BANDA ACEH ACEH - Para pengusaha getah pinus di Aceh menjerit menghadapi rendahnya harga jual getah pinus saat ini.
Ironisnya, rendahnya harga jual getah pinus sejak diberlakukannya Instruksi Gubernur (Ingub) Aceh Nomor 03/INSTR/2020, tentang Moratorium Penjualan Getah Pinus Keluar Wilayah Aceh.
Kondisi tersebut mencuat ketika Komisi II DPRA melakukan pertemuan dengan para pengusaha getah pinus di Aceh Tengah, Senin (17/1/2022).
Dalam pertemuan itu para pengusaha mengeluhkan dampak dari berlakunya Ingub Moratorium Penjualan Getah Pinus Keluar Wilayah Aceh.
Sebelumnya, salah satu pengusaha getah pinus, Hasanuddin, juga sudah menyampai keluhan yang sama kepada Komisi II DPRA melalui surat.
Dalam suratnya, Hasanuddin mengaku sangat keberatan atas terbitnya ingub dimaksud.
Hal ini didasari atas sejumlah alasan.
Alasan pertama, penerbitan Ingub tidak disertai dengan sosialisasi kepada seluruh pelaku pengusaha getah yang berada di Aceh.
Gubernur Aceh juga tidak melakukan evaluasi terlebih dahulu, baik tim maupun dinas terkait kondisi di lapangan, sebagai dasar penerbitan Instruksi Gubernur dimaksud.
Baca juga: Belum Penuhi Dokumen Perizinan, Gubernur Aceh Laporkan Perusahaan Pengolahan Getah Pinus ke BKPM
Baca juga: DPRK Aceh Tengah Setuju Evaluasi Instruksi Gubernur tentang Moratorium Penjualan Getah Pinus
Hasanuddin menjelaskan, sebelum terbitnya Instruksi Gubernur, semua pengusaha getah pinus bersaing secara sehat untuk mendapatkan harga pasar yang lebih baik, apakah itu di Aceh, Sumatera atau di Pulau Jawa.
“Dengan demikian, hak dan kewajiban pengusaha, baik kepada masyarakat atau dinas terkait dapat dipenuhi dengan maksimal, seperti PAD Provinsi, PAD Daerah dan Pendapatan Kampung,” tulisnya.
Namun, sambung Hasanuddin, setelah keluarnya Ingub yang mewajibkan pengusaha menjual di wilayah Aceh, menyebabkan harga getah jauh lebih rendah dari pasar luar Aceh.
Kondisi itu ikut berdampak pada menurunnya setoran pendapatan asli daerah (PAD), baik PAD Provinsi, PAD Daerah dan Pendapatan Kampung.
Menurutnya, Ingub No 03/ INSTR/2020 perlu di kaji ulang.
Baca juga: DPRK Aceh Tengah Bahas Persoalan Getah Pinus Gayo bersama Asosiasi Getah Pinus
Jangan sampai beberapa pabrik getah di Aceh berlindung di bawah Instruksi Gubernur untuk menekan atau monopoli harga.
Ingub Perlu Dievaluasi
Anggota Komisi II DPRA, Sulaiman SE, mengaku sependapat dengan saran dari pengusaha getah pinus.
Menurutnya, Ingub tentang Moratorium Penjualan Getah Pinus Keluar Wilayah Aceh memang perlu dievaluasi.
“Ini karena Ingub yang dikeluarkan tidak berdampak baik terhadap perekonomian petani, dan juga berdampak buruk terhadap PAD,” ujarnya.
Sulaiman lalu mengutip data yang disampaikan pejabat Dinas Keuangan Aceh Tengah tentang realisasi penerimaan daerah dari getah pinus yang mengalami penurunan sejak 2019.
Dimana pada tahun 2019 penerimaan daerah mencapai Rp 3,4 miliar, 2020 turun menjadi Rp 1,4 miliar, dan 2021 semester pertama baru mencapai Rp 304 juta.
Dengan demikian, lanjut Sulaiman, dapat dikatakan bahwa ingub telah memberi memberi dampak buruk bagi penerimaan daerah.
“Langkah pemerintah ini bukan meningkat pertumbuhan ekonomi, tetapi justru melemahkannya,” tutur Sulaiman.
Oleh karena itu, pihaknya sangat berharap Gubernur bisa melakukan evaluasi atas ingub tersebut.
Terlebih evaluasi itu juga telah mendapat persetujuan dari DPRK Aceh Tengah secara kelembagaan.
“Mereka (DPRK Aceh Tengah) lebih paham tentang kondisi petani, karena mereka bersentuhan langsung dengan para petani di sana,” tambahnya.
Meski berharap Ingub tersebut dievaluasi, Sulaiman menegaskan bahwa bukan berarti pihaknya tidak sepakat dengan upaya perputaran barang di wilayah Aceh.
Akan tetapi pemerintah juga harus memastikan agar harga dan pasar yang menguntungkan petani.
Pemerintah harus hadir untuk menjamin kesejahteraan petani dan memastikan kebijakan yang dikeluarkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Aceh. (yos)
Baca juga: Produksi Getah Pinus Aceh Tengah Rata-rata 2.000 Ton per Bulan
Baca juga: Limbah Pabrik Getah Pinus di Linge Aceh Tengah Cemari Sungai