Sejak saat itu, hanya sekali pihak keluarga mendapat kabar dari Musna. “Saat itu Musna mengabari kalau dia sudah bekerja di kapal,” ungkap Buni Amin kepada Serambi, Minggu (16/8/2020).
Sejak komunikasi tersebut, lanjutnya, pihak keluarga tak pernah lagi menerima kabar, dan tiba-tiba kabar menggejutkan itu datang di akhir Juli lalu. “Tanggal 23 Juli kami dapat kabar Musna sakit, sehari kemudian dapat kabar lagi sudah meninggal dunia,” imbuhnya.
Pihak keluarga di Bireuen kemudian dihubungi oleh perusahaan agency agar berangkat ke Batam menjemput jenazah. Tiket pulang pergi ditanggung oleh pihak perusahaan.
“Kami bertiga berangkat ke Jakarta tanggal 28 Juli, dan kemudian ke Batam pada tanggal 9 Agustus,” sebut Buni Amin.
Ketibaan mereka di Batam beberapa hari sebelum terbongkarnya penyelundupan tiga jenazah ke kawasan tersebut pada tanggal 12 Agustus 2020.
Begitu tiba di rumah sakit, pihak keluarga langsung datang untuk melihat dan memeriksa kondisi jenazah. Dan ternyata tidak ada tanda kekerasan. Pihak keluarga kemudian mengajukan permohonan kepada kepolisian agar jenazah tidak diautopsi.
Awalnya, polisi berencana melakukan autopsi untuk mencari tahu penyebab kematian keduanya. Namun pihak keluarga yakin, keduanya meninggal karena sakit, bukan karena kekerasan.
Buni Amin mengatakan, pihaknya sudah menyelidiki kondisi Musna sebelum meninggal dunia, termasuk kepada rekan kerjanya satu kapal, M Yani yang berasal dari Pidie. “Memang benar sakit, sakit dalam perut,” sebut Buni Amin. (dan/yos)