Kedua yaitu kebaharuan penguatan (novelty improvement), yaitu rumusan rekomendasi untuk operasionalisasi KPH pada tatanan kelembagaan, pembiayaan dan pendanaan.
Menurut Prof Humam Hamid, potensi hutan Aceh saat ini sedang dalam tantangan besar.
Ia mengatakan, Aceh memiliki luas hutan mencapai 58,96 persen dari luas daratannya.
Potensi hutan yang cukup luas tersebut seharusnya mampu mensuplai jasa untuk pembangunan dengan nilai ekonomi antara 22-30 milyar dolar pertahun.
Karena itu, menurutnya informasi yang didapatkan dari penelitian ini memberikan sejumlah rekomendasi yang dapat dijadikan sebagai bagian dari perumusan langkah-langkah penting untuk kepentingan Aceh.
Apalagi mengingat Aceh akan segera memasuki periode transisi dana otonomi khusus yang akan berakhir pada tahun 2027.
"Bagaimanapun, kesiapan Pemerintah Aceh dalam melakukan pengelolaan hutan dengan kebijakan-kebijakan baru bergantung pada status operasionalisasi di tingkat tapak yakni pada unit Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) di Aceh," sebut Prof Humam Hamid.
Baca juga: 5 Orang Mendaftar Bakal Calon Rektor UTU, Empat Doktor Satu Profesor
Tidak singkronnya kebijakan
Menurut Prof Humam Hamid, ketidakefektifan pengelolaan hutan di Aceh didasari karena kelemahan operasionalisasi di tingkat tapak, yaitu unit KPH di Aceh.
Seperti diketahui Aceh membentuk KPH pada tahun 2013, dengan basis utama Derah Aliran Sungai, melalui Peraturan Gubernur.
Selain itu, ketidaksinkronan kebijakan juga dinilai menjadi penyebabnya.
"Aspek yang tidak sinkron itu meliputi perencanaan hutan, pengelolaan hutan, konservesi sumber daya alam hayati dan ekosistem, pendidikan dan pelatihan serta penyuluhan kehutanan, pengelolaan daerah aliran sungai, monitoring hutan, dan pemberdayaan masyarakat di bidang kehutanan," terang guru besar USK dari Fakultas Pertanian tersebut.
Prof Humam Hamid mengatakan, semua kelemahan KPH itu merupakan turunan dari disharmonisasi regulasi yaitu PP 06 tahun 2007 yang merupakan kebijakan turunan dari UU Nomor 41 1999 tentang Kehutanan dengan regulasi daerah, Qanun Nomor 7 Tahun 2016 tentang Kehutanan.
Dijelaskan, Qanun nomor 7 tahun 2016 tentang kehutanan Aceh merupakan turunan dari UU No. 11 tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh.
Dalam penulisannya, ternyata Qanun ini tidak sinkron dengan mandat yang terdapat dalam PP 06 tahun 2007.