Lokasi perkebunan rakyat ini lebih dekat dijangkau dari Desa Pulau Kayu dan Desa Ujong Padang, Kecamatan Susoh, meskipun harus menggunakan rakit penyeberangan di lokasi Krueng Teukuh.
Jika menggunakan kendaraan roda empat (mobil), lokasi tersebut bisa dijangkau melalui jalan melingkar yang jaraknya puluhan kilomter, yaitu dari Desa Pasar Pantee Rakyat menuju Cot Seumantok, Kecamatan Babahrot tembus Jalan 30 ke Pelabuhan Teluk Surin, Kecamatan Kuala Batee.
Artinya, pembangunan jembatan rangka baja Krueng Teukuh akan membebaskan masyarakat petani dari era rakit penyeberangan yang sudah dilalui bertahun-tahun.
Awal kepemimpinan Akmal-Muslizar, jembatan tersebut telah masuk dalam anggaran Dana Alokasi Khusus Aceh (Doka) atau Otsus 2018 sebesar Rp 10 Miliar.
Sayangnya, anggaran yang telah disepekati itu 'berubah' ditengah jalan, dan dialihkan untuk pembangunan jembatan Mancang Riek, Kecamatan Setia dengan anggaran Rp 10 miliar.
Anggaran Rp 10 miliar itu, rencananya untuk pengadaan rangka baja sepanjang 105 meter, biaya pemasangan dan pengecoran lantai jembatan.
Pengadaan jembatan yang mencapai 105 meter itu, dilakukan mengingat pemasangan jembatan Krueng Teukuh akan dilakukan dengan sistem kantilever atau tanpa perancah bawah, sehingga dibutuhkan rangka lebih panjang atau lebih 45 meter, sebagai penopang.
Seperti diketahui, jembatan Krueng Teukuh tersebut pernah terhenti pada tahun 2012, akibat terjadinya pemutusan kontrak.
Namun, pembangunannya kembali dilanjutkan pada tahun 2016, menggunakan anggaran APBK sekitar Rp 7,2 miliar.
Sayangnya, saat pemasangan jembatan rangka baja sudah mencapai 50 meter (dari total panjang 60 meter), jembatan tersebut ambruk, akibat air hujan yang membawa potongan kayu, dan pohon sawit kemudian menghantam tiang penyanggah rangka baja tersebut.
Tidak diketahui pasti, tiang penyanggah dari pohon kelapa itu, dengan mudah roboh, sehingga rangka baja itu ambruk ke dasar sungai, dan hingga saat ini rangka baja itu tidak berhasil diangkat, dan kini rangka baja itu menjadi mubazir.(*)