Saifullah SPd )*
Nama Inong Balee sendiri berasal dari kata inong, yang berarti wanita, dan balee, yang artinya janda.
Benteng Inong Balee merupakan benteng perempuan pertama yang digunakan untuk melatih para janda menjadi prajurit tangguh.
Sejarah Benteng Inong Balee Pembangunan Benteng Inong Balee dipelopori oleh seorang pejuang perempuan Aceh bernama Malahayati.
Malahayati adalah putri dari Sultan Salahuddin Syah, sultan Aceh kedua yang memerintah pada 1530-an.
Ketika Portugis sampai di Aceh, terjadi perlawanan dari rakyat pribumi yang berlangsung di Teluk Haru.
Saat suami Malahayati, yaitu Laksamana Zainal Abidin wafat, ia mengusulkan kepada Sultan Aceh untuk membentuk pasukan yang terdiri atas para janda prajurit Aceh yang gugur dalam peperangan.
• Megawati Luncurkan Kapal RS Milik PDIP, Bernama Laksamana Malahayati, Pejuang Wanita dari Aceh
Sultan Aceh pun mengabulkan permintaan itu. Malahayati kemudian membentuk laskar Inong Balee, yang terdiri atas janda perang. Selain itu, dibangun pula sebuah benteng yang berfungsi untuk melatih para janda menjadi prajurit-prajurit tangguh.
Benteng ini diberi nama Benteng Inong Balee. Malahayati bersama 2.000 pasukan Inong Balee kerap terjun ke dalam medan perang melawan bangsa penjajah.
Selain memiliki benteng, para Inong Balee juga memiliki pangkalan militer yang berlokasi di Teluk Lamreh, Krueng Raya, Aceh.
Pada masa penjajahan, lokasi Benteng Inong Balee sangat strategis bagi pertahanan militer Aceh dari ancaman musuh dari arah Selat Malaka.
Benteng ini pernah menjadi saksi ketika Laksamana Malahayati mengalahkan pimpinan armada laut Hindia-Belanda, Cornelis de Houtman.
Dalam sejarah, Benteng Inong Balee tercatat menjadi benteng prajurit perempuan pertama di dunia.
Saat ini, kondisi Benteng Inong Balee tidak lagi utuh, hanya tersisa runtuhan berupa tembok dan lubang pengintai. Kondisi benteng ini disebabkan oleh lokasinya yang berada di tepi jurang, berbatasan langsung dengan Teluk Krueng Raya.
Akibatnya, Benteng Inong Balee rawan terkena longsor, sehingga beberapa bagian bangunannya sudah runtuh. Tidak hanya itu, ombak di Teluk Krueng Raya juga kerap mengenai batuan penyusun benteng.
Meski kondisinya sudah tidak seperti sedia kala, Benteng Inong Balee telah ditetapkan menjadi Struktur Cagar Budaya tingkat nasional oleh Tim Ahli Cagar Budaya Nasional Benteng Inoeng Balee berada di Desa Lamreh Kecamatan Mesjid Raya.
Letaknya sekitar 35 kilometer dari Kota Banda Aceh, dengan ketinggian 100 meter Di atas Permukaan Laut.
Di tempat tersebut saat ini masih bisa ditemukan sisa-sisa reruntuhan benteng yang pada masanya dikomandoi oleh seorang perempuan bernama Laksamana Malahayati.
Reruntuhan itu berupa tembok yang membujur dan fondasi berukuran sekitar 20 meter.
Pada bagian utara-selatan tembok terdapat 4 lubang pengintai dengan 90 centimeter dan lebar 160 centimeter.
Lubang tersebut menghadap ke arah Selat Malaka.
Menurut catatan, 408 tahun yang lalu di benteng ini terdapat 2.000 pasukan lengkap dengan armada kapalnya.
Pernah terjadi pertempuran besar di mana pasukan Portugis dipimpin Cornelis de Houtman menggempur pertahanan pasukan Kerajaan Aceh di Benteng Inoeng Balee.
Namun serangan itu berhasil dipatahkan, dan bahkan Cornelis de Houtman harus kehilangan nyawanya.
Selain benteng, bagi Anda yang berkunjung juga dapat menikmati keindahan alam sekitar berupa pegunungan dan laut.
Air yang jernih di sekitar pantai juga cocok untuk melakukan olahraga snorckling dan diving.
Swiss German University (SGU) mengingatkan pentingnya memperkenalkan tempat-tempat bersejarah kepada para masyarakat luas.
Tempat-tempat bersejarah di suatu daerah dapat dikembangkan untuk menarik minat wisatawan.
Hal itu disampaikan oleh Vice Rector for Academic Affairs Swiss German University
“Kita perlu mengenalkan kepada lebih banyak orang tentang tempat bersejarah di Tangsel apakah itu dijadikan tempat yang menarik untuk wisatawan datang,” tegas Irvan, sapaannya, dalam kegiatan tersebut.
“Kita sudah memperkenalkan rute bersepeda yang nyaman, sejuk dan juga segar udaranya dengan melintasi titik sejarah. Jadi tidak hanya dapat badan yang sehat tapi dapat cerita baru atau pandangan baru,” papar Irvan.
Sementara itu, Interim Vice Rector Non Academic Affairs Dr Nila K. Hidayat SE MM mengatakan, terdapat tiga komponen penting peningkatan destinasi wisata, yaitu atraksi, amenitas, dan aksesibilitas.
Hal ini termasuk untuk pengembangan tempat sejarah sebagai destinasi wisata.
“Saat atraksi kita tahu bersama bahwa setiap daerah pasti punya daya tarik atau keunikan atau keunggulan di masing-masing tempat. Saat berbicara masalah aksesibilitas artinya perjalanan menuju tempat itu harus diperhatikan apakah tempat itu mudah dicapai atau tidak,” papar Nila.
Sedangkan untuk amenitas, kata Nila sapaannya, adalah soal fasilitas pendukung.
Hal tersebut dapat menjadi, pendukung bagi tempat bersejarah yang sudah memiliki banyak keunggulan dan keunikan sebagai destinasi wisata.
“Destinasi wisata itu mempunyai bersejarah dan nilai sejarah ini menjadikan tempat itu memiliki keunggulan atau keunikan sehingga banyak wisatawan atau masyarakat sekitar menjaga, melestarikan dan menjadi daya tarik dikunjungi banyak orang,
Karena Situs benteng Inoeng Balee memiliki nilai historis dan bisa di jadikan nilai ekonomis untuk menambah pendapat masyarakat Aceh dan menghasilkan devisa negara. Seharusnya mendapat perhatian serius pemerintah Aceh baik itu provinsi dan M
Kabupaten Aceh Besar. Untuk menjadikan benteng Inoeng Balee. sebagai destinasi wisata baru di Aceh Besar.
Perlu regulasi terhadap situs Inoeng Balee.
Selama ini situs Inoeng Balee menjadi wewenang Dinas Purbakala yang berkantor di Banda Aceh yang tunduk ke pemerintah pusat.
Sebaiknya ke depan situs benteng dipegang langsung oleh pemerintah Kabupaten Aceh Besar.
Sebab dengan demikian memudahkan dan mempercepat pemerintah kabupaten untuk membenahi benteng Inoeng Balee untuk mempercantik diri.
Ada banyak masalah yang perlu di benahi untuk menjadikan kawasan benteng sebagai tujuan wisata sejarah. Misalnya sarana dan prasarana.
Seperti jalan air, listrik dan bangunan umum seperti musala dan bangunan utama lainnya.
Kita optimis Kawasan benteng Inoeng Balee akan maju sebagai spot wisata sejarah yang terkenal, tentunya. akhirnya akan bernilai ekonomis untuk masyarakat dan pemerintah.
Mengapa sampai sekarang benteng Inoeng Balee seperti tidak bertuan. Secara hierarki birokrasi bahwa situs Inoeng Balee adalah wewenang Dinas Purbakala yang berkantor di Peunayong itu tunduk langsung ke Jakarta.
Namun di sisi lain lokasi situs adalah wilayah pemerintahan Aceh Besar. Fenomena ini perlu dijadikan bahan apresiasi pemerintahan Aceh tentang pemelihara situs.
Jika perlu ada regulasi baru. Bahwa semua situs sejarah di Aceh dikelola oleh pemerintahan Aceh, bukan Dinas Purbakala yang tunduk ke Jakarta .
Apakah situs benteng Inoeng Balee sangat potensial untuk di jadikan spot wisata sejarah, jawabannya ya karena selain mempunyai nilai sejarah yang tinggi, juga lokasi benteng sangat menawan panoramanya.
Karena di atas bukit Lamreh yang langsung menghadap ke teluk Lamreh Krueng Raya
Sikap pemerintah terhadap Benteng Inoeng Balee, mulai dari pemerintah pusat, Pemerintah Aceh dan Pemkab belum ada upaya pembenahan yang berarti selain membuat tugu kecil prasasti tapi batu-batu yang mengelilingi benteng satu per satu hilang terjun ke laut.
Sejarah Benteng Inoeng Balee indentik dengan sejarah Malahayati yaitu satu lokasi diatas Bukit Lamreh Krueng Raya tempat para janda dilatih untuk menjadi taruna Tangguh yang mampu melawan imperealisme barat yaitu Portugis Inggris dan Belanda.
Benteng Inoeng Balee bisa dijadikan spot destinasi wisata bersejarah karena selain nilai sejarah Malahayati tentang Inoeng balee tinggi . juga lokasi benteng inoeng balee sebagai kawasan yang memiliki panorama yang mempesona.
Hal hal yang perlu di renovasi pada Benteng Inoeng Balee ialah jalan menuju lokasi wisata yang masih rusak.
Pagar lokasi untuk melindungi keaslian makam, tanggul laut untuk menjaga reruntuhan tanah yang terkena abrasi, kantor petugas situs, bangunan utama, air, listrik dan mushala.
Kita tetap ingin keaslian situs Benteng Inoeng Balee. Namun perlu juga penambahan prasarana penunjang untuk peningkatan pariwisata.
Kita optimis situs Benteng Inoeng Balee yang satu-satunya di dunia akan menjadi daya tarik wisatawan dari dalam negeri dan luar negeri.(*)
*) PENULIS adalah Mahasiswa S2 penjamin Mutu Pendidikan UBBG Banda Aceh Berdomisili di Desa Lamreh, Krueng Raya Aceh Besar dan Kepala SDN Lamreh Kabupaten Aceh Besar
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI