Karena kecintaannya yang luar biasa kepada patung itu-namanya Galtea, ia tak berhenti memohon kepada dewi Aphrodite untuk menjadikan patung itu sebagai manusia yang nyata.
Patung yang diukir dengan keyakinan dan ketekunan sepenuh jiwa, akhirnya membuat dewi Aphrodite mengabulkan doa dan harapan Pygmalion.
Mitologi ini menggambarkan tentang sebuah imajinasi yang memiliki kehadiran yang begitu kuat dalam pikiran dan perbuatan yang akhirnya menjadi sesuatu yang kenyataan.
Melahirkan dan mendirikan kerajaan Aceh, apalagi mampu berperang dan mengusir salah satu negara adikuasa Eropa pada abad ke 16 adalah sesuatu yang sangat mustahil pada masa itu.
Mughayatsyah seolah menjadikan dirinya sebagai Pygmalion dalam melahirkan kerajaan Aceh menjadikan sebagai kerajaan besar dalam masa 14 tahun.
Dalam psikologi kepemimpinan, istilah pygmalion sering diasosiasikan dengan keyakinan dan kesungguhan yang tinggi, yang dimiliki oleh pemimpin.
Keyakinan dan kesungguhan itu kemudian ditularkan kepada bawahannya yang membuat mereka juga yakin dan sungguh-sungguh.
Keyakinan itu membentuk sebuah mekanisme bawah sadar yang menjadi energi untuk mencapai sesuatu yang diyakini.
Imajinasi-visi yang pada awalnya sangat abstrak dengan ketekunan akhirnya menjadi kenyataan.
Bayangkan saja pygmalion Osama bin Laden yang membuatnya menjadi seorang manusia “super empowered” melawan AS sebagai “super power” dengan meledakkan gedung ITC New York pada tahun 2001.
Bayangkan juga pygmalion Obama yang memerintahkan pasukan AS mencari dan membunuh Osama pada tahun 2011, yang ibaratnya mencari ranting dalam hutan belantara.
*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala (USK) Banda Aceh.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel Kupi Beungoh Lainnya di SINI