Arif menyampaikan, kasus ini berawal dari tawaran keuntungan 10 persen dari pelaku dengan melakukan suatu “projek” bersama.
Para mahasiswa ini diminta mengajukan pinjaman online ke suatu aplikasi penyedia pinjaman.
Pelaku selanjutnya meminta dana tersebut dipakai untuk melakukan transaksi di toko online milik pelaku.
Selanjutnya dari setiap nominal transaksi ini mahasiswa dijanjikan mendapat komisi 10 persen dan cicilan dibayarkan oleh pelaku. Namun, pelaku tak pernah memenuhi janji tersebut.
Koordinasi dengan OJK dan kepolisian
IPB kini telah melakukan langkah koordinasi dengan berbagai pihak, termasuk dengan kepolisian.
“Para mahasiswa IPB University juga melakukan laporan kepada pihak kepolisian. Tentu dukungan kepolisian akan sangat penting untuk menyelesaikan kasus ini,” kata Prof Arif.
Ia juga mengatakan, koordinasi juga dilakukan beberapa aplikasi penyedia pinjaman online yang dipakai pada kasus tersebut.
Koordinasi juga sudah dilakukan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) guna penyelesaian kasus agar segera rampung.
Menurutnya, kejadian ini menjadi pembelajaran bagi para warga IPB.
Selain itu, tindakan preventif dengan melakukan peningkatan literasi keuangan dan fintech kepada mahasiswa perlu dilakukan agar kejadian serupa tak terulang.
Bukan pinjol, tapi perusahaan pembiayaan
Sementara itu, Ketua SWI OJK Tongam L Tobing telah memperoleh informasi terkait kejadian ini.