Revisi UUPA

Jelang Revisi UUPA, Masalah Sebenarnya di Mana?

Penulis: Sara Masroni
Editor: Taufik Hidayat
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mengenai revisi UUPA, ada 70 daftar inventarisasi masalah (DIM), setelah dianalisis ternyata persoalannya terkait pelaksanaan.

SERAMBINEWS.COM - Ketua Fraksi Gerindra DPR Aceh, Drs Abdurrahman Ahmad menyampaikan, saat ini sudah bergulir pembahasan rencana-rencana revisi Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA).

Kemudian DPRA telah membentuk tim perumus terkait apa saja yang akan direvisi dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat mulai dari sipil, akademisi hingga politisi.

"Nah nanti yang sudah dirumuskan ini akan disampaikan kepada masyarakat dalam bentuk RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum) agar dapat memberikan masukan-masukan terhadap revisi UUPA ini," kata Abdurrahman Ahmad dalam program Serambi Podcast bersama Hurriah Foundation bertajuk Mengawal Revisi UUPA dipandu host Iska Novita di Studio Serambi FM, Jumat (10/2/2023).

Alasan revisi ini, lanjutnya, karena sudah banyak pasal-pasal yang tidak sesuai dengan konteks kekinian.

 

 

Kemudian masih banyak yang belum sesuai dengan MoU Helsinki sebagai filosofi dasar lahirnya UUPA.

Baca juga: Komisi 1 DPRA Sebut Bawaslu Labrak UUPA dan Putusan MK Terkait Pembentukan Panwaslih

Selanjutnya dana otonomi khusus (Otsus) yang mulai tahun ini sudah tinggal 1 persen lagi dari sebelumnya 2 persen dari APBN.

"Sudah terasa, kemarin RAPBA sampai Rp 17 triliun, sekarang tinggal Rp 11 triliun. Jadi banyak sekali hal-hal yang sangat berpengaruh dan ini juga harus direvisi UUPA," kata Abdurrahman.

Hal lain seperti perdagangan internasional, semestinya Aceh bisa langsung berhubungan dengan pasar global bila merujuk MoU Helsinki tanpa ada hambatan pusat.

Baca juga: DPRA Terima Naskah Akademik Draf Revisi UUPA dari Tim USK

Misalnya seperti pelabuhan dan bandara, harus diserahkan pada Aceh namun sampai sekarang belum terwujud.

Kendalanya saat ini Aceh hanya memiliki 13 kursi dari 575 anggota dewan di DPR RI, sementara keputusan soal hasil akhir revisi ini diputuskan di Senayan.

"Hal-hal yang sudah kita sepakati ini kita sampaikan agar teman-teman di sana dikawal sebagaimana keinginan kita dari Aceh," kata Abdurrahman.

Sementara Unsur Tim Revisi UUPA, Zainal Abidin SH MSi MH menyampaikan, beberapa pasal UUPA tidak fungsional lagi.

Baca juga: Masyarakat Sipil Minta DPRA Gerak Cepat Susun Draf Revisi UUPA, Safaruddin: Kita Pasti Support

Ia menyebutkan ada 70 daftar inventarisasi masalah (DIM), setelah dianalisis ternyata persoalannya terkait pelaksanaan.

"Kalau masalahnya di pelaksanaan, maka ini tampaknya perubahan tidak perlu signifikan, tapi yang perlu adalah penguatan," ungkap Zainal Abidin.

"Kenyataannya seperti itu, persoalan hari ini UUPA nggak jalan dia," tambahnya.

Setelah diteliti, terutama ada persoalan terkait pemahaman pusat terhadap kekhususan Aceh atau pemahaman UUPA sebagai undang-undang khusus.

Baca juga: Abu Razak: Subtansi Perubahan UUPA Harus Berpegang Pada MoU Helsinki

Dalam konteks normatifnya, seharusnya semua pihak membaca bagaimana undang-undang khusus atau UUPA itu memagari dirinya.

"Kalau kita baca di UUPA, itu ada beberapa prinsip yang saya tangkap. Prinsip pertama adalah memiliki kedudukan yang suprem di bawah konstitusi terhadap UU yang lain," jelas Zainal.

"Kemudian juga diingatkan dalam pasal 269 ayat 2, program perundang-undang di bawah undang-undang itu harus disesuaikan dengan UUPA, jadi tidak ada lain di Aceh selain UUPA," tambahnya.

Menurutnya, substansi otonomi khusus adalah UUPA memproteksi berlakunya undang-undang lain di Aceh.

"Jadi, itu yang harus kita pahami. Kalau tidak maka nggak ada kekhususan Aceh," kata Zainal.

Baca juga: Tim MoU Helsinki Fokus Penguatan Implementasi UUPA

Dengan demikian, tidak boleh disamakan perlakuan antara Qanun dengan Peraturan Daerah (Perda).

Sebab Qanun merupakan turunan dari undang-undang kekhususan Aceh yang inkrah bila sudah disetujui DPRA dan Gubernur Aceh sebagai perwakilan pusat tanpa harus review.

"Untuk itu perlu direvisi untuk menguatkan kewenangan Aceh supaya bisa melaksanakan tanpa intervensi," tambahnya.

Sementara Unsur Masyarakat Sipil, M Taufik Abda berpandangan bawah, tidak hanya revisi yang harus dikawal, melainkan juga implementasinya.

Dengan demikian, yang semestinya menjadi fokus saat ini bukan hanya revisi, namun juga optimalisasi UUPA.

"Ini juga soal komitmen di pemerintah pusat dan Pemerintah Aceh serta pemerintah kabupaten/kota yang sebenarnya belum selaras sampai di level gampong," kata Taufik.

Baca juga: Terkait Rencana Revisi UUPA, Begini Sikap Tim MoU Helsinki Lembaga Wali Nanggroe

Masyarakat sipil dalam hal ini hanya sebagai pendukung sebagai upaya untuk mengawal revisi UUPA.

Karena perubahan dalam level undang-undang secara administratif, kewenangannya ada pada pemerintah pusat harus berkonsultasi mendapat pertimbangan dari DPRA.

(Serambinews.com/Sara Masroni)

BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkini