Produk dari kegiatan dimaksud adalah laporan yang juga disertai dengan assesment pihak ketiga.
Terjadi miskonsepsi
Lalu bagaimana implementasi atau realita pada tataran praksisnya? Ini hal penting menjadi kajian, khususnya kajian akademis sehingga diperoleh feed back bagi program ini.
Sebab, setiap program butuh monev dan evaluasi berkelanjutan sehingga ditemukan plus minusnya suatu program.
Berdasarkan pengalaman yang terekam di sejumlah perguruan tinggi, dapat dikatakan program ini disambut euforia.
Sejumlah perguruan tinggi berlombalomba menyahuti program ini penuh antusias.
Antusiasme sambutan terhadap program ini dapat dimaklumi karena adanya korelasi antara MBKM dengan indikator kinerja utama (IKU) suatu perguruan tinggi saat mengajukan akreditasi institusi.
Sementara itu, bagi mahasiswa daya tarik terhadap program ini paling tidak ada dua faktor.
Pertama, mereka yang ikut MBKM kemungkinan akan mendapat insentif dari Kemendikbudristek atau dari perguruan tinggi.
Insentif tersebut boleh jadi dalam bentuk pemberian uang tunai atau pembebasan biaya pendidikan.
Kedua, program ini membuka peluang bagi mahasiswa untuk mempercepat waktu kuliah.
Sejumlah mata kuliah (MK) yang ada dalam kurikulum prodi bisa dikonversikan dengan kegiatan MBKM, terutama MK yang ada kaitan dengan rekognisi.
Lalu bagaimana realita pada tataran praktiknya? Ternyata tak jauh berbeda dengan program terobosan lainnya.
Pada tataran pelaksanaan di lapangan, ditemukan sejumlah persoalan yang menjadi entropi dalam sistem manajemen perguruan tinggi.
Persoalan tersebut umumnya disebabkan oleh miskonsepsi, dan sebagian lainnya bersifat teknis.