Shinzo Abe Meninggal Dunia

Dunia Pertanyakan Keamanan Pasukan VIP Jepang usai Shinzo Abe Meninggal Ditembak dari Jarak Dekat

Penulis: Agus Ramadhan
Editor: Amirullah
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe meninggal dunia setelah ditembak pada Jumat (8/7/2022)

Beberapa orang mengatakan keamanan di sekitar mantan perdana menteri itu seharusnya lebih ketat.

"Siapa pun bisa memukulnya dari jarak itu," Kata Masazumi Nakajima, mantan detektif polisi Jepang,

"Saya pikir keamanannya agak terlalu lemah,” sambungnya.

Sementara itu, seorang spesialis keamanan VIP, Koichi Ito mengatakan bahwa setingkat mantan PM Jepang Shinzo Abe harus mendapat keamanan dari segala arah.

"Orang itu (Shinzo Abe) perlu dilindungi dari segala arah," katanya.

"Jika hal semacam ini tidak dilakukan 100 persen, itu tidak baik,” sambung Ito.

Mantan Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe berjalan melewati karangan bungan bendera Jepang (TORU YAMANAKA / AFP)

Baca juga: Shinzo Abe Meninggal Ditembak, Alami Henti Jantung di Lokasi, Warga Jepang dan Pemimpin Dunia Syok

Penembakan dan pembunuhan terhadap Shinzo Abe adalah yang pertama terjadi pada mantan perdana menteri Jepang yang menjabat sejak masa militerisme sebelum perang pada 1930-an. 

Kemudian Perdana Menteri Tsuyoshi Inukai dibunuh oleh perwira angkatan laut radikal pada tahun 1932.

Hanya ada 10 insiden terkait senjata api di Jepang tahun lalu, hanya satu di antaranya yang fatal, menurut Badan Kepolisian Nasional.

Grant Newsham, seorang pensiunan Perwira Marinir AS dan mantan diplomat di Forum Jepang untuk Studi Strategis, mengatakan dia akan mengharapkan lebih banyak kehati-hatian dan perlindungan yang lebih ketat terhadap politisi senior di Jepang setelah pembunuhan itu.

"Pertanyaan akan diajukan tentang keamanan. Jelas keamanan akan jauh lebih ketat untuk, katakanlah, (Perdana Menteri Fumio) Kishida," tambah Robert Ward, seorang rekan senior yang berbasis di London untuk Studi Keamanan Jepang di Institut Internasional untuk Studi Strategis.

"Tapi kedekatan dengan pemilih adalah fitur kampanye Jepang. Saya pernah mengikuti kampanye dan publik dekat. Mungkin ini akan berubah. Jika demikian, itu akan memalukan," sambungnya. (Serambinews.com/Agus Ramadhan)

BERITA TERKAIT LAINNYA

IKUTI DAN BACA BERITA SERAMBINEWS.COM DI GOOGLE NEWS 

Berita Terkini