi penyakit ini cepat ditangani, antibiotik modern dapat mencegah komplikasi dan kematian.
Wabah pes yang tidak diobati dapat berubah menjadi wabah pneumonia yang dapat berkembang pesat, setelah bakteri menyebar ke paru-paru. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)