Kupi Beungoh

Terjebak Isu Baca Al-Qur'an, Aceh Lupa Melihat Pemimpin yang Ideal

Editor: Agus Ramadhan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Khairul Amri, M.H - Dewan Pemuda Partai Adil Sejahtera Aceh

*) Oleh: Khairul Amri Ismail

ACEH saat ini tengah terperosok dalam debat yang sempit dan tidak idealis: apakah pemimpin yang ideal harus mampu membaca Al-Qur'an dengan sempurna?

Meskipun bacaan Al-Qur'an yang fasih adalah bagian penting dari identitas religius, kita tidak boleh melupakan bahwa kepemimpinan yang efektif jauh melampaui kemampuan ritual.

Apakah kita benar-benar ingin mengorbankan masa depan Aceh hanya karena terjebak dalam perdebatan simbolis?

Sejarah menunjukkan bahwa pemimpin yang diakui dan sukses tidak hanya diukur dari seberapa baik mereka membaca Al-Qur'an, tetapi dari kemampuannya menerjemahkan ajaran Islam sebagai prinsip kebijakan pemerintahan.

Misalnya, Umar bin Khattab, ia bukan dikenang dengan bacaan Al-Qur'an-nya, tetapi dikenang sebab kebijaksanaannya menjadikan ajaran Islam sebagai prinsip dalam tata kelola pemerintahan dan kemampuannya menerapkan prinsip keadilan secara efektif.

Masyarakat Aceh harus memahami bahwa kualitas ini jauh lebih menentukan daripada kemampuan membaca ayat-ayat suci semata.

Fokus yang terus-menerus pada kemampuan membaca Al-Qur'an bisa jadi merupakan upaya untuk mengalihkan perhatian dari kekurangan substantif para calon pemimpin.

Apakah kita ingin terus diperdaya oleh ilusi simbolis ini, atau kita akan menuntut calon pemimpin yang mampu menghadapi tantangan nyata dengan kecakapan dan visi strategis?

Terlalu sering, perdebatan ini digunakan sebagai alat untuk menyembunyikan ketidakmampuan dalam menangani isu-isu substantif yang jauh lebih mendesak.

Kita harus lebih cerdas dan bijak dalam menilai calon pemimpin. Apakah mereka mampu menyelesaikan masalah mendasar yang dihadapi Aceh, seperti pengentasan kemiskinan, pengembangan ekonomi, dan penegakan hukum yang adil?

Mengabaikan aspek-aspek ini demi isu simbolis akan membuat kita terperosok dalam siklus politik yang tidak produktif.

Seharusnya, pemilihan pemimpin didasarkan pada kemampuan mereka untuk merumuskan dan melaksanakan kebijakan yang efektif, bukan sekadar kemahiran membaca Al-Qur'an.

Aceh perlu menuntut perubahan dari perdebatan yang tidak produktif ini. Dengan fokus pada kemampuan substantif calon pemimpin, kita dapat memastikan bahwa pemimpin yang terpilih tidak hanya menjadi simbol dari nilai-nilai agama, tetapi juga agen perubahan yang dapat memajukan Aceh ke arah yang lebih baik.

Dengan demikian, masyarakat Aceh dapat mengambil langkah maju yang bijak dan memastikan masa depan yang lebih cerah bagi seluruh rakyat.

Halaman
12

Berita Terkini