Jadi tidak ada alasan bagi Pemerintah Pusat untuk tak mengizinkan dibukanya penerbangan dari atau ke luar negeri melalui Bandara SIM. Apalagi, pihak maskapai AirAsia sudah menyatakan kesiapan membuka rute penerbangan internasional melalui Bandara SIM.
Bersiap Sambut Wisatawan
Sambil menunggu dibukanya penerbangan internasional melalui Bandara SIM. Aceh harus terus membenahi sektor pariwisata untuk menerima wisatawan. Sehingga kedatangan wisatawan domestik dan mancanegara terus bertambah.
Selama ini, para wisatawan yang terbang ke Aceh melalui Bandara SIM, Blangbintang, Aceh Besar menuju ke Kota Banda Aceh dan kebanyakan tujuanya ke ke Kota Sabang. Tentu saja Kota Banda Aceh dan Kota Sabang paling banyak merasakan dampak dari kedatangan wisatawan.
Walaupun ke kabupaten/kota lain ada wisatawan yang datang, tapi jumlahnya lebih sedikit. Hanya Aceh Tengah dan Aceh Singkil yang lebih banyak kedatangan wisatawan setelah Kota Banda Aceh dan Kota Sabang.
Baca juga: Catat! Ini Jadwal Penerbangan di Bandara SIM Setiap Hari, Dilayani Empat Maskapai
Dengan dibukanya penerbangan internasional Bandara SIM, maka ini kesempatan memanfaatkan sektor pariwisata untuk menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain Kota Banda Aceh, Kota Sabang, Aceh Tengah dan Aceh Singkil untuk terus membenahi sektor pariwisata. Maka kabupaten/kota lain di Aceh juga harus gencar membenahi sektor pariwisata.
Misalnya, setelah wisatawan datang ke Banda Aceh dan Kota Sabang. Mereka bisa merencanakan untuk datang ke objek-objek wisata di kabupaten/kota lainnya di Aceh. Ini menjadi tantangan bagi pemerintah kabupaten/kota untuk berlomba-lomba menggaet wisatawan domestik dan mancanegara untuk datang dan datang lagi.
Karena jika sektor pariwisata tidak dikelola dengan baik. Bisa jadi wisatawan yang datang bakal tidak kembali dan memilih objek wisata daerah lain sebagai tujuan liburan selanjutnya. Lebih parahnya bila tak puas, wisatawan justru menceritakan kepada rekan, relasi, tetangga dan keluarga, bakal berdampak jumlah kedatangan wisatawan.
Apalagi, bila kekecewaan ini dikeluhkan via media sosial, tentu saja bakal berdampak lebih luas. Informasi kekecewaan ini dengan cepat menyebar luas dan merugikan daerah. Kasus buah Salak sebelumnya harus menjadi pelajaran penting bagaimana agar wisatawan tidak kecewa saat mengunjungi suatu daerah tujuan wisata.
Baca juga: Aksi Bejat Oknum Ojol Terekam Kamera, Paksa Gadis Suruh Pegang Ini, Tancap Gas Saat Tetangga Keluar
Makanya daerah-daerah yang memiliki objek wisata agar terus memanfaatkan dengan pengelolaan maksimal dan profesional. Supaya wisatawan terus berdatangan dan menyebar informasi positif di media sosial. Sehingga sektor pariwisata benar-benar jadi penggerak perekonomian daerah paska pandemi.
Marwah Aceh
Perlu diingat bahwa pembatasan penerbangan internasional merupakan bentuk pelanggaran terhadap kesepakatan damai MoU Helsinki antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Republik Indonesia.
Karena penerbangan internasional merupakan salah satu kewenangan yang diberikan kepada Aceh sebagaimana tertuang dalam MoU Helsinki poin 1.3.7. Poin tersebut berbunyi: Aceh akan menikmati akses langsung dan tanpa hambatan ke negara-negara asing, melalui laut dan udara.
Pembatasan penerbangan di Bandara SIM juga merupakan bentuk pelanggaran terhadap Undang Undang Pemerintah Aceh (UUPA). Karena dalam UUPA pasal 165 disebutkan: penduduk di Aceh dapat melakukan perdagangan dan investasi secara internal dan internasional sesuai peraturan perundang-undangan.
Baca juga: 4 Pulau Hilang, KIA Ladong Mati dan Bualan Aceh Hebat
Jika penerbangan melalui Bandara SIM tetap tak dibuka, maka ini bisa dikatakan mengusik marwah Aceh. Ya bukan hanya melanggar MoU Helsinki, tapi juga tidak menghormati keistimewaan Aceh sebagai daerah modal yang sangat berjasa bagi negara Indonesia. Bahkan ini menambah daftar panjang pelanggaran MoU Helsinki. Dimana poin-poin MoU Helsinki tak terealisasi.