Berita Aceh Tamiang

Sikapi Putusan Sita PN Stabat, Bupati Aceh Tamiang Mursil Sarankan Tempuh Jalur Hukum

Penulis: Rahmad Wiguna
Editor: Mursal Ismail
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Bupati Aceh Tamiang Mursil saat menerima kunjungan Haji Uma, Rabu (21/4/2021). Keduanya sepakat persoalan eksekusi PN Stabat di wilayah administrasi Aceh harus dilawan dengan jalur hukum.

Rencana upaya hukum ini muncul setelah hasil tracking tim Forkopimda Aceh Tamiang memastikan objek perkara berada di wilayah administrasi Aceh Tamiang.

Laporan Rahmad Wiguna | Aceh Tamiang

SERAMBINEWS.COM, KUALASIMPANG – Pemkab Aceh Tamiang sempat akan melakukan verset atau perlawanan atas putusan PN Stabat yang menyita wilayah administrasi Aceh Tamiang seluas lahan 1.100 hektare.

Rencana upaya hukum ini muncul setelah hasil tracking tim Forkopimda Aceh Tamiang memastikan objek perkara berada di wilayah administrasi Aceh Tamiang.

“Tapi tidak bisa, karena kasus ini sudah ditarik oleh provinsi, kabupaten sudah tidak ada kewenangan lagi,” kata Mursil, Kamis (22/4/2021).

Mursil juga menyampaikan kalau laporan hasil tracking tim Forkopimda Aceh Tamiang ke Gubernur Aceh belum ada jawaban.

“Ketika kasus ini mencuat, kita langsung bentuk tim terdiri dari Kodim, Polres, BPN dan lainnya, hasilnya menyatakan bahwa benar objek yang disita PN Stabat itu wilayah Aceh,” tegasnya.

Meski begitu dia mengungkapkan kalau Pemerintah Aceh telah menyediakan waktu khusus untuk membahas persoalan ini pada 27 April 2021.

Baca juga: Soal Pilkada Aceh 2024, Mualem: Sepatutnya Pemerintah Berpikir Dua Tiga Kali Tentang Kekhususan Aceh

Mursil menjelaskan undangan ini ditujukan kepada Asisten Pemerintahan Setdakab Aceh Tamiang Amiruddin.

Secara khusus dia pun telah mengingatkan Amiruddin untuk menyampaikan usulan kepada Pemerintah Aceh untuk menempuh jalur hukum.

“Ini masalah hukum, harus diselesaikan dengan hukum. Saya sarankan angkat sitanya dulu, baru nanti masyarakat bisa menuntut ganti rugi,” jelasnya.

Mursil menegaskan upaya hukum ini perlu dilakukan untuk menjaga marwah Aceh sekaligus membantu masyarakat mencari keadilan atas kerugian materi.

“Ini sebenarnya sengketa antar-individu, tapi karena eksekusinya di tanah kita, ini menjadi marwah Aceh, harus kita perjuangkan,” tegasnya. 

Baca juga: Live Streaming Persija Vs Persib Final Piala Menpora, Tekad Maung Bandung Jaga Rekor tak Terkalahkan

Haji Uma (kanan) saat mendengarkan keluhan perwakilan masyarakat Tenggulun, Aceh Tamiang pasca-putusan PN Stabat yang merusak perkebunan mereka, Rabu (21/4/2021). (SERAMBINEWS.COM/RAHMAD WIGUNA)

Curhat ke Haji Uma

Seperti diberitakan sebelumnya, Pemerintah Aceh diminta sigap menyelesaikan polemik putusan majelis hakim Pengadilan Negeri atau PN Stabat di wilayah administrasi Aceh Tamiang. 

Pasalnya menyisakan peluang konflik akar rumput.

Desakan ini disampaikan sejumlah perwakilan masyarakat ketika bertemu dengan Anggota DPD RI Sudirman atau lebih dikenal Haji Uma di Karangbaru, Aceh Tamiang, Rabu (21/4/2021). 

Pertemuan secara tak terduga itu dimanfaatkan masyarakat untuk menceritakan kondisi mereka yang harus kehilangan lahan pertanian akibat eksekusi sita PN Stabat pada 10 Maret lalu.

“Kalau kerugian materi sudah tidak terhitung pak, tanaman sawit saya yang siap panen sudah ditumbangkan.

Tanaman lain kalaupun ada (tidak ditumbang), pasti sudah mati karena tidak terawat,” kata Hendra, perwakilan warga Tenggulun, Kamis (22/4/2021).

Baca juga: Tak Becus jadi Pagar Betis Lawan Parma, Diego Forlan Sindir Ronaldo Sosok Pesolek di Depan Cermin

Perihal perusakan lahan ini, Hendra mengaku sudah mencoba melaporkannya ke Polres Aceh Tamiang, namun tertolak karena polisi masih menunggu sikap resmi Pemerintah Aceh mengenai letak objek sengketa itu.

Hendra mengatakan sejak eksekusi dilakukan 10 Maret 2021, masyarakat tidak bisa masuk ke kebun mereka.

Mirisnya, pihak pemenang gugatan, Bukhari disebutnya menempatkan sejumlah orang untuk mengusir warga yang mencoba masuk ke areal itu.

“Yang dipakai untuk menjaga itu ya masyarakat kami sendiri, tidak tahu kenapa mereka bisa lebih membela orang luar yang jelas sudah menyalahi aturan,” kata warga lainnya yang mengaku telah kehilangan 20 ribu batang cabai merah.

Mereka menuding pihak yang menguasai lahan melakukan cara-cara licik untuk mencari simpati masyarakat setempat. Salah satunya kata mereka tentang pembagian lahan secara gratis.

“Informasinya dari 1.100 hektare itu, dilepaskan sebagian untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat Tenggulun.

Ini kan mengadu domba namanya,” timpal Hendra.

Masyarakat berharap Pemerintah Aceh bersuara dan bertindak cepat agar tidak terjadi kegaduhan di level bawah.

“Jangan sampai ada yang mati di atas lahan itu baru semuanya bertindak, hari ini masyarakat Aceh telah terusir dari tanahnya sendiri,” ujarnya.

Haji Uma yang menyadari potensi konflik di lahan itu cukup besar langsung mengajak perwakilan masyarakat bertemu Bupati Aceh Tamiang, Mursil.

Dalam pertemuan itu, Haji Uma menanyakan sikap dan peran Pemkab Aceh Tamiang dalam menyelesaikan konflik itu.

“Kalau melihat kronologisnya, kejadian ini sudah lama dan panjang.

Tapi mengapa belum ada sikap dari kita, saya mendorong Pemerintah Aceh secepatnya menyelesaikan ini untuk menolong masyarakat kita,” kata Haji Uma.

Haji Uma pun berjanji sekembalinya dia ke Banda Aceh, akan menemui Pemerintah Aceh. “Ini menyangkut harga diri Aceh, kok tanah kita diambil, kita diam saja,” ucapnya.

Bupati Aceh Tamiang Mursil juga menilai Pemerintah Aceh terlalu santai menyikapi persoalan ini.

Awalnya kata dia, Pemkab Aceh Tamiang akan melakukan upaya hukum verset sebagai sikap melawan putusan PN Stabat.

“Tapi tidak bisa, karena kasus ini sudah ditarik oleh provinsi,” kata Mursil.

Mursil juga menyampaikan kalau pihaknya telah melaporkan hasil tracking tim Forkopimda Aceh Tamiang ke Gubernur Aceh, namun sejauh ini belum ada jawaban.

“Ketika kasus ini mencuat, kita langsung bentuk tim terdiri dari Kodim, Polres, BPN dan lainnya, hasilnya menyatakan bahwa benar objek yang disita PN Stabat itu wilayah Aceh,” tegasnya. (*)

 

Berita Terkini