SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Semangat kamikaze tentara Jepang dalam perang dunia II patut menjadi pelajaran tersendiri.
Ketika perang dunia terjadi di kawasan Pasifik, para tentara pilot Jepang menerbangkan pesawat tempur bermuatan mesiu lalu menabrakan diri pada kapal perang pendarat pesawat udara Amerika yang besar.
Mereka gugur dalam kamikaze dengan semangat juang yang patriotik.
Sebaliknya Amerika Serikat membalas Jepang dengan meledakkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki yang meluluhlantakkan kedua kota itu.
Dari contoh, inovasi teknologi bom atom temuan Einstein adalah hasil ilmu sains, teknologi yang mengandalkan akal pikiran manusia.
Memberi hasil yang utama dalam perjuangan kehidupan.
Karena itu maka kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kemampuan mendidik anak bangsa dalam ilmu dan teknologi.
Potret perang dunia itu menjadi pelajaran sejarah tersendiri bagi Indonesia, untuk mengambil dua intisari dari kedua kubu, yakni semangat juang dan mencipta teknologi.
Sebab bagi Indonesia sendiri, masih ada setidaknya tiga tantangan yang harus dihadapi yakni keluar dari dari perangkap negara berpendapatan rendah (low income trap) yang dimasuki sejak tahun 1989.
Masa Indonesia masuk ke tahap negara berpendapatan menengah tingkat rendah sejak tahun 90-an, dan sejak itu masih terus berada dalam jebakan negara berpendapatan menengah hingga sekarang.
Tantangan kedua terkait struktur kependudukan Indonesia, yang berkat program keluarga berencana maka Indonesia akan mengalami bonus demografi pada 2030 - 2050.
Ketiga, masyarakat Indonesia masih mengalami tingkat pendidikan yang rendah di bawah rata-rata negara-negara ASEAN, khususnya Singapura sehingga bangsa ini perlu meningkatkan kualitas pendidikan sebagai syarat untuk bisa menjadi negara maju.
Bonus Demografi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi merilis hasil studi PISA 2022, pada 5 Desember 2023.
Hasil PISA 2022 menunjukkan peringkat hasil belajar literasi Indonesia naik beberapa posisi dibanding PISA 2018.
Peningkatan ini merupakan capaian paling tinggi secara peringkat (persentil) sepanjang sejarah Indonesia mengikuti PISA.