Saya, Yarmen, dan Bu Dyah Erti Idawati diundang DPKA sebagai narasumber pada acara Kampanye Budaya Baca di Gedung Seni dan Budaya Aceh Singkil di Pulau Sarok, Kecamatan Singkil.
Sehabis ceramah itulah kami datang bertahap ke Resto Kiniko Duo di Desa Ketapang Indah, Aceh Singkil.
Tanpa menunggu aba-aba, saya mengambil seekor kepiting raksasa.
Dengan sepotong kayu sebesar anak patok lele, yang disediakan oleh awak restoran, saya mulai mengetuk capit kepiting itu.
Ternyata makan kepiting secara tradisional begini sangat mudah.
Hanya dengan ketukan sedikit keras, capit kepiting tersebut terbelah dengan mudah.
Di balik kulit capit tersebut, menyembul daging paha yang bulat, montok, dan berisi.
“Wow, dahsyat ini,” kata saya sembari mencecah daging capit kepiting dengan saus sambal yang sediakan.
Namanya saus cocol.
Terbuat dari kecap, cabai, barang merah, bawang putih, tomat, dan garam yang diblender.
Saya kembali mengetok capitan kepiting pada bagian ujung.
Lagi-lagi daging capit kepiting itu sangat memukau dan lezat.
Ternyata, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh sedang memperhatikan saya menikmati daging kepiting raksasa.
“Saya mau coba capit yang sebelahnya.
Kalau saya makan satu kepiting, takut tidak habis.