Haba Dinkes Aceh

Tekan Angka Stunting, Dinkes Banda Aceh Gencarkan Penimbangan Serentak yang Libatkan Lintas Sektor

Penulis: Yeni Hardika
Editor: Yeni Hardika
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kepala Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, Lukman SKM MKes.

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Stunting merupakan kondisi gangguan pertumbuhan pada anak yang disebabkan oleh kekurangan asupan gizi.

Kekurangan asupan gizi yang mengakibatkan stunting ini terjadi dalam jangka waktu panjang, yaitu sejak dalam kandungan hingga 1000 hari pertama kehidupan. 

Dampaknya pertumbuhan fisik anak menjadi terhambat yang kemudian membuat tinggi badan anak menjadi lebih rendah atau pendek (kerdil) dari rata-rata anak seusianya. 

Tak hanya pertumbuhan fisik, stunting juga dapat meningkatkan kerentanan terhadap penyakit hingga mengancam perkembangan kognitif yang akan berpengaruh pada tingkat kecerdasan dan produktivitas anak di masa dewasanya.

Jika kondisi gangguan akibat kekurangan gizi kronis ini terus dibiarkan, maka akan berdampak pada kualitas sumber daya manusia di masa depan.

Untuk menanggulangi persoalan ini, pemerintah telah menjadikan percepatan penurunan stunting sebagai salah satu program prioritas nasional.

Penanganan dan pencegahan stunting masih menjadi prioritas utama dalam program pemerintah Indonesia, baik di pusat maupun daerah, termasuk Pemerintah Kota Banda Aceh.

Menurut data terbaru dari Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Aceh 2024 Semester I Periode Januari-Juni 2024, prevalensi stunting di Kota Banda Aceh mengalami penurunan.

Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Banda Aceh pada 2021 tercatat sebesar 23,4 persen. 

Baca juga: Ini Sederet Program dalam Upaya Penurunan Angka Stunting di Gayo Lues, Gencarkan PHBS

Angka ini meningkat menjadi 25,1 % pada 2022, namun berhasil turun signifikan pada 2023 menjadi 21,7 % .

Sementara itu, data yang terintegrasi dalam aplikasi online Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) yang dipaparkan Dinas Kesehatan (Dinkes) Banda Aceh, menunjukkan bahwa pada November 2024, jumlah balita stunting di kota ini mencapai 949 anak atau sekitar 8,73 %.

Untuk diketahui, SSGI dan EPPGBM merupakan dua metode penilaian stunting yang digunakan saat ini.

SSGI merupakan survei berskala nasional yang dilakukan setiap tahun untuk mengetahui perkembangan status gizi balita, mulai dari stunting, wasting, dan underweight baik di tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota. 

Data SSGI berasal dari survei yang menyasar rumah tangga dengan anak balita serta dilakukan oleh enumerator terlatih yang memiliki latar belakang pendidikan gizi. 

Sementara E-PPGBM adalah aplikasi elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis masyarakat.

Data-data di E-PPGBM diinput oleh petugas gizi puskesmas berdasarkan hasil penimbangan di posyandu untuk memberikan gambaran mengenai informasi status gizi individu baik balita maupun ibu hamil.

Data berbasis elektronik ini berguna untuk memonitor pertumbuhan balita setiap bulannya.

Kepala Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, Lukman SKM MKes menjelaskan, angka stunting di Kota Banda Aceh tahun ini berdasarkan data e-PPPGBM memang mengalami fluktuasi.

Pada Januari hingga Oktober 2024, angka stunting menunjukkan tren penurunan yang stabil, namun sedikit meningkat pada bulan November menjadi 8,71 persen.

"Secara keseluruhan trennya dari awal tahun 2024 menurun, walaupun ada zigzag sedikit," ujar Lukman.

Baca juga: Target Percepatan Perbaikan Gizi Cegah Stunting, Dinkes Pidie Tingkatkan Kapasitas Kader & Alat Ukur

Penimbangan Serentak tingkatkan kunjungan di posyandu

Untuk menanggulangi stunting, Pemerintah Kota Banda Aceh terus bekerja keras dengan melibatkan berbagai sektor.

Dinas Kesehatan Banda Aceh telah melaksanakan berbagai intervensi spesifik di bidang kesehatan yang terdiri dari 11 program.

Beberapa diantaranya meliputi peningkatan pemeriksaan kehamilan pada ibu hamil, pemberian makanan tambahan gizi bagi ibu hamil dan balita, pemantauan tumbuh kembang balita, screening anemia bagi remaja putri, hingga pemberian konsumsi tablet tambah darah remaja putri dan ibu hamil.

Salah satu inovasi yang diinisiasi oleh Dinkes Banda Aceh adalah program penimbangan serentak yang dilakukan di tingkat posyandu.

Program ini telah berhasil meningkatkan jumlah kunjungan ibu dan anak ke posyandu hingga lebih dari 80 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan sebelumnya yang hanya berkisar dibawah 50 persen.

"Persentase anak yang kita timbang, yang hadir ke posyandu itu 95,8 persen. Artinya sudah bagus kehadirannya ya. Walaupun ada juga hasil sweeping, bukan hadir dengan kesadaran sendiri," ungkap Lukman.

Dalam melancarkan program penimbangan serentak, Dinkes Banda Aceh melibatkan semua sektor, mulai dari KB, dinas pendidikan dan dinas terkait lainnya. 

Dinkes Banda Aceh juga memberikan pelatihan untuk peningkatan kapasitas kader posyandu dan petugas kesehatan.

Pihaknya juga turut melibatkan lintas sektor dari luar, seperti instansi vertikal misalnya seperti dari Poltekes, hingga Babinsa dan Bhabinkamtibmas untuk menggerakkan. 

Di tingkat desa, beberapa keuchik juga ikut berperan aktif dalam mendukung program penanggulangan stunting dengan menyediakan fasilitas dan dukungan untuk ibu dan balita, seperti permainan anak-anak di posyandu serta penjemputan bagi orangtua yang kesulitan hadir.

Baca juga: Pernikahan Dini Penyumbang Terbesar, SEDERET Upaya Program Dinkes Aceh Tenggara Tekan Angka Stunting

Meskipun memberikan hasil yang positif, diakui Lukman masih terdapat tantangan dalam pelaksanaannya program penimbangan serentak, yaitu keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM).

"Butuh energi dan SDM yang lebih ramai. Kemudian di program ini kita libatkan mahasiswa kesehatan, ini juga perlu penyesuaian waktu dengan mereka. Jadi tidak mungkin juga setiap bulan," beber Lukman.

Tak hanya persoalan SDM, tantangan lain yang dihadapi Lukman dan timnya ialah kurangnya pemahaman masyarakat mengenai pentingnya gizi yang baik. 

Selama ini beberapa isu berkembang di masyarakat, seperti anggapan bahwa tablet tambah darah dapat menyebabkan infertilitas.

Anggapan tersebut seringkali membuat orangtua enggan untuk mengikuti program yang telah disediakan.

"Begitu juga dengan makanan tambahan yang sudah disiapkan oleh petugas untuk anak kurang gizi atau ibu kurang energi kronis, ini tida semua anak atau ibu mengambil makanannya," tambah Lukman.

Dinkes Banda Aceh memberikan edukasi melalui kegiatan sosialisasi kepada masyarakat sebagai upaya pencegahan dan penanggulangan stunting.

Walaupun ada berbagai tantangan yang dihadapi, Lukman menegaskan bahwa pihaknya tidak akan berhenti berupaya. 

Penurunan angka stunting tetap menjadi prioritas utama. Dinas Kesehatan Banda Aceh akan terus memberikan layanan dan pendampingan bagi anak-anak yang mengalami masalah gizi.

"Gak mau dibawa ke posyandu kita edukasi, di posyandu gak bisa tertangani dirawat dulu ke puskesmas," kata Lukman.

"Setiap (kasus) yang sudah kita dapat, tidak kita lepas," tambahnya.

Apabila penanganan stunting di posyandu tidak memadai, anak-anak akan dirujuk ke puskesmas untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut.

Jika di puskesmas juga tidak dapat diatasi, anak-anak tersebut akan dirujuk ke fasilitas kesehatan lanjutan untuk memeriksa kemungkinan adanya penyakit bawaan yang dapat memperburuk kondisi mereka.

"Stunting bukan hanya akibat kekurangan gizi, tetapi juga bisa disebabkan oleh penyakit lainnya," pungkas Lukman. 

Baca juga: Upaya Pemkab Bireuen Menekan Angka Stunting, Tingkatkan Kapasitas Kader Hingga Pendampingan Intensif

Peran masyarakat dalam mengatasi stunting

Stunting tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga masyarakat.

Orang tua perlu lebih sadar akan pentingnya pemberian gizi yang baik untuk anak, baik dari segi makanan yang bergizi maupun pengasuhan yang penuh kasih sayang.

Selain itu, masyarakat juga diharapkan dapat mendukung program-program pemerintah yang bertujuan mengurangi angka stunting.

Peningkatan kesadaran akan pola makan sehat, pemberian makanan tambahan yang tepat, dan dukungan terhadap program pemerintah di tingkat desa dan kecamatan menjadi kunci dalam menurunkan prevalensi stunting di Indonesia. 

Masyarakat juga perlu meningkatkan pemahaman mengenai stunting, termasuk mengenali ciri-ciri balita atau anak yang mengalami gangguan gizi kronis ini.

Dikutip dari laman Kemenkes, selain tubuh yang berperawakan pendek dari anak seusianya, ciri-ciri lain yang mengindikasikan anak mengalami stunting ialah sebagai berikut:

  • Pertumbuhan melambat
  • Wajah tampak lebih muda dari anak seusianya
  • Pertumbuhan gigi terlambat 
  • Performa buruk pada kemampuan fokus dan memori belajarnya.
  • Usia 8 – 10 tahun anak menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan kontak mata terhadap orang di sekitarnya
  • Berat badan balita tidak naik bahkan cenderung menurun.
  • Perkembangan tubuh anak terhambat, seperti telat menarche (menstruasi pertama anak perempuan).
  • Anak mudah terserang berbagai penyakit infeksi.

Perlu diingat, tidak semua balita pendek menunjukkan gejala stunting.

Akan tetapi, anak yang mengalami stunting pasti memiliki ukuran tubuh pendek atau dibawah standar tinggi badan rata-rata.

Oleh sebab itu, untuk mengetahui apakah anak mengalami stunting atau tidak, harus dilakukan pengukuran badan, bukan hanya perkiraan.

Baca juga: Stunting di Bener Meriah Turun Drastis Dalam 2 Tahun, BAAS Jadi Program Andalan yang Diakui Nasional

Stunting pada anak atau balita baru dapat diketahui setelah dilakukan beberapa prosedur, yaitu tanya jawab oleh petugas kesehatan seputaran asupan makan anak, riwayat pemberian ASI, riwayat kehamilan dan persalinan, serta lingkungan tempat tinggal anak.

Setelah itu akan dilakukan pemeriksaan fisik berupa mengukur panjang atau tinggi badan, berat badan, lingkar kepala dan lingkar lengan anak.

Bila tinggi badannya berada di bawah garis merah (-2 SD) berdasarkan kurva pertumbuhan WHO, maka anak tersebut dapat didiagnosis stunting.

Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya-upaya pencegahan dari masyarakat yang dimulai sejak awal masa kehamilan.

Dirangkum dari laman Kemenkes, ibu yang mengandung disarankan untuk rutin memeriksakan kondisi kehamilannya ke dokter. 

Perlu juga memenuhi asupan nutrisi yang baik selama kehamilan.

Dengan makanan sehat dan juga asupan mineral seperti zat besi, asam folat, dan yodium harus tercukupi.

Sesaat setelah bayi lahir, segera terapkan Inisiasi Menyusui Dini (IMD).

Langkah ini menjadi awal agar Ibu dapat menjalankan ASI Eksklusif yang menjadi salah satu langkah pencegahan stunting. 

ASI eksklusif ini diberikan sampai anak berusia 6 (enam) bulan dan diteruskan dengan MPASI yang sehat dan bergizi.

Disamping itu, lakukan juga pemeriksaan ke dokter, Posyandu atau Puskesmas secara berkala untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anak.

Perhatikan juga jadwal imunisasi rutin yang diterapkan oleh Pemerintah agar anak terlindungi dari berbagai macam penyakit. (*)

INFO STUNTING DI ACEH LAINNYA

BACA BERITA LAINNYA DI SINI

 

Berita Terkini