Opini

Menyoal Rendahnya Mutu Pendidikan Aceh

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dr SAMSUARDI MA,  Ketua Lembaga Pemantau Pendidikan Aceh (LP2A)

Menyoal rendahnya mutu pendidikan Aceh, terdapat beberapa poin penting yang perlu diperhatikan karena ikut mempengaruhi mutu pendidikan Aceh di antaranya; (1) Kompetensi.

Kompetensi pejabat publik pada level pimpinan instansi dinas pendidikan Aceh menjadi penentu keberhasilan memecahkan kompleksitas masalah pendidikan.

Tanpa kompetensi yang mumpuni, maka mustahil mutu pendidikan Aceh bisa ditingkatkan.

Dalam hadis Rasulullah Saw “jika suatu urusan diserahkan bukan kepada ahlinya, maka tunggulah kehancurannya”.R Bukhari).

Untuk itu, figur pejabat publik mesti memiliki pemahaman holistic dan komprehensif serta memiliki track record teruji mengurusi pendidikan.

Baca juga: Kualitas Pendidikan Aceh Rendah, Wakil Ketua DPRA Tawarkan Solusi Ini

Melalui kompetensi, diharapkan bakal melahirkan terobosan inovatif memecahkan kompleksitas masalah pendidikan mulai problem disparitas guru di perkotaan dengan perdesaan, problem kesejahteraan guru, sertifikasi guru yang masih terbatas, menajemen pembinaan guru yang buruk, serta manajemen sistem kontrol kinerja guru yang harus ditingkatkan agar totalitas dan fokus menjalankan tugas.

Untuk itu, diperlukan selektif menempatkan figur pejabat publik agar sesuai kompetensi dan rekam jejak yang mumpuni.

Selama masih terjadi praktik gonta-ganti jabatan eselon bergantung like and dislike, maka bisa dipastikan bakal tidak akan menuntaskan problem sistemik mutu pendidikan Aceh, malah akan memunculkan sikap pesimistis yang akhirnya memunculkan distrust atau hilangnya kepercayaan publik atas kinerja pemerintah.

(2) Integritas dan komitmen.

Poin integritas dan komitmen pejabat publik penting untuk menilai keseriusannya mengurusi mutu pendidikan, sehingga publik tidak terkecoh dengan kerja pencitraan dinas yang hakikatnya di urus bukanlah pendidikan tapi cenderung proyek “fulus” pendidikan.

Asumsi ini timbul atas persepsi publik sebagai efek beberapa kebijakan yang menimbulkan penolakan, misalnya usulan pengadaan proyek videotron (2015) tidak relevansi dengan urusan mutu pendidikan, proyek pembuatan wastafel SMA/SMK lebih 40 miliar tahun 2020 yang sarat persoalan hukum, dugaan proyek mobiler gagal bayar di tahun 2020 puluhan miliar, serta pengadaan mobil Disdik Aceh mencapai belasan miliar tahun 2022.

Semua kebijakan penuh kontroversial ini akhirnya menimbulkan kecurigaan publik yang diurus seolah bukan pendidikan tapi lebih ke proyek “fulus” pendidikan.

(3) Kolaboratif.

Kepemimpinan kolaboratif sangat menentukan keberhasilan memecahkan kompleksitas mutu pendidikan dengan pelibatan banyak pihak di dalamnya.

Pejabat publik harus bersinergi menyukseskan pembangunan pendidikan, seperti kerja sama yang baik dengan orang tua siswa lewat penguatan komite sekolah, kolaborasi dengan Majelis Pendidikan Aceh (MPA), Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Aceh, dan Perguruan Tinggi serta Lembaga Kursus terkait.

Halaman
123

Berita Terkini