Laporan | Yocerizal
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH – Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA PA), Senin (1/8/2022) menggelar pengajian yang membahas tentang Syariat Islam.
Acara pengajian itu diisi oleh Tgk Muhammad Yusuf A Wahab alias Tu Sop, Pimpinan Dayah Babussalam Al-Aziziyah Jeunieb, Kabupaten Bireuen.
Seluruh pengurus teras DPA PA hadir, antara lain Ketua Umum DPA PA, Muzakir Manaf (Mualem), Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kamaruddin Abubakar (Abu Razak), Juru Bicara Partai Aceh, Nurzahri.
Juga hadir Ketua DPRA Saiful Bahri alias Pon Yaya, Ketua Fraksi PA di DPRA dan para anggota dewan lainnya.
Tu Sop dalam pemaparannya menjelaskan banyak hal, mulai dari sejarah singkat pelaksanaan Syariat Islam di Aceh, bagaimana regulasi disusun, masalah yang timbul saat ini, dan solusi yang harus diambil.
Menurutnya, masyarakat Aceh patut bersyukur karena syariat Islam sudah ada sejak masa kesultanan dan masih berlangsung hingga sekarang.
Namun demikian, penerapkan Syariat Islam saat ini sudah jauh berbeda dengan masa lalu ketika Aceh masih menjadi negara kesultanan.
Saat itu, Syariat Islam benar-benar diterapkan secara kaffah dan menjadi mercusuar di Nusantara.
“Saat ini Aceh bukan lagi sebagai sebuah bangsa, tetapi menjadi bagian dari satu negeri,”
“Kita hidup di era demokrasi. Ini menjadi tantangan tersendiri bagaimana kita mengajak orang untuk kembali ke Islam. Butuh cara tersendiri, butuh strategi tersendiri,” kata Tu Sop.
Islam di Aceh hari ini dikatakan Tu Sop, sebagian cenderung sekuler, baik itu sekuler kiri maupun sekuler kanan.
Karena itu, untuk menarik kembali mereka yang sekuler ke jalur yang benar, perlu syariat dalam berpolitik, sehingga perjalanan ke politik juga menjadi perjalanan ke surga.
Baca juga: VIDEO Jadi Bandar Chips, PNS di Banda Aceh Dicambuk 24 Kali
Baca juga: VIDEO Kecelakaan Maut di Aceh Timur, Bus dan Innova Tabrakan di Tengah Hujan Lebat, Dua Orang Tewas
Baca juga: AHY Ungkap Ancaman Pemilu 2024, Berharap Anak Muda jadi Motor Perbaikan Indonesia
“Maka hari ini saya tantang anda semua (pengurus Partai Aceh) untuk masuk surga lewat politik, ada sepakat?” tanya Tu Sop.
“Sepakat!” jawab seluruh peserta pengajian serempak.
Tu Sop lalu mengungkapkan keprihatinannya terhadap kondisi pelaksanaan Syariat Islam di Aceh sekarang ini yang menurutnya belum berjalan maksimal.
Yang hanya berfokus pada tindakan dan hukuman, tetapi tidak pada pembinaan.
Selain itu, Syariat juga belum dilaksanakan secara menyeluruh di semua aspek kehidupan.
Karena itu, penting bagi pemerintah melalui dinas-dinas teknis terkait untuk bekerja dengan mengacu kepada konsep-konsep syariah.
Baca juga: Ini Profil Yayasan asal Sumut, Viral Minta Sedekah di Lhokseumawe, Turun Mobil dan Ganti Baju Koko
Baca juga: Aceh dan Kepemimpinan Militer (IV) - Alaiddin Riayat Syah, Sang Penakluk dan Armadanya
Baca juga: Abu Bakar Baasyir Kini Mengakui Pancasila Dasar Negara, Ini Penjelasan Pihak Keluarga
Hal ini lah yang menurut Tu Sop belum tercermin dalam pelaksanaan Syariat Islam di Aceh sekarang ini.
Satu hal yang membuat Tu Sop kesal, realitas saat ini, Aceh justru mempomosikan syariat secara buruk.
Hal itu terjadi karena cara dan strategi yang diterapkan selama ini keliru, sehingga akhirnya menjadi boomerang bagi syariat.
Kesan yang muncul saat ini, karena menerapkan Syariat Islam, ekonomi Aceh menjadi menurun, kehidupan sosial bermasalah, dan kriminal meningkat.
Padahal sebenarnya fungsi-fungsi syariat itu yang tidak dijalankan.
“Akhirnya kita sendiri yang menjatuhkan syariat. Sudah kita deklarasikan, tetapi tidak kita fungsikan, sehingga citra syariat menjadi rusak,” ucapnya.
“Kenapa? Mungkin karena tidak cukup tangan-tangan kreatif yang mampu memfungsikan syariat. Terobosan ini yang perlu kita lakukan” imbuh Tu Sop.
“Kita ingin buktikan, kita promosikan ke Nusantara bahwa syariat itu bagus, jangan waktu diterapkan syariat justru kita terpuruk di semua aspek,” ucapnya lagi.
Disamping itu, pelibatan ulama dalam penyusunan regulasi-regulasi yang terkait syariah juga sangat kurang. Ulama hanya diundang di akhir, untuk legitimasi.
“Padahal otoritas syariah itu ada di ulama,” pungkas Tu Sop.
Tusop berharap Partai Aceh bisa memperjuangkan hal ini sehingga fungsi-fungsi syariat bisa dijalankan di semua lembaga pemerintahan.
“Pada masa kesultana, Islam bisa menjadi mercusuar di Nusantara. Coba tantang apa Islam hari ini di Aceh bisa menjadi mercusuar di Nusantara,” ucap Tu Sop.
Baca juga: Sekjen PBB Peringatkan Dunia, Ungkap Perang Nuklir yang Menghancurkan Nyaris Terjadi
Baca juga: Hingga Hari Ketiga belum Ada Partai Lokal Mendaftar, KIP: Jangan Fokus di Hari Terakhir
Baca juga: Kisah Heroik Nelayan Aceh Singkil Selamatkan Nyawa dari Gulungan Ombak
Tu Sop lalu menjelaskan bahwa kunci agar dinas-dinas menjalankan fungsi-fungsi syariat ada pada pemimpin, dan pemimpin itu lahir dari partai politik.
Karena itu, perbaikan politik juga hal yang sangat penting.
“Kalau kita tidak mengubah politik, melahirkan leader-leader (pemimpin) sesuai dengan kekhususan Aceh, ini tidak akan jalan,”
“Akhirnya Aceh berada di tangan yang salah terus,” ujar Tu Sop.
“Persoalan ini (Syariat Islam) bukan di pesawat, tetapi kaptennya, sehingga akhirnya syariat mengalami disfungsi,” tambah Tu Sop bertamsil.(*)