Selain 25 korban syahid di Cot Jeumpa, ada 64 syuhada yang dimakamkan di Pulot Leupung, dan 10 syuhada lainnya di Kruengkala, Kecamatan Lhong, Aceh Besar.
Saat ini, Desa Pulot masuk dalam Kecamatan Leupung, Aceh Besar.
Wartawan senior Aceh Murizal Hamzah dalam tulisannya "Tragedi Cot Pulot Jeumpa Februari 1955", peristiwa terbesar pada masa rezim Orde Lama itu diawali dari bentakan militer Indonesia yang menyeret warga berdiri berjejer di pantai.
Dalam amuk kemarahan yang membara-bara, prajurit TNI menggiring anak-anak, pemuda dan orangtua ke pantai Samudera Indonesia.
Mereka diperintahkan menghadap lautan lepas.
Beberapa detik kemudian, tanpa ampun, moncong senjata otomatis memuntahkan ratusan peluru.
Puluhan tubuh pria tewas membasahi pasir.
Insiden yang meluluhlantakan nilai-nilai kemanusiaan bermula ketika sehari sebelumnya sebuah truk militer membawa berdrum-drum minyak dan 16 tentara melintasi Pulot.
Mendekat jembatan Krueng Raba Leupung, tentara Darul Islam yang dipimpin oleh Pawang Leman menghadang.
Pawang Leman adalah mantan camat setempat yang pada zaman revolusi Indonesia berpangkat mayor.
Tembakan beruntun menyebabkan truk terbakar.
Semua prajurit Batalyon B anak buah Kolonel Simbolon dan anggota Batalyon 142 dari Sumatera Barat anak buah Mayor Sjuib, berguguran dijilat kobaran api.
Tentara Darul Islam menyebut pasukan Republik Indonesia dengan Tentara Pancasila.
Esoknya, satu peleton (berkekuatan 20-40) Tentara Republik melakukan sweeping dan razia di sekitar lokasi kejadian.
Razia dari rumah ke rumah tidak membawa hasil.
Baca juga: Membaca Serambi di Era DOM ke Damai