"Hingga saat ini kami belum mendapatkan keterangan resmi dari UNHCR, Pemerintah dan Aparat keamanan terkait lenyapnya Rohingya dari penampungan sementara Aceh Selatan, semua tiba-tiba menjadi bungkam," ungkap Rian.
Oleh sebab itu, pihaknya meminta kepada Kepolisian Republik Indonesia, Polres Aceh Selatan, Polda Aceh hingga Mabes Polri untuk mengusut tuntas peristiwa hilangnya etnis Rohingya di penampungan sementara Aceh Selatan.
"Usut tuntas siapa dalangnya, jangan sampai masyarakat salah dalam menilai kinerja aparat pemerintahan, aparat penegak hukum dan kedaulatan negara kita, apakah hilangnya Rohingya ini dianggap sesuatu yang wajar sehingga semua pihak bungkam, atau ini memang sudah direncanakan dan lagi-lagi daerah yang dikorbankan, " ucapnya kesal.
Kabid Investigasi FORJIAS ini juga meminta agar Presiden Republik Indonesia, Probowo Subianto mengambil langkah tegas terkait maraknya kapal pengangkut Rohingya yang terus melintasi perairan Indonesia.
Sebab menurutnya, berkaca dari berbagai peristiwa terkait Rohingya, isu kemanusiaan hanya dijadikan modus untuk meraup keuntungan dan memuluskan praktik TPPO di Indonesia.
"Kami meminta kepada yang mulia Presiden Republik Indonesia agar memperketat pengawasan perairan Indonesia khususnya Aceh, dari sindikat TPPO Rohingya yang saat ini semakin terorganisir, serta memberikan kejelasan tentang nasib para korban yang terus menjadi target eksploitasi tersebut, " harapnya.
Sementara itu, Staf Ahli Bidang Keistimewaan Aceh Sumber Daya Manusia dan Kerja Sama Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan, Yuhelmi, mengatakan bahwa pihaknya tidak mengetahui ke mana Rohingya tersebut kabur.
Ia mengatakan dari 152 Rohingya yang ada di Aceh Selatan, sampai dengan Jum'at 29 September 2024 sesuai informasi dari LSM YKMI (Yayasan Kemanusiaan Madani Indonesia) tersisa 6 orang lagi yang ada di Gedung TSC Tapaktuan.
"Dan mereka yang tersisa sudah difasilitasi untuk dibawa ke penampungan di luar Aceh Selatan," pungkasnya. (*)
Baca juga: Tangani Rohingya Secara Komprehensif