Namun, dalam kasus yang ditanyakan, orang pertama yang harus koreksi adalah anda sebagai suami kata Buya.
Perlu dikoreksi lagi saat suami melarang istri, apakah larangan tersebut adalah wajar atau berlebihan?
Jika larangan suami tidak wajar imbuh Buya, misalnya karena kesibukan berlebihan sampai-sampai anda (suami) tidak punya kesempatan untuk rileks dan nyantai bersama anak istri di luar rumah, maka larangan anda berlebihan karena istri anda dan anak-anak anda adalah juga manusia normal yang sesaat ingin merasakan suasana di luar rumah.
Jika seperti ini kasusnya maka kesalahan-kesalahan ada pada diri anda bukan ada pada istri anda.
Baca juga: Ramadhan Sebentar Lagi, Bagaimana Cara Hadapi Orangtua yang Tidak Mau Berpuasa? Ini Kata Buya Yahya
Akan tetapi lanjut Buya, jika larangan suami itu wajar dan anda telah memberikan hak istri dan anak-anak anda untuk membuat suasana baru di luar rumah kemudian istri anda ternyata masih melanggar dan masih sering keluar rumah tanpa seizin anda maka dia benar-benar wanita yang melanggar suami (nasyizah) yang harus diberi pendidikan.
Ada beberapa pendidikan yang harus diberi kepada istri kata Buya.
Pendidikan yang pertama adalah anda menasehatinya dengan penuh kelembutan dan kasih sayang dengan mengambil waktu yang tepat dan suasana yang tepat.
Dalam hal ini anda jangan buru-buru melibatkan orang lain saran Buya.
Kedua, jika nasehat anda pun tidak didengar maka tunjukkanlah marah anda dengan meninggalkan dia dari tempat tidurnya dalam beberapa waktu yang secukupnya.
Jika ternyata dalam waktu yang anda rencanakan dan anda tentukan belum juga sadar, ambil langkah ketiga.
Baca juga: Bagaimana Hukum Menggunakan Minyak Wangi Namun Mengandung Alkohol? Begini Penjelasan Buya Yahya
Yaitu anda boleh pukul dia dengan pukulan yang tidak membahayakan sebagai peringatan keras dari anda kata Buya.
Buya juga menegaskan, memukul disini adalah tidak bertentangan dengan HAM karena ini adalah ajaran Allah dan ajaran yang sesuai dengan HAM hanya ajaran Allah.
Hanya yang perlu dicermati adalah memukul di sini bukanlah memukul di bagian wajah yang membekas atau memukul dengan kepalan tangan yang keras yang menyakitkan.
Akan tetapi memukul di sini adalah hanya pukulan peringatan yang sangat-sangat ringan dan tidak menyakitkan tutur Buya.
Lebih lanjut kata Buya, dicontohkan oleh para ulama, pukulan disini dengan kayu siwak, bukan tongkat.