Internasional

Para Migran Jadi Korban Kekerasan Seksual dan Pembunuhan di Libya

Editor: M Nur Pakar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kuburan massal, korban pembunuhan oleh kelompok bertikai di Libya ditemukan.

SERAMBINEWS.COM, TRIPOLI - Konflik yang berkepanjangan di Libya telah menyebabkan terjadinya kejahatan kemanusiaan, baik ke migran maupun para tahanan perang.

Konflik Libya dalam lima tahun terakhir ini telah menyebabknya terjadi pelanggaran hukum kemanusiaan internasional.

Dilansir AFP, Selasa (5/10/2021), PBB dalam laporannya menyebut kejahatan perang, penyiksaan terhadap tahanan dan kejahatan terhadap kemanusiaan terus terjadi di Libya.

Misi Pencari Fakta Independen di Libya, yang didirikan oleh Dewan Hak Asasi Manusia PBB, mengatakan para migran juga menjadi korban kejahatan kemanusiaan.

Mereka menghadapi pelecehan seksual di pusat-pusat penahanan.

Di tangan para pedagang, para migran yang dijadikan tahanan disiksa dalam kondisi yang mengerikan di penjara.

Baca juga: Presiden Mesir Minta Pasukan Asing dan Tentara Bayaran Hengkang dari Libya

“Ada alasan yang masuk akal untuk percaya kejahatan perang terjadi di Libya," Mohamed Auajjar, anggota pakar HAM PBB bersama Chaloka Beyani dan Tracy Robinson.

“Semua pihak dalam konflik, termasuk negara ketiga, pejuang asing dan tentara bayaran, telah melanggar hukum internasional," ujarnya.

"Khususnya prinsip proporsionalitas dan pembedaan, dan beberapa juga telah melakukan kejahatan perang,” tambahnya.

Misi tersebut mengatakan telah mengidentifikasi individu dan kelompok.

Baik warga Libya maupun asing yang mungkin bertanggung jawab atas pelanggaran dan kejahatan.

Daftar tersebut akan tetap dirahasiakan sampai mekanisme akuntabilitas yang tepat tersedia.

Namun, laporan tersebut memberikan kritik khusus untuk tentara bayaran Rusia Wagner Group, yang dituduh telah menembak tahanan pada September 2019.

“Jadi ada alasan yang masuk akal untuk percaya, personel Wagner mungkin telah melakukan kejahatan perang dengan pembunuhan,” katanya.

Dikatakan juga pasukan Wagner telah meninggalkan komputer tablet dengan peta yang menunjukkan 35 lokasi, tempat ranjau darat ditanam dekat bangunan sipil.

Baca juga: Pemerintah Libya Minta Warganya Divaksin, China Kirim Dua Juta Vaksin Covid-19 Sinopharm

Atau juga daerah yang ditinggalkan oleh pasukan yang mundur.

Ranjau, sebagian besar dibuat di Rusia, telah membunuh dan melukai warga sipil yang kembali ke rumah sejak Juni 2020.

Sejak 2015, Rusia telah memberikan dukungan militer, diplomatik, dan keuangan kepada pemerintah Libya yang berbasis di timur di Tobruk.

Bersama Tentara Nasional Libya yang dipimpin oleh panglima perang Khalifa Haftar.

Libya telah dilanda konflik sejak 2011 seusai penggulingan dan pembunuhan Muammar Qaddafi dalam pemberontakan yang didukung NATO.

“Temuan itu mengungkap situasi hak asasi manusia yang mengerikan di Libaya,” kata laporan itu.

Dikatakan, warga sipil telah membayar harga yang mahal, terutama karena serangan terhadap sekolah dan rumah sakit.

Para penyelidik PBB mengidentifikasi tersangka pelaku salah satu pelanggaran terburuk.

Baca juga: Libya Bebaskan Saadi Gadhafi, Langsung Terbang ke Istanbul

Diman pembunuhan dilakukan oleh kelompok bersenjata di kota Tarhouna dengan korban dikubur di kuburan massal.

Pembunuhan itu dilakukan oleh Mohammed Al-Kani, seorang komandan yang mereka katakan tewas pada Juli 2021, terkena selama udara Tentara Nasional Libya.

“Skala kekejaman di Tarhouna menuntut perhatian yang jauh lebih terfokus termasuk penyelidikan forensik,” kata pakar panel Robinson.(*)

Berita Terkini