Sebab, anggaran APBN maupun pemerintah pusat melalui satuan kerja, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memiliki batas.
“Yang tidak memiliki batas itu anggaran dari investor.
Jadi mereka ini yang harus kita ajak ke Aceh," jelasnya.
Bank Indonesia Perwakilan Aceh mencatat, dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan ekonomi Aceh hanya 2,66 persen.
Hal tersebut membuat Aceh menjadi daerah yang pertumbuhan ekonominya paling rendah di Sumatera.
Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Pulau Sumatera berkisar 3,50 persen.
Saat ini ekonomi Aceh masih sangat tergantung pada sektor primer seperti pertanian dan perikanan yang menyumbang cukup besar.
"Namun nilai tambah untuk pertumbuhan ekonomi Aceh tidak terlalu besar.
Menurut pejabat Bank Indonesia itu, untuk meningkatkan nilai tambah, Aceh harus menghadirkan industri pengolahan di sini.
Selama ini neraca perdagangan Aceh terus defisit.
Artinya, Aceh selalu membeli produk dari pada menjual produknya keluar.
Terkait dengan pengentasan kemiskinan di Aceh, pakar ekonomi dari Universitas Syiah Kuala (USK) Dr Muhammad Nasir pernah menyarankan lima solusi kepada Pemerintah Aceh agar keluar dari status sebagai daerah termiskin se Sumatera.
Pertama, perencanaan komprehensif dengan melibatkan banyak pihak termasuk pakar kemiskinan (akademisi), dunia usaha, dan stakeholder lainnya.
Kedua, mengupayakan pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) setiap tahunnya tepat waktu, sehingga realisasinya lebih optimal.
Ketiga, Pemerintah Aceh perlu meningkatkan efisiensi belanja daerah dengan memprioritaskan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Keempat, diperlukan penguatan dan sinergitas antara eksekutif dengan legislatif Aceh dalam perencanaan dan pengawasan pembangunan.
Dan, kelima, memperluas akses permodalan bagi UMKM dengan melibatkan bank/lembaga keuangan milik daerah serta lembaga keuangan lainnya di Aceh.
Nah?!
Baca juga: Bappeda Aceh Singkil Ajak NGO Entaskan Kemiskinan
Baca juga: Tak Ada Obat Ajaib Atasi Kemiskinan