SERAMBINEWS.COM – Demo yang dilakukan oleh sejumlah elemen masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja berakhir ricuh di kawasan Harmoni, Jakarta, Kamis (8/10/2020) siang.
Pantauan Serambinews.com dari siaran langusung Youtube Kompas TV memperlihatkan aparat menembakkan gas air mata.
Bentrokan antara pengunjuk rasa dan aparat diduga karena massa ingin menerobos pembatas yang dibuat oleh aparat untuk mengahalau massa masuk ke kawasan Istana Negara.
“Demo pecah, rusuh, jalanan tutup” sumber suara dilapangan.
Terlihat personil kepolisian berusaha memukul mundur para pengunjuk rasa.
Tembakan gas air mata terus diletuskan oleh aparat untuk menghalau massa yang semakin memanas.
Saksikan Breaking News Kompas TV dibawah ini.
Sebelumnya, Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM-SI) akan menggelar demo secara nasional pada Kamis (8/10/2020).
Demo yang digelar aliansi BEM SI tersebut terkait disahkanya RUU Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang.
RUU kontroversional itu disahkan oleh oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) menjadi Undang-Undang, pada Senin (5/10/2020).
Pengesahan itu disetujui oleh tujuh fraksi, yang mayoritas pendukung pemerintahan Joko Widodo.
Ketujuh fraksi itu adalah, PDI-P, Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan Partai Nasdem.
• Ratusan Mahasiswa Unsam Ikut Aksi Unjuk Rasa Tolak UU Cipta Kerja di Gedung DPRK
Sementara itu, dua fraksi menyatakan menolak RUU untuk disahkan, mereka adalah Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), - yang merupakan partai oposisi.
Menurut BEM SI, tanggal 5 Oktober 2020 menjadi hari duka dan penghianatan sekaligus menjadi simbol atas matinya hati nurani para Dewan Perwakilan Rakyat terhadap rakyat Indonesia.
Hal itu dikarenakan telah disahkannya Omnibus Law menjadi sebuah undang-undang di tengah kondisi Indonesia yang sedang sakit Covid-19.
“Saat hati rakyat telah tersakiti, buruh menjadi korban atas kerakusan para penguasa dan oligarki, pendidikan, perekonomian, kesehatan dan segala aspek kehidupan dikebiri,
maka sampaikanlah keseluruh pelosok negeri, bahwa demokrasi kita telah mati!,” tulisnya, seperti dikutip Serambinews.com, Rabu (7/10/2020).
Maka dengan itu, BEM SI menyerukan kepada seluruh mahasiswa di Indonesia dari Sabang sampai Merauke untuk mengikuti aksi nasional.
“Kepada seluruh mahasiswa di Indonesia dari Sabang sampai Merauke untuk mengikuti aksi nasional yang diadakan pada hari Kamis, 8 Oktober 2020, pukul 10.00 WIB, bertempat di Istana Rakyat,” seruan BEM SI.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengetok palu tanda disahkannya omnibus law RUU Cipta Kerja menjadi Undang-Undang pada Senin (5/10/2020).
Pengesahan tersebut dilakukan dalam Rapat Paripurna ke-7 masa persidangan I 2020-2021 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
• Tolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, Mahasiswa Aceh Selatan Gelar unjuk Rasa ke Gedung DPRK
Pengesahan RUU Cipta Kerja ini bersamaan dengan penutupan masa sidang pertama yang dipercepat dari yang direncanakan, pada 8 Oktober 2020 menjadi 5 Oktober 2020.
Di sisi lain, pengesahan tersebut mendapat penolakan dari berbagai elemen masyarakat.
Hal itu disebabkan omnibus law UU Cipta Kerja, dinilai akan membawa dampak buruk bagi tenaga kerja atau buruh.
Pengesahan omnibus law RUU Cipta Kerja mendapat sorotan banyak pihak.
Selain terdapat poin-poin yang bertentangan, pengesahan tersebut dinilai super cepat.
Pembahasan undang-undang setebal lebih dari 900 halaman itu hanya dilakukan dalam waktu kurang dari satu tahun.
Sejumlah pihak pun menyoroti sikap pemerintah yang dinilai tidak transparan dan tergesa-gesa dalam mengesahkan undang-undang tersebut.
Padahal, Indonesia saat ini berada di masa pandemi yang membutuhkan penanganan ekstra melalui kebijakan-kebijakan pemerintah.
• Demo UU Cipta Kerja di Lhokseumawe Berlanjut ke Gedung DPRK
Tak ayal, pengesahan yang diangap buru-buru itu mendapat kritikan dan penolakan dari masyarakat.
Diakhir ajakan seruang untuk aksi nasional itu, BEM SI mengutip potongan puisi aktivisi Wiji Thukul.
“Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, Suara dibungkam kritik dilarang tanpa alasan, Dituduh subversif dan mengganggu keamanan, Maka hanya ada satu kata, "LAWAN"!, pungkasnya. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)
Baca Juga Lainnya:
• Jarak dari Irigasi hanya 400 Meter, Puluhan Hektare Sawah Ditelantarkan, Ini Kata Keuchik
• PM Armenia Tuding Turki Dalang Konflik di Nagorno-Karabakh, Sebut Ankara Kerahkan Tentara Bayaran
• Pasien Diduga Pulang ke Sumut, Ibu Hamil Positif Covid-19 yang Kabur dari Ambulans