Wawancara Eksklusif

WAWANCARA EKSKLUSIF - Tun Daim: Saya Banyak Baca Sejarah Aceh, Kagum, Semangat Orang Aceh Luar Biasa

Penulis: Zainal Arifin M Nur
Editor: Zaenal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan menteri keuangan Malaysia, Tun Dr. Abdul Daim bin Zainuddin, dalam wawancara eksklusif dengan Serambinews.com di Kantornya, di Gedung Menara Ilham, Kuala Lumpur, Jumat 19 Agustus 2022.

TUN Dr. Abdul Daim bin Zainuddin adalah satu dari sedikit politikus senior yang dimiliki Malaysia saat ini. Di usianya yang sudah menginjak 84 tahun, pria kelahiran Alor Setar, Kedah pada, 29 April 1938 ini, masih terus setia mencurahkan pikirannya untuk negara.

Tun Daim, pengusaha yang menjabat Menteri Keuangan Malaysia dari tahun 1984 hingga 1991, adalah adalah sahabat sejati dari politikus Malaysia berdarah Aceh, Tan Sri Sanusi Junid. Sejarah politik Malaysia mencatat, Daim dan Sanusi Junid, menjadi dua serangkai di balik kiprah politik sang legenda Malaysia, Tun Dr Mahathir Mohamad.

Sosok Tun Daim ini sangat terkenal di kalangan warga Aceh di Malaysia. Dia dikagumi karena menjadi salah satu elite Malaysia yang paling sering berkunjung ke Aceh, selain Tan Sri Sanusi Junid tentunya. Saking dekatnya Tun Daim dengan Aceh, membuat sebagian warga Aceh di Malaysia, menyangka Tun Daim memiliki hubungan darah dengan Aceh.

Penasaran dengan dugaan itu, pada lawatan ke Malaysia beberapa hari lalu, saya (Zainal Arifin M Nur) berusaha mencari waktu dan kesempatan untuk bertemu Tun Daim. Beruntung, saya mendapatkan jalur yang tepat, yakni Fahmi M Nasir, Mahasiswa Program Doktoral Universitas Islam Antarabangsa Malaysia (UIAM) yang memiliki hubungan dekat dengan sejumlah tokoh di Malaysia, terutama yang berkaitan dengan almarhum Tan Sri Sanusi Junid, mantan Menteri Besar Kedah dan Presiden UIAM.

Bukan perkara mudah untuk bertemu Tun Daim. Karena dia adalah pengusaha kelas internasional dan pernah dua kali menjabat sebagai Menteri Keuangan pada era pemerintahan Tun Dr Mahathir Mohamad. Tun Daim juga pernah menjabat sebagai Pengerusi Majlis Penasihat Kerajaan.

Alhamdulillah, kami beruntung. Dengan bantuan Fahmi, saya bersama Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Safaruddin SH, dan Jafar Insya Reubee (kontributor Serambi On TV di Malaysia), mendapat kesempatan bertemu langsung sang tokoh keuangan dan perekonomian Malaysia ini.

Kami diterima langsung di Kantor Tun Daim Zainuddin, di lantai 60 Gedung Menara Ilham, Kuala Lumpur, Jumat 19 Agustus 2022. Fisiknya memang sudah tampak melemah, tapi semangatnya masih sangat membara.

Dibantu alat pengeras suara, Tun Daim melayani kami berdiskusi selama 45 menit lamanya. Mulai dari kondisi perekonomian Malaysia pascapandemi, hingga kedekatannya dengan Aceh. Berikut petikan wawancara dengan Tun Daim Zainuddin yang diterjemahkan oleh Fahmi M Nasir.

Assalamualaikum, Tun, perkenalkan saya Zainal Arifin M Nur, Pemimpin Redaksi Harian Serambi Indonesia di Aceh. Alhamdulillah, surat kabar kami yang berdiri pada tahun 1989 dulu, hingga saat ini masih menjadi yang terbesar di Aceh. Kita masuk ke soalan pertama, bagaimana kondisi kehidupan dan ekonomi rakyat Malaysia semasa pandemi dan selepas pandemi?

Tun Daim: Saya sudah bersara (pensiun), jadi pandangan saya ini bukanlah pandangan secara resmi. Tapi kalau kita baca berbagai berita, keadaannya bisa dikatakan kurang baik. Bukan saja ekonomi, tetapi kestabilan politik pun kurang sehingga ketika kedua masalah ini terjadi, tentunya secara otomatis masalah-masalah lain pun lebih sukar untuk diselesaikan.

Hal ini karena apapun masalahnya, penyelesaiannya itu memerlukan ‘strong leadership’ atau kepemimpinan yang kuat. Jadi nampaknya masalah Malaysia sekarang ini adalah tidak stabilnya keadaan ekonomi dan kurang stabilnya keadaan politik.

Nama Tun Daim, dielu-elukan oleh orang Aceh yang tinggal di Malaysia, sebenarnya bagaimana hubungan Tun Daim dengan Aceh?

Orang Aceh banyak di Kedah, terutamanya di Yan. Di sekolah saya pun memang ada kawan-kawan yang merupakan orang Aceh. Bapak saya pernah kerja di Yan. Jadi sudah pasti kenal sama orang Aceh.

Bapak Tan Sri Sanusi Junid pun duduk (tinggal) di Yan. Jadi besar kemungkinan Bapak saya kenal dengan Bapaknya Sanusi. Bila saya kenal Sanusi memang ramai lah saya kenal orang Aceh yang lain. Jadi boleh dikatakan bahwa saya memang kenal ramai orang Aceh di sekolah, belajar bersama, bermain bola bersama.

Di antara orang Aceh yang paling terkenal di sini adalah Tan Sri Hanafiah Hussain. Dia adalah orang Melayu dan juga orang Malaysia pertama yang menjadi akuntan. Dia baik dan rapat dengan saya. Lalu ada Sanusi, ada juga Dato’ Feisol.

Jadi lama saya sudah kenal orang Aceh, saya juga banyak baca sejarah tentang Aceh. Saya kagum dengan semangat yang dimiliki oleh orang Aceh sejak dulu, semangat orang Aceh memang luar biasa.

Jadi ketika tsunami datang saya pun tergerak hati untuk membantu orang Aceh. Saya juga membantu karena melihat model pendidikan di Aceh dalam bentuk pesantren moderen yang menggabungkan pendidikan agama dan umum ini sangat baik, karena ia memberikan keseimbangan untuk meraih kejayaan di dunia dan di akhirat.

Bagi saya ini sangat baik karena memang sudah sewajarnyalah kita harus berusaha untuk berjaya di dunia dan akhirat. Kalau kita hanya berfikir untuk berjaya di akhirat saja, maka di dunia kita hanya akan selalu tertinggal dan menjadi mangsa (korban) yang disebabkan oleh kemiskinan.

Baca juga: Koperasi Aceh di Malaysia Buka Toko Grosir Pertama, Berlokasi di Klang Selangor

Baca juga: Dua Alquran Berusia 600 Tahun dan Dinar Emas di Kampung Aceh Malaysia Selamat dalam Banjir Bandang

Beberapa waktu lalu, Tun Daim datang ke Aceh, bagaimana hasilnya dan bagaimana kelanjutan dari kunjungan itu?

Saya datang nak berbincang. Kalau boleh berbincang dengan Gubernur Aceh dan pihak terkait lainnya tentang bagaimana saya boleh bagi pandangan untuk meningkatkan ekonomi Aceh. Aceh memang banyak potensi dan kaya dengan berbagai aset yang telah Allah anugerahkan untuk bumi Aceh.

Jadi saya ingin memberi pandangan bagaimana produk-produk dari Aceh bisa diekspor ke luar negara. Di Port Klang ada satu jeti yang khusus telah bersedia untuk menampung semua barang-barang terutama produk pertanian dan perikanan yang dibawa dari Aceh untuk dipasarkan di Malaysia dan ke berbagai negara lain. Saya telah melihat sendiri jeti ini bersama dengan Datuk Mansyur dan beberapa peniaga Aceh yang lain.

Di sini, berdasarkan informasi yang saya terima, orang Aceh lebih kurang ada sekitar 600 ribu orang, kedai yang dimiliki dan diusahakan oleh orang Aceh ada sekitar 25 ribu kedai semuanya. Jadi ini adalah potensi yang besar untuk melakukan usaha sama antara Aceh dan Malaysia untuk membangunkan negara dan daerah masing-masing.

Kerja sama yang rapat juga perlu dilakukan dengan orang Melayu khususnya dalam bidang ekonomi karena kelemahan orang Melayu adalah dalam bidang ekonomi.

Padahal di satu sisi kita pun heran melihat kalau orang Melayu boleh menjadi doktor, insinyur dan beragam kepakaran lainnya, kenapa dalam berniaga tak boleh? Kalau orang lain boleh buat, sebab apa orang Melayu tak boleh buat pula, tak boleh berjaya pula?

Jika orang lain boleh buat, kenapa pula kita tak boleh buat? Kena ada minat yang kuat, mesti tumpu perhatian pada bidang yang kita minati itu. Insya Allah boleh berjaya. Jadi kita mahu dari kecil mendidik anak-anak muda kita, anak-anak muda Aceh bahwa mereka harus berjaya dalam bidang dan spesialisasi yang mereka mahu. Didik mereka untuk memberikan fokus dan konsentrasi pada bidang yang mereka minati itu sehinggalah mereka berjaya dan menjadi pakar yang ulung di bidang tersebut.

Kita juga perlu tanamkan pada diri mereka bahwa masa atau waktu itu penting. Ini seperti Firman Allah dalam Surat Al-Asr. Oleh karena masa itu sangat penting, maka jangan sampai kita menyia-nyiakan setiap detik, setiap waktu yang kita miliki itu. Masa itu tidak akan menunggu kita. Jika sudah sampai ajal, maka kita pun akan meninggal. Nah, sebelum meninggal itu apa yang kita buat untuk mengisi masa yang masih kita miliki.

Perkara lain yang perlu kita lakukan juga adalah untuk membaca sesuai dengan perintah Allah yang diturunkan di dalam Alquran iaitu perintah Iqra’.

Oleh itulah saya nak bagaimana anak-anak muda Aceh boleh berjaya di dunia dan di akhirat. Saya optimis orang Aceh ini boleh berjaya asalkan sejak kecil dan sejak  masa sekolah mereka sudah mendapatkan tanamkan dalam jiwa mereka keinginan untuk meraih kejayaan.

Baca juga: Cara Relawan SUBA Bantu Warga Aceh di Malaysia, ‘Seudeukah Ureung Saket, Seudeukah Ureung Saket’

Baca juga: VIDEO Raudhatul Munawwarah, Komunitas Pengajian Perempuan Aceh di Malaysia

Sewaktu Tan Sri Sanusi masih ada, Tun bisa mengenal Aceh lebih dekat. Nah sekarang sepeninggal Tan Sri, hubungan Tun dengan orang Aceh bagaimana?

Hubungan saya baik dan rapat. Sekarang saya mengenal Datuk Mansyur Usman dan lain-lain. Saya sudah lama tak jumpa Dato’ Feisol, dia pun umur macam saya lah. Rasanya lebih tua satu tahun daripada saya.

Tun mungkin melihat hubungan Malaysia dengan Indonesia pada masa ada Tun Mahathir, Tun Daim dan Tan Sri Sanusi Junid itukan hubungannya bagus sekali. Kemudian hubungan tersebut sedikit demi sedikit renggang dan sekarang kelihatannya kurang harmonis. Bagaimana ini seharusnya ditangani kalau ada kerenggangan hubungan ini?

Pada masa dulu, Sanusi dan saya kenal menteri-menteri di Indonesia, kita kenal sebagai sahabat. Kita selalu berkomunikasi baik melalui telepon ataupun dengan makan bersama secara informal. Kami datang ke sana, kemudian mereka datang ke sini. Jadi kalau ada masalah kami terus telepon saja sebagai seorang sahabat. Alhamdulillah, semua masalah bisa kami selesaikan dengan baik.

Akan tetapi bila Tun Mahathir pensiun, kelihatannya hubungan ini sedikit renggang, padahal sebenarnya antara Indonesia dan Malaysia tidak boleh berpisah. Jadi saya merasa sedih jika hubungan kedua negara ini tidak rapat. Padahal jika Indoneia dan Malaysia rapat hubungannya maka secara otomatis ASEAN pun akan kuat.

Banyak keturunan Aceh yang sukses di Malaysia. Sejauh yang Tun tahu apakah orang-orang Aceh di sini ada memikirkan untuk ikut memajukan Aceh lagi?

Itu terpulang pada mereka masing-masing. Cuma yang saya amati di sini, orang Aceh memiliki kelebihan. Ada kawasan-kawasan di mana orang Melayu tidak boleh masuk, orang Aceh boleh masuk. Jadi melihat hal ini, saya yakin orang Aceh boleh memajukan daerah mereka.

Salah satu caranya ialah dengan mengekspor produk-produk pertanian, perikanan dan penternakan Aceh ke pasaran di luar Aceh, ke pasaran internasional. Tentu hal ini akan memberikan kontribusi yang besar bagi ekonomi Aceh. Untuk mampu melakukan ini sudah tentu perlu kepada berbagai kepakaran.

Apa kira-kira sifat yang dimiliki oleh tokoh-tokoh Aceh seperti halnya Tan Sri Hanafiah Hussain dan Tan Sri Sanusi Junid, yang membuat mereka berjaya yang mungkin bisa kami ikuti dan amalkan?

Saya nampak mereka lebih rajin, mereka bercita-cita tinggi, memiliki ambisi besar untuk berhasil.

Ambisi ini memang penting sekali dalam hidup kita, apa yang kita mahukan, mahu jadi pengacara, doktor ataupun pengusaha? Saya sendiri awalnya adalah pengacara, tapi masa itu, profesi ini lambat bagi mendapatkan pendapatan yang besar. Kalau  mahu yang lebih cepat mestilah perniagaan. Oleh karena itulah saya berhenti menjadi pengacara dan mulai berniaga.

Intinya kita harus tahu apa yang kita mahu, atau dengan kata lain mindset harus ada. Kalau mahu jadi doktor, jadilah doktor yang nomor satu. Kalau nak berniaga pun kita harus menjadi nomor satu di bidang perniagaan itu. Kalau jadi wartawan, jadilah wartawan nomor satu. Kalau kita berjaya, orang akan iktiraf (mengakuinya).

Mindset untuk berhasil ini sangat penting. Kalau kita gagal, belajarlah dari kegagalan itu, jangan ulangi kegagalan yang sama. Keberhasilan akan membawa kepada keberhasilan yang berikutnya. Bila bapak berjaya, anak biasanya juga mau berjaya ikut jejak bapak dia. Jadi kita mesti menciptakan keberhasilan demi keberhasilan yang akan menjadi inspirasi bagi pihak lain untuk meraih keberhasilan juga.

Untuk meraih keberhasilan ini kita juga harus berani, jangan takut untuk berkompetisi secara sehat. Hanya saja kita perlu senantiasa untuk belajar, senantiasa membaca, kita juga harus mengaplikasikan apa yang kita baca itu untuk meraih kejayaan. Kalau ada hal yang kita tidak tahu maka jangan segan-segan untuk bertanya pada orang yang tahu.(*)

Baca juga: Pengusaha Aceh Harap Rute Penerbangan Aceh ke Malaysia Dibuka Kembali

Berita Terkini