Kupi Beungoh

Aceh dan Kepemimpinan Militer (XIV) - Van Heustz: Transformasi Kapitalisme dan Oligarki Kolonial

Editor: Zaenal
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ahmad Humam Hamid, Sosiolog dan Guru Besar Universitas Syiah Kuala Banda Aceh (Foto Maret 2022).

Setahun sebelumnya, di kota Langsa juga dibangun kantor Pos yang mempercepat arus informasi.

Van Heustz dengan cepat menggantikan pelabuhan tradisional Idi dan Bireum Rayeuk dengan pelabuhan Langsa yang disiapkan bersamaan dengan mulai lancarnya transportasi ke pelabuhan itu pada tahun 1907, ketika Van Heustz  dilantik menjadi  Gubernur Jenderal di Jakarta.

Visi Van Heustz untuk melayani arus besar kapitalisme moderen kemudian terbukti pada tahun-tahun berikutnya ketika karet, kelapa sawit, minyakbumi,-yang sepenuhnya merupakan swasta asing diekspor melalui pelabuhan Langsa.

Rakyat Aceh Timur juga diuntungkan dengan kehadiran pelabuhan Langsa, dimana komoditi mereka seperti pinang dan kopra diekspor lewat pelabuhan itu.

Hanya dalam tempo dua tahun setelah Van Heustz berhenti menjadi Gubernur Militer Aceh, dan menjadi Gubernur Hindia Belanda, pelabuhan Langsa yang ia gagas telah melayani 36 kapal dalam sebulan, baik pelayaran domestik, dan utamanya luar negeri-Pulau Penang.

Apa yang dikerjakan oleh Van Heustz adalah memfasilitasi beroperasinya sebagian besar perusahaan yang berafiliasi dengan lembaga keuangan internasional.

Dua wajah ekonomi baru di Aceh pada masa Van Heustz adalah perkebunan karet, dan pertambangan minyak bumi yang terkait dengan dua entitas yang terlibat dalam kegiatan produksi kedua komoditi itu.

Pertama adalah kapitalis pemilik uang yang memberikan pinjaman, dan yang kedua adalah kapitalis industri yang mengkombinasikan pinjaman uang, teknologi, manajemen, dan konsesi hak pengusahaan yang didapatkan dari pemerintah kolonial.

Aceh Timur mendapat perhatian khusus dari Van Heustz sebagai ajang percobaan pasifikasi akibat perang yang mempunyai kelebihan tersendiri, terutama dalam menarik penanaman modal asing.

Letak Aceh Timur yang berbatasan dengan wilayah Sumatera Utara, luas lahan yang secara agroklimat sangat cocok untuk karet dan kelapa sawit, keamanan yang relatif lebih baik dari kawasan lain di Aceh, dan ditemukannya sejumlah potensi minyak bumi adalah modal besar yang dimiliki wilayah itu.

Apa yang diperlukan, dan itu yang dikerjakan van Heustz adalah membuat dan memperkuat sarana transportasi yang mempercepat mobilitas manusia, komoditi, dan berbagai barang lainya.

Van Heustz memberi perhatian khusus kepada pertambangan minyak bumi di kawasan Aceh Timur.

Sekalipun sumur minyak di Rantau Panjang Peureulak telah mulai dieksploitasi pada tahun 1875,  upaya eksplorasi besar-besaran baru dimulai ketika Van Heustz memerintah Aceh.

Tidak kurang 21 izin eksplorasi diberikan oleh Van Heutsz antara tahun 1902-1903 untuk seluruh Aceh, dan lima diantaranya dilanjutkan dengan pengeboran- Langsa, Peudada, Idi, Julok Rayeuk dan Cunda (Carmejole, 1931).

Ia juga menindak tegas perusahaan yang telah mendapat izin, namun tak melakukan kegiatan apapun.

Halaman
1234

Berita Terkini