Sebuah rapat yang diadakan oleh Ayah Gani, AR Hasjim, Tgk Abdul Wahab Seulimum dan Hasan Ali di Kutaraja memutuskan untuk berontak. Yang paling keras berpendapat demikian adalah Tgk AR Hasjim dan Tgk Hasan Ali Sementara ide tersebut berasal dari Tgk Abdul Wahab Seulimum sehingga tersebar berita yang mencetuskan gagasan pemberontakan melawan rezim Soekarno adalah beliau.
Akan tetapi beliau sendiri tidak sempat ikut memberontak karena telah berada di Tanah Suci untuk menunaikan rukun Islam yang kelima.
Dalam Muktamar Alim Ulama di Medan, Mustafa Rasyid yang menyebut dirinya utusan Karto Suwiryo yang sedang berjihad di Jawa Barat berusaha keras untuk mempengaruhi peserta Muktamar supaya mengikuti Imam mereka.
Ajakan ini ternyata termakan bagi Teungku Muhammad Daud Beureueh, dan setelah Muktamar selesai Beliau membawa Mustafa ke Aceh untuk pembicaraan lebih lanjut. Setelah lebih kurang tiga bulan dia berada di Aceh, dia kembali ke Jawa dan tertangkap oleh Jaksa Tinggi Sunarjo di Jakarta. Bersamanya ditemukan surat pengangkatan Teungku Beureueh sebagai Gubernur Militer DI/TII oleh Karto Suwiryo untuk wilayah Aceh dan sekitarnya serta bocornya list hitam yang berisikan 300 orang Aceh yang akan ditangkap.
Jaksa Tinggi Sunarjo ketika berada di Aceh selalu mengemukakan perkara list hitam tersebut, ini diduga untuk menakut-nakuti orang Aceh supaya cepat memberontak dan ada alasan bagi Jakarta untuk membumihanguskan Aceh. Dengan demikian, orang-orang Aceh terus berkesimpulan; daripada didahului lebih baik mendahului.
Karena suasana semakin hari semakin panas di bumi Aceh ketika itu, Teungku Muhammad Daud Beureueh terus mendapat desakan untuk memulai dari rekan-rekannya. Maka pada tanggal 21 September 1953, sehari setelah presiden Soekarno membuka Pekan Olahraga Nasional (PON) di Medan, beliau resmi mengumumkan berdirinya Darul Islam di bumi Aceh dengan membaca sebuah naskah proklamasi dan keterangan politik serta mengumumkannya di Indrapuri Aceh Besar.
Maka meletuslah pemberontakan mahadahsyat tersebut yang bernama DI/TII Aceh yang kemudiannya dalam beberapa pertimbangan politik dan ideologi diganti dengan nama Negara Republik Islam Aceh (NRIA).(*)
Baca juga: Update Kilas Balik Harga Emas Minggu Ini 25 September - 1 Oktober 2023, Lengkap Harga Terendahnya
Baca juga: Sosok Nardinata Marshioni Suhaimi, Wanita jadi Suami Ida Susanti Selama 21 Tahun, Ancam Bunuh Korban