"Dia tidak berani untuk mengakui kepada ayahnya alasan sebenarnya bahwa dia dikeluarkan sesaat sebelum tragedi itu, yang sebenarnya terkait dengan perilakunya yang buruk," lapor Le Parisien.
Kemudian, Samuel Paty mengajak para murid berdiskusi dan mengajukan pertanyaan "menjadi atau tidak menjadi Charlie?", pada 6 Oktober 2020.
Baca juga: Bukan Cuma untuk yang Belum Dapat Kerja, Karyawan Juga Bisa Daftar Kartu Prakerja, Ini Syaratnya
Tema tersebut diangkat mengacu pada tagar #JeSuisCharlie yang digunakan untuk menyatakan dukungan untuk Charlie Hebdo, usai serangan teroris di kantornya pada Januari 2015.
Diketahui, serangan tersebut menewaskan 12 orang.
Dua hari kemudian, gadis tersebut memberi tahu kepada Chnina, Samuel Paty telah meminta siswa Muslim untuk meninggalkan kelas, sebelum menunjukkan karikatur itu.
Dia berkata, ia telah menyatakan ketidaksetujuannya dengan guru dan ia telah menskornya dari kelas selama dua hari.
Usai mendengar hal itu, Chnina pria berusia 48 tahun itu, berbagi video di Facebook.
Pria kelahiran Maroko ini, mencela Samuel Paty dan meminta agar ia dipecat dari sekolah.
Ia juga mengunggah video kedua dengan menuduh Samuel Paty telah melakukan diskriminasi.
Kemudian, Chnina mengadu ke sekolah dan polisi.
Baca juga: Begini Pembunuhan Ibu dan Anak di Aceh Timur, Termasuk Rudapaksa Anak, Diperagakan Kedua Tersangka
Ia bahkan mengklaim, Samuel Paty bersalah, karena telah "menyebarkan gambar porno" dan memicu tuduhan Islamofobia di sekolah.
Media sosial pun mulai gaduh. Hingga Abdullah Anzorov, seorang migran dari Chechnya yang tinggal di Normadia, termakan amarah oleh video Chnina.
Abdullakh Anzorov, pada 16 Oktober 2020, melakukan perjalanan ke Conflans-Sainte-Honorine.
Ia kemudian menyogok dua murid untuk menunjukkan ciri-ciri Samuel Paty.
Saat Samuel Paty dalam perjalanan pulang, ia dibunuh dan dipenggal oleh Abdullakh Anzorov.