9 Pasal UU ITE Yang Berpotensi Multitafsir dan Jadi Pasal Karet, Ini Penjelasan Kapolri Listyo

Editor: Amirullah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo saat menggelar konferensi pers seudai melakukan pertemuan di kantor PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (29/1/2021). Dalam kunjungannya Kapolri kali ini merupakan bentuk silaturahmi antara Polri dengan ormas-ormas islam yang ada dan mampu bersinergi untuk sama-sama menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

SERAMBINEWS.COM – Penerapan UU ITE akhir-akhir ini ramai jadi perbincangan.

Hal ini lanataran Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan ia bisa meminta DPR untuk melakukan revisi pada UU ITE apabila penerapannya di masyarakat tidak adil, beberapa hari lalu.

Menurutnya, pasal-pasal di dalamnya bisa menjadi hulu dari persoalan hukum, terutama pasal-pasal karet yang dapat menimbulkan multitafsir.

Setidaknya ada 9 pasal dalam UU ITE yang berpotensi multitafsir dan menjadi pasal karet.

Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Pranowo pun meminta jajarannya agar bisa selektif dalam menggunakan dan menerapkan UU ITE.

Hal tersebut disampaikannya dalam Rapat Pimpinan Polri 2021 pada Selasa (16/2/2021).

Baca juga: Ayah Rudapaksa Putri Kandung 10 Kali Hingga Hamil, Lalu Paksa Korban Gugurkan Kandungan

Baca juga: Selain Borong Mobil Setelah Kaya Mendadak, Ini yang Dilakukan Warga Desa dengan Uang Miliaran Rupiah

Baca juga: Tak Dengar Nasihat Suami, Wanita Ini Meninggal saat Berhubungan dengan Selingkuhan Kakek 66 Tahun

Mengutip dari Kompas.com, menurut Listyo, UU ITE selama ini digunakan untuk saling melapor sehingga berpotensi menciptakan polarisasi di masyarakat.

Akibatnya, undang-undang ini dirasa tidak lagi sehat.

Listyo mencontohkan, bahwa saat ini masyarakat menganggap Polri berpihak pada kelompok tertentu dalam menerapkan UU ITE.

"Ada kesan bahwa UU ITE ini represif terhadap kelompok tertentu. Tapi tumpul terhadap kelompok yang lain. Sehingga tentunya, mau tidak mau ini menjadi warna polisi, kalau kita tidak bisa melakukan ini secara selektif," ujar Listyo dikutip dari Kompas.

Dalam sebuah kicauan baru-baru ini, Direktur Eksekutif Southeast Asia Freedom of Expression Network (Safenet), Damar Juniarto mengungkapkan ada sembilan pasal bermasalah dalam UU ITE.

"Persoalan utama pasal 27-29 UU ITE. Ini harus dihapus karena rumusan karet dan ada duplikasi hukum," tulis Damar dalam sebuah kicauan.

Baca juga: Mengajar Al Quran di Rumah, Ustadzah Ternama di Arab Saudi Ditangkap oleh 20 Anggota Intelijen

Baca juga: Hasil Liga Champions: 5 Fakta Menarik Liverpool Hancurkan Leipzig, Salah dan Mane Bikin Gol

Baca juga: Kakek 71 Tahun Tega Cabuli Cucu Tiri, Ketahuan Gegara Korban Ketakutan Saat Diajak ke Rumah Pelaku

Salah satu pasal yang dimaksud masih ada kaitannya dengan pasal 27 ayat 3 tentang defamasi.

Defamasi atau dergama atau fitnah merupakan komunikasi kepada satu orang atau lebih yang bertujuan untuk memberikan stigma negatif atas suatu peristiwa yang dilakukan oleh pihak lain berdasarkan atas fakta palsu.

Stigma itu dapat memengaruhi penghormatan, wibawa, atau reputasi seseorang.

Halaman
123

Berita Terkini