Luar Negeri

Perempuan Iran Wajib Pakai Jilbab, Dihukum Cambuk 74 Kali jika Tak Menutup Rambut di Depan Umum

Editor: Faisal Zamzami
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mahsa Amini, Korban Polisi Moral Iran

SERAMBINEWS.COM, TEHERAN - Kabar kematian Mahsa Amini (22) setelah ditahan oleh polisi moral karena disebut memakai jilbab secara tidak pantas telah memicu protes di mana-mana di negara itu.

Mereka memprotes kebijakan yang mengatur tata cara kaum perempuan Iran berpakaian dan bagaimana aturan yang ketat ini ditegakkan.

Para perempuan dewasa dan anak-anak di Iran telah diharuskan secara hukum untuk memakai busana "Islami" sederhana pada pada 1981.

Dalam praktiknya, busana yang dimaksud itu adalah chador, yakni jubah lebar yang menutupi seluruh tubuh kecuali wajah.

Namun, setelah itu, perlawanan terhadap kewajiban memakai hijab terus berlangsung pada level perseorangan.

“Kami menjadi kreatif dalam mengenakan kerudung atau tidak menutupi rambut kami sepenuhnya," kata kata Mehrangiz Kar (78), seorang pengacara HAM sekaligus aktivis yang turut menggelar demonstrasi antihijab pertama.

"Setiap mereka (aparat Iran) memberhentikan kami, kami melawan," tambah aktivis yang kini tinggal di Washington DC, Amerika Serikat (AS) tersebut.

Baru pada 1983, parlemen Iran memutuskan bahwa perempuan yang tidak menutupi rambut mereka di tempat umum bisa dihukum cambuk sebanyak 74 kali.

Sementara, baru-baru ini hukuman tersebut ditambah dengan kurungan penjara selama 60 hari.

Meski demikian, sejak saat itu aparat berwenang juga kewalahan menerapkan aturan wajib hijab karena perempuan dari berbagai usia kerap menemukan berbagai cara untuk menyiasati aturan dengan memakai busana ketat dan jilbab beraneka warna.

Baca juga: Presiden Iran Ebrahim Raisi Bersumpah Akan Selidiki Kematian Mahsa Amini yang Ditahan karena Jilbab


Pendekatan keras

Cara aturan tersebut ditegakkan dan tingkat hukuman yang diberikan amat bervariasi selama puluhan tahun, tergantung presiden yang berkuasa.

Saat mencalonkan diri sebagai presiden pada 2004, Mahmoud Ahmadinejad, yang terkenal ultra-konservatif, tampak berupaya lebih progresif soal aturan wajib berhijab.

"Tiap manusia punya selera berbeda dan kami harus melayani mereka semua," ujar Ahmadinejad dalam wawancara televisi ketika itu.

Namun, sesaat setelah menjadi presiden tahun berikutnya, Ahmadinejad resmi membentuk Gasht-e Ershad.

Halaman
12

Berita Terkini