Cukup kita saja yang merasakan pahitnya konflik Aceh.
Jangan pernah dirasakan oleh anak cucu kita kelak.
Kita wariskan kepada generasi kita ke depan Aceh yang aman dan damai, sehingga tugas mereka nantinya membuat Aceh semakin maju dan meuceuhu ban sigom donya (terkenal ke seluruh dunia).
Kita berikan kesempatan mereka bersaing dengan negara luar dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi.
Jangan kita wariskan kepada mereka air mata, melainkan mata air.
Mari kita sama-sama merawat nikmat damai yang telah Allah anugerahkan ini.
Dengan perdamaian yang telah berusia 15 tahun kita jadikan sebagai renungan bersama bahwa damai itu lebih indah dibandingkan berkonflik.
Bersaudara itu lebih nikmat dibandingkan bercerai-berai.
Terakhir, hal konkret yang sejatinya kita tanam pada diri kita dalam merawat damai, yaitu saling menghargai dan menjauhkan diri dari penyakit hati serta iri dengki.
Karena pada hakikatnya konflik itu terjadi berawal dari hati yang tidak bersih kemudian terstimulus kepada tindakan.
Kita mohon kepada Allah semoga Aceh ini dijauhkan dari mara bahaya, bencana, dan fitnah.
Kelak masyarakat Aceh menjadi sejahtera dan selamat iman dunia akhirat. Aamiin ya Rabb.
*) PENULIS adalah Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.