16 Tahun Ishak Daud Meninggal

Alm Tgk Ishak Daud di Mata Pengawalnya, Sosok Pemberani dan Selalu Ingatkan Pasukan GAM untuk Shalat

Penulis: Seni Hendri
Editor: Ansari Hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Panglima Sagoe 05 Idi Kuta Syafrizal Komeng, didampingi Tgk Afan mantan kombatan GAM, dan anak almarhum Tgk Ishak Daud, mengunjungi dan memanjatkan doa kepada almarhum Tgk Ishak Daud, dan istrinya Cut Rostina, di TPU Blang Geulumpang, Idi Rayeuk, Aceh Timur, Selasa (8/9/2020).

Laporan Seni Hendri I Aceh Timur

SERAMBINEWS.COM, IDI - Jafaruddin Tgk Yahya alias Tgk Affan, adalah salah satu mantan pengawal almarhum Tgk Ishak Daud, Panglima GAM Wilayah Peureulak yang meninggal dalam medan gerilya pada 8 September 2004 silam, atau 16 tahun silam.

Tgk Affan mengaku kenal almarhum Tgk Ishak Daud tahun 1999-2000.

Waktu itu ia ikut mendampingi Tgk Ishak Daud ke berbagai pertemuan di Aceh Timur.

Namun, saat kontak tembak di Tualang Pateng, Peureulak Timur, ia tidak ikut bersama almarhum.

Banyak kisah dan kenangan yang masih ia ingat saat mendampingi Abu Syik, panggilan akrab almarhum Tgk Ishak Daud kala itu.

“Beliau disiplin, tegas, dan konsisten serta sangat taat beribadah kepada Allah SWT. Ia juga selalu mengingatkan pasukan agar tidak lalai dalam beribadah kepada Allah SWT,” ungkap Tgk Affan yang ikut mendampingi Panglima Sagoe 05 Idi Kuta Syafrizal Komeng saat menziarahi makam almarhum di TPU Desa Blang Geulumpang, Kecamatan Idi Rayeuk, Aceh Timur, Selasa (8/9/2020) siang.

Ishak Daud dan cover dokumen yang diterbitkan USCR terkait pendeportasian dan perjanjian rahasia tentang pelarian politik Aceh antara RI dan Malaysia. (SERAMBINEWS.COM/FORSERAMBINEWS.COM)

Juga turut hadir dalam ziarah itu sejumlah kombatan GAM serta anak sulung almarhum Ambiya (20)

Dalam keadaan segenting apapun Tgk Ishak Daud selalu mengutamakan shalat.

“Walaupun musuh dekat ia tetap mengutamakan shalat. Bagi anggota yang lalai, ia bertanya apakah kamu masih waras. Kalau waras jangan tinggalkan shalat,” kata Tgk Affan, meniru ajakan shalat almarhum Ishak Daud terhadap pasukannya saat itu.

Begitu juga, shalat subuh, dalam keadaan sedarurat apapun beliau selalu mengajak pasukannya untuk shalat berjamaah.

Sosok Pemberani

Panglima Sagoe Idi Kuta, Syafrizal Komeng, mengaku juga pernah menjadi pasukan almarhum Tgk Ishak Daud.

Suatu ketika kala itu, ungkap Komeng, di daerah Buket Itam, Kecamatan Darul Ikhsan, ia bersama puluhan kombatan GAM lainnya sedang menghadang kedatangan aparat keamanan.

Dari empat grup atau sekitar 41 orang saat almarhum Tgk Ishak Daud berdiri di baris depan untuk menghadap lawan dan memimpin pasukan.

“Kalau mau perang kan kita hadang lawan. Tapi beliau tetap berdiri di baris depan untuk memimpin pasukan,” ungkap Komeng, seraya menyebutkan, bahwa almarhum adalah sosok panglima yang gagah, berani, tegas, dan taat beribadah kepada Allah SWT.

Almarhum Ishak Daud saat bersama masyarakat di Aceh Timur. (SERAMBINEWS.COM/Screen shot Youtube AchehNational)

Seperti diketahui tanggal 8 September 2004 adalah hari kelabu bagi perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM).

Pada hari itu, satu pejuang gerilya GAM yang amat disegani di wilayah Peureulak, Aceh Timur syahid.

Begini Hidup Ambiya & Adiknya Setelah 16 Tahun Panglima GAM WIlayah Peureulak Tgk Ishak Daud Syahid

Nasir Djamil : Presiden Jokowi Harus Respon Pinjaman Negara Emas 400 Kg dari Saudagar Gayo Lues

Mengenang 16 Tahun Kepergian Ishak Daud, Sang Panglima GAM yang Meninggal Bersama sang Istri

Ishak Daud Sang Fenomenal, Pernah Ditenggelamkam di Laut, Memimpin Gerilya GAM Hingga Akhir Hayatnya

Ia adalah Ishak Daud, yang dikenal sebagai Panglima GAM Wilayah Peureulak.

Ishak Daud syahid dalam satu pertempuran hebat dengan prajurit TNI di kawasan Babah Krueng, Peureulak Timur, Aceh Timur.

Ishak Daud syahid dengan penuh luka tembak di bagian kepala dan dada.

Ikut pula istrinya, Cut Rostina syahid di sisinya dalam pertempuran terakhir itu.

Ishak Daud bersama istrinya dimakamkan di Desa Blang Glumpang, Kuala Idi Rayeuk, Aceh Timur, tiga hari setelah tertembak.

Sejak peristiwa kelabu itu, GAM berduka.

Bendera bintang bulan setengah tiang berkibar menjadi saksi bisu atas syahidnya Sang Panglima.

Dalam rentetan perjuangan GAM membebaskan Aceh dari Indonesia, sosok Ishak Daud amat berpengaruh.

Ia adalah sosok panglima dan komandan yang dihormati dan disegani.

Bahkan para pengikut setianya memanggil Ishak Daud dengan sebuat "Abusyik", atau sosok yang dituakan dan dihormati.

Panglima Sagoe 05 Idi Kuta Syafrizal Komeng, didampingi Tgk Afan mantan kombatan GAM, dan anak almarhum Tgk Ishak Daud, mengunjungi dan memanjatkan doa kepada almarhum Tgk Ishak Daud, dan istrinya Cut Rostina, di TPU Blang Geulumpang, Idi Rayeuk, Aceh Timur, Selasa (8/9/2020). (SERAMBINEWS/SENI HENDRI)

Punya latar belakang pelatihan militer di Libya, sosok Ishak Daud kaya dengan pengalaman bergerilya di hutan belantara pedalaman Aceh Timur.

Ia memimpin gerilyawan GAM di wilayah Peureulak, Aceh Timur.

Sejak saat itu Ishak Daud diangkat menjadi Panglima GAM wilayah Peureulak.

Sosok Ishak Daud terbilang tampan.

Ia selalu tampil rapi meskipun sedang bergerilya di hutan.

Ishak Daud kerap menenteng senjata semi otomatis AK 47, dan sepucuk FN selalu terselip di pingganggnya.

Saat konflik berkecamuk di Aceh, sekitar tahun 2000-an, Ishak Daud menjadi primadona bagi media massa.

Apalagi ketika diketahui ia terlibat dalam penyanderaan jurnalis senior RCTI Ersa Siregar dan juru kamera Ferry Santoro berserta dua istri perwira TNI AU kala itu.

Peristiwa menghebohkan itu melambungkan namanya sebagai sosok gerilyawan yang berani.

Sebab, peristiwa itu terjadi pada 2003 saat Aceh dalam status darurat militer.

Dimana-mana ada razia.

Kontak tembak sering terjadi di pedalaman Aceh antara TNI dan GAM.

Peristiwa penyandaeraan Ersa Siregar dan tiga sandera lainnya membuat nama Ishak Daud sempat melambung, dan mengangkat pamor GAM.

Di mata Nani Afrida, mantan jurnalis Tabloid Mingguan Kontras (anak usaha Serambi Indonesia yang sudah tidak terbit lagi) sosok Ishak Daud adalah Panglima GAM yang tegas, berani, tapi ramah.

"Saat itu yang ada di kepala saya, sebagai wartawan muda yang masih miskin pengalaman dan agak naif, adalah Ishak Daud itu pemimpin GAM yang kejam. Dia sering menculik orang-orang yang dekat dengan militer seperti anak sekolah atau juga wartawan yang dianggapnya berat sebelah," tulis Nani Afrida dalam catatan pribadi berjudul "Panglima Ishak Daud di Mata Saya".

Testimoni berseri itu dimuat di blog pribadinya "Catatan Kecil" pada 2013.

Ternyata semua anggapan Nani tentang sosok Ishak Daud yang sangar tidak benar.

Kolase foto almarhum Panglima GAM Ishak Daud dan mantan Menteri Pertahanan GAM Zakaria Saman (Apa Karya). (KOLASE/DOK SERAMBINEWS.COM)

"Saya sempat terkagum-kagum melihat Teungku Ishak yang ternyata cool banget and was totally manly. Tubuhnya tinggi besar dan tegap. Cara bicaranya tegas, berlogat melayu dan sering sinis bila ditanya menyangkut kondisi Aceh dan kebebasan pers," tulisnya.

Dalam catatan itu Nani bersama beberapa jurnalis lain sempat merasakan langsung petualangan bergerilya bersama pasukan Ishak Daud di hutan belantara Peureulak, Aceh Timur.

Meskipun hanya semalam, namun pengalaman itu cukup memberi kesan mendalam baginya.

Kesan lainnya, Ishak Daud ternyata amat menghormati perempuan.

"Bila dengan wartawan lelaki Ishak bersalaman sangat lama, saya justru diperlakukan beda. Dia menjabat tangan saya sekilas dan begitu cepat seolah terpaksa harus bersalaman dengan perempuan. Meski begitu, dia begitu ramah pada saya, bahkan jauh lebih ramah dibanding pertemuan di Keude Geurubak beberapa tahun yang lalu." tulisnya.

Sebagai jurnalis yang kenyang meliput konflik Aceh, Nani merasa terenyuh dengan berita meningganya Ishak Daud dalam pertempuran dengan TNI pda 8 September 2004.

Repro koran Harian Serambi Indonesia edisi 11 September 2004 menerbitkan informasi tentang meninggalnya Panglima GAM Ishak Daud. (SUBUR DANI/LITBANG SERAMBI INDONESIA)

Peristiwa kelabu itu kini sudah 15 tahun berlalu, dan menjadi catatan sejarah kelam konflik Aceh.

"Teungku Ishak sudah almarhum, tetapi sepertinya beliau begitu hidup dalam pikiran saya sebagai wartawan yang pernah meliput lama di Aceh." tulis Nani.

Sempat menjadi reporter untuk koran berbahasa Inggris, The Jakarta Post beberapa tahun, Nani Afrida, salah satu jurnalis perempuan Aceh, kini memilih berkarier di Kantor Berita Turki sebagai Chief Correspondent Anadolu Agency.(*)

Berita Terkini