Jurnalisme Warga

Bahasa yang Mengendalikan Persepsi, Hegemoni Kata dalam Realitas Media

Editor: Ansari Hasyim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Rika Kustina MPd,  Ketua Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia UBBG Banda Aceh, sedang menempuh Program Doktoral di UPI Bandung, melaporkan dari Banda Aceh 

Eufemisme dalam politik

Eufemisme adalah salah satu strategi yang paling sering digunakan dalam politik untuk 
menyembunyikan realitas yang sebenarnya lebih keras atau menyamarkan kenyataan pahit.

Van Dijk menekankan bahwa pemilihan istilah dalam kebijakan publik sering kali dilakukan dengan tujuan membentuk persepsi positif di kalangan masyarakat.

Pemberitaan tentang Undang-Undang Cipta Kerja misalnya, memunculkan berbagai istilah untuk mengubah cara publik memahami kebijakan, seperti “penyederhanaan regulasi", seolah-olah menguntungkan, padahal kenyataanya penghapusan aturan yang melindungi hak-hak pekerja.

"Fleksibilitas kerja", terdengar modern dan dinamis, kenyataannya merujuk pada sistem kerja 
kontrak (alih daya) yang membuat pekerja tidak memiliki kepastian kerja. Selain itu, eufemisme juga digunakan dalam berbagai aspek lain, seperti pemotongan subsidi pendidikan yang disebut sebagai "efisiensi anggaran”.

Secara umum, efisiensi berarti penggunaan sumber daya secara optimal untuk mencapai hasil yang maksimal dengan pemborosan seminimal mungkin.

Jika pemerintah menggunakan istilah "efisiensi anggaran" untuk menutupi pemotongan anggaran yang merugikan masyarakat, ini sudah menyalahi makna asli dari efisiensi itu sendiri.

Dalam konteks anggaran negara, efisiensi idealnya berarti mengalokasikan dana dengan cara yang paling efektif untuk memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat.

Namun, dalam praktiknya, istilah "efisiensi anggaran", seperti saat ini ramai diperbincangkan, sering kali digunakan oleh pemerintah bukan dalam arti sebenarnya, tetapi sebagai eufemisme untuk pemotongan anggaran, pengurangan subsidi, atau penghapusan program sosial.

Jika benar-benar efisien, seharusnya anggaran tetap dapat mencukupi kebutuhan publik. dengan menghilangkan pemborosan, korupsi, atau alokasi yang tidak tepat sasaran. Namun, yang sering terjadi justru anggaran dipangkas tanpa mempertimbangkan dampak sosialnya, sehingga masyarakat terutama kelompok rentan, kehilangan hak atau akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan.

Lebih jauh, penggunaan istilah ini juga dapat dianggap sebagai manipulasi wacana atau 
justifikasi politik melalui wacana. Kebijakan yang sejatinya bermasalah, tetapi dapat diterima 
oleh masyarakat karena pemilihan istilah yang lebih halus.

Dampak sosial eufemisme politik

Penggunaan eufemisme dalam kebijakan publik memiliki dampak yang luas bagi masyarakat, di 
antaranya:

1. Masyarakat kehilangan kesadaran terhadap dampak kebijakan.

Jika istilah yang digunakan terdengar positif, maka masyarakat lebih cenderung menerima 
kebijakan tersebut tanpa mempertanyakan konsekuensinya.
Misalnya, banyak pekerja pada awalnya tidak menyadari bahwa Undang-Undang Cipta Kerja 
mengurangi hak mereka karena istilah yang digunakan dalam sosialisasi terdengar 
menguntungkan.

Halaman
123

Berita Terkini